Warga Dago Elos Geruduk Jakarta demi Hak atas Tanah
Forum Dago Melawan melakukan aksi Geruduk Jakarta untuk mengadukan kasus dugaan penipuan oleh keluarga Muller yang mengklaim tanah Dago Elos.
Penulis Muhammad Andi Firmansyah10 Oktober 2023
BandungBergerak.id - “Dago melawan, tak bisa dikalahkan,” teriak warga Dago Elos yang didominasi oleh ibu-ibu. Teriakan penuh semangat ini sekaligus membuka konferensi pers Forum Dago Melawan di depan Gedung Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta, Selasa, 10 Oktober 2023 pagi. Rencananya, mulai dari 9 sampai 12 Oktober 2023 warga Dago Elos akan Geruduk Jakarta dengan seruan “Ganyang Penipu Muller sampai Menang”.
Aksi ini merupakan upaya lanjutan dari warga Dago Elos dalam memperjuangkan ruang hidupnya yang terancam digusur. Sekitar 80 persen hadirin adalah ibu-ibu. Mereka duduk di depan podium berlatarkan sebuah spanduk biru berbunyi: “Dago Melawan Mafia Tanah”. Selain itu, ada pula jejeran payung hitam yang menambah nuansa perjuangan mereka.
“Walaupun kami dikalahkan oleh satu putusan PK (Peninjauan Kembali), bagi kami, warga Dago Elos, itu bukan suatu kemenangan,” ujar seorang warga Dago Elos dari atas podium. “Itu hanya kemenangan di atas kertas saja. Kemenangan sejatinya adalah warga hingga detik ini masih menduduki lahannya. Maka dari itu, segala cara upaya akan kita lakukan semata-mata untuk mempertahankan ruang hidup Dago Elos.”
Setelah kalah di pengadilan, warga Dago Elos yang didampingi tim kuasa hukum memang terus mencoba melakukan perlawanan dengan berbagai cara, bahkan bukan saja di ranah perdata, tetapi juga di ranah pidana.
Mereka menduga Muller bersaudara, pihak yang mengklaim tanah warga Dago Elos, telah melakukan beberapa tindak pidana, seperti pemalsuan dokumen dan pemberian keterangan palsu di pengadilan. Hal ini, menurut mereka, menjadi bukti tambahan bahwa Muller bersaudara merupakan satu sindikat mafia tanah yang hendak merampas tanah warga Dago Elos.
“Bagi kami ini adalah wujud ketidakadilan tentang bagaimana masyarakat yang mempertahankan ruang hidupnya selalu dilucuti hak-haknya melalui jalur-jalur pengadilan. Mirisnya seperti itu. Apalagi negara wataknya seperti kolonial: memakai dokumen kolonial dan masih menganggap sah dokumen kolonial tersebut,” ungkap warga Dago Elos lainnya dari atas podium.
Aksi Geruduk Jakarta ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana tindak lanjut instansi-instansi negara atas beberapa laporan yang telah dilayangkan oleh warga Dago Elos, mengingat laporan-laporan mereka sebelumnya ke beberapa instansi di Kota Bandung tidak mendapatkan respons yang memuaskan.
Laporan-laporan tersebut tidak hanya berhubungan dengan mengembalikan ruang hidup warga Dago Elos, tetapi juga menuntut pertanggungjawaban atas tindakan represif dan brutal aparat kepolisian selama malam mencekam 14 Agustus 2023 di permukiman Dago Elos.
Saat itu warga menutup jalan depan terminal Dago sebagai ekspresi kekecewaan terhadap polisi ketika menanggapi laporan dugaan penipuan dokumen oleh ahli waris perihal kepemilikan tanah Dago Elos. Warga sebenarnya sudah melakukan negosiasi dengan aparat kepolisian, tetapi aparat lainnya tiba-tiba menembak gas air mata dari arah utara jalan Dago. Aksi ini akhirnya memicu kericuhan.
Sejumlah warga berjatuhan dan mulai mundur ke rumah masing-masing. Namun, aparat kepolisian tetap melakukan tindakan represif, mulai dari intimidasi verbal hingga pemukulan secara fisik, termasuk kepada awak media. Satu di antara beberapa orang yang ditangkap didiagnosis mengalami patah tulang rusuk akibat pemukulan yang dilakukan oleh polisi.
“Efek itu cukup dahsyat,” ujar seorang warga dari atas podium dengan suara lemah. “Mungkin luka-luka secara fisik itu bisa diobati saat itu juga, tapi PR terbesar bagi kami saat itu adalah efek psikis, terutama bagi anak-anak kecil yang entah bagaimana masa depannya yang sudah mendapatkan stigma buruk tentang aparat yang mengirim gas air mata tersebut.”
Baca Juga: Terminal Dago Ada di Pusaran Sengketa Lahan Dago Elos, Kenapa Pemkot Bandung Selama Ini Diam?
Mahasiswa Bandung Mengawal Dago Elos
Festival Kampung Kota 3: Dago Elos Melawan Klaim Investor dengan Solidaritas
Tuntutan Forum Dago Melawan
Konferensi pers pada akhirnya ditutup dengan keterangan resmi dari Forum Dago Melawan terkait beberapa tuntutan mereka:
- Menteri ATR/BPN untuk membentuk Satgas Mafia Tanah dan melakukan investigasi atas dugaan mafia tanah yang dilakukan oleh Trio Muller dan PT. Dago Inti Graha;
- Menteri ATR/BPN untuk mengusut penolakan permintaan sertifikasi tanah Dago Elos yang tidak digubris sejak tahun 1988 oleh Kantor Pertanahan ATR/BPN Kota Bandung;
- Jaksa Agung RI turut tergabung dalam Satgas Mafia Tanah dan melakukan investigasi atas dugaan mafia tanah yang dilakukan oleh Trio Muller dan PT. Dago Inti Graha;
- Komnas HAM RI untuk segera menindaklanjuti 3 (tiga) laporan yang telah kami layangkan terkait kekerasan yang dilakukan oleh Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Bandung kepada warga Dago Elos pada 14 Agustus 2023;
- Komnas Perempuan untuk menindaklanjuti 2 (dua) laporan yang telah kami layangkan terkait dengan kekerasan yang dilakukan oleh Kepolisian kepada warga Dago Elos yang mayoritas korbannya adalah perempuan dan anak pada tanggal 14 Agustus 2023;
- Kapolri sebagai pimpinan tertinggi kepolisian untuk memerintahkan Div. Propam untuk segera melakukan pemeriksaan terhadap anggota Polrestabes Bandung dan/atau Polda Jawa Barat kepada yang melakukan tindakan kekerasan kepada warga Dago Elos pada 14 Agustus 2023, serta melaksanakan proses hukum apabila terdapat unsur tindak pidana;
- Kompolnas RI sebagai lembaga pengawasan eksternal kepolisian melakukan investigasi dan meminta keterangan atas tindakan kekerasan yang dilakukan oleh jajaran anggota Polrestabes Bandung dan/atau Polda Jawa Barat kepada warga Dago Elos pada 14 Agustus 2023.
Bukti-bukti Dugaan Pemalsuan Dokumen oleh Keluarga Muller
Warga Dago Elos memutuskan meninggalkan rumah-rumah mereka menuju Jakarta untuk memperjuangkan ha katas tanah mereka. Mereka datang ke Ibu Kota tidak dengan tangan hampa, melainkan mengantongi sejumlah bukti yang mengarah pada dugaan penipuan dokumen klaim tanah oleh keluarga Muller.
Juru bicara Tim Advokasi Dago Elos Heri Pramono membeberkan latar belakang kasus sengketa lahan ini. Trio Muller yang terdiri dari Heri Hermawan Muller, Dodi Rustendi Muller, dan Pipin Sandepi Muller, serta sebuah perusahaan bernama PT. Dago Inti Graha menggugat warga Dago Elos dengan berbekal tiga surat Eigendom Verponding. Surat tanah dari masa Hindia Belanda yang katanya Miliki George Hendri Muller (kakek dari trio Muller) kemudian dijadikan dasar oleh pengadilan untuk menentukan pemilik hak atas tanah di Dago Elos. Dan menuduh warga tanpa hak menduduki lahan tersebut.
Berbagai macam dokumen disertakan oleh Trio Muller dalam pertempuran di Pengadilan Negeri Bandung hingga Mahkamah Agung. Salah satunya yakni dokumen PAW (Penetapan Ahli Waris), yang secara konsisten dihadirkan sebagai bukti di setiap tingkat pengadilan. Dokumen yang diterbitkan oleh Pengadilan Agama Kelas IA Cimahi tersebut merupakan pegangan untuk membuktikan bahwa mereka adalah anak dari Edi Muller, cucu dari George Hendrik Muller, serta cicit dari Georgius Hendrikus Wilhelmus (GHW).
Namun, pada dokumen PAW dan dokumen-dokumen lainnya, warga Dago Elos beserta tim hukum menemukan keganjilan. Salah satunya dalam PAW, Trio Muller menjelaskan bahwa buyut mereka, GHW Muller, adalah “...orang Belanda kerabat Ratu Wilhelmina Belanda yang ditugaskan di Indonesia.”
“Tetapi, penjelasan itu ternyata hanya sekadar dongeng semata, soalnya tidak ada satupun bukti pendukung atas pernyataan tersebut yang di hadirkan di PAW Trio Muller. Selain itu warga juga menemukan beberapa dokumen yang dapat dijadikan bukti atas pernyataan bohong Trio Muller. Yang kemudian membawa dokumen tersebut ke Polrestabes Bandung sebagai laporan pidana,” terang Heri Pramono, dikutip dari keterangan pers yang diterima BandungBergerak.id.
Warga Dago Elos menilai Muller bersaudara telah memberikan keterangan palsu di muka pengadilan, dengan pernyataan bahwa moyang mereka, GHW Muller ditugaskan oleh Ratu Wilhelmina dari Belanda.
Hasil penelusuran warga, kedatangan GHW Muller ke Hindia Belanda hanya sebagai tukang administratur perkebunan. Hal ini bertentangan dengan pengakuan Trio Muller bahwa buyut mereka ditugaskan oleh seorang Ratu Belanda.
Warga kemudian menemukan bukti bahwa tidak ada Georgius Hendrikus Wilhelmus Muller dalam silsilah anggota Kerajaan Belanda. GHW Muller tidak memiliki hubungan kekerabatan apa pun dengan Ratu Wilhelmina.
Bukti lainnya, warga menemukan penghilangan seorang anak laki-laki bernama Harrie Muller yang mereka ganti menjadi Renih Muller. Beberapa dokumen yang berhasil diakes warga menunjukan bahwa terdapat satu anak laki-laki pertama dari hasil perkawinan George Hendrik Muller dan Roesmah. Dokumen itu warga akses dari Arsip Nasional Belanda yaitu koran duka cita dan dokumen KNIL.
* Mari membaca tulisan-tulisan lain Muhammad Andi Firmansyah, atau artikel-artikel lain tentang Perjuangan Warga Dago Elos