Mendiskusikan Sisi Suram Kota Bandung dalam Film Dokumenter Penggusuran Tamansari
Ada banyak sisi suram Kota Bandung. Penggusuran Tamansari, salahs atunya, diangkat ke dalam film dokumenter Silih Asah, Silih Asuh, Silih Asih.
Penulis Muhammad Akmal Firmansyah30 Desember 2023
BandungBergerak.id - Film dokumenter Silih Asah, Silih Asih, Silih Asuh, yang ditoton dan didiskusikan bersama di kampus Universitas Islam Bandung (Unisba), Kamis, 28 Desember 2023 lalu, menampilkan sisi lain Kota Bandung yang tidak melulu romantis. Ada kezaliman yang diterima warga dalam proyek pembangunan rumah deret Tamansari. Kezaliman yang membuat kita harus berpikir bahwa tren ini akan terus berlangsung di tahun-tahun mendatang.
"Saya ke Bandung itu hal yang pertama terbayang yakni keindahan dan kedamaian. Kurang lebih empat tahun saya di sini, ternyata ada another side dari Bandung. Terdapat persoalan sangat serius yang merupakan kezaliman," kata Aliefiyan Toufik, mahasiswa Telkom University asal Yogyakarta, selaku pembuat film.
Silih Asah, Silih Asih, Silih Asuh merupakan tugas akhir kuliah Aliefiyan yang dikerjakan selama bulan Juni 2023. Diskusi hari itu diselenggarakan secara kolektif oleh Pers Suara Mahasiswa Universitas Islam Bandung (Unisba), Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PHBI) Jawa Barat, Aksi Kamisan Bandung, Dago Melawan , serta Forum Tamansari Bersatu.
Dalam film dokumenter ini, romantisasi Kota Bandung tergambar pada kemegahan bangunan jalan layang Pasupati, yang beberapa bulan lalu diganti nama menjadi Jalan Prof. Mochtar Kusumaatmadja. Sisi muramnya, persis tedapat di bawahnya: RW 11 Tamansari, tempat proyek rumah deret Pemerintah Kota Bandung sampai hari ini masih berjalan.
Pemerhati kota Frans Prasetyo menyebut bahwa proyek pembangunan jalan layang Pasupati yang digulirka sejak 2004 telah menggusur banyak kampung, termasuk Pasar Balubur. Bangunan ini juga menutup aliran sungai.
“Jadi anda bisa bayangkan, Cikapayang tadinya ada, jembatan dari Jalan Dago menuju gerbang itu ada sungai di bawahnya sebelum menjadi Flyover," ungkap Frans.
Pola pembangunan yang merampas ruang terbuka hijau (RTH) ini sayangnya, menurut Frans, terus berlanjut. Pelenyapan kampung RW 11 Tamansari demi rumah deret adalah bukti nyata. Ia kini khawatir, tren serupa akan terus bergulir di tahun-tahun mendatang. Wilayah Tamansari yang membentang hingga jalan Wastukancana akan hilang.
"Ke depan saya bisa prediksi Tamansari akan habis sampai Wastukencana dengan dalih penyediaan ruang terbuka hijau, revitalisasi sungai Cikapundung," ucap Frans.
Meski kampung RW 11 Tamansari saat ini telah lenyap, Frans memberikan apresiasi untuk setiap upaya dan aksi perlawanan sejak tahun 2017 hingga lenyapnya rumah terakhir milik Eva Eryani pada 18 Oktober 2023 kemarin. Banyak cara ditempuh warga untuk memperjuangkan haknya, mulai dari sidang di pengadilan, unjuk rasa di jala, hingga pelaporan ke Ombudsman dan Komnas HAM.
Frans juga merujuk pentingnya kerja pendokumentasian dan pengarsipan yang dilakukan oleh banyak pihak. Mulai dari peliputan media, pembuatan buku dan pameran foto, hingga produksi film dokumenter. Per hari ini sedikitnya sudah ada tiga film tentang Tamansari.
Baca Juga: Pemkot Bandung Menggusur Satu-satunya Rumah Warga Tamansari yang Bertahan dari Proyek Rumah Deret
Pemkot Bandung Sengaja Membentrokkan Warga demi Menggusur Satu-Satunya Rumah di Tamansari
Masih Melawan, Terus Menularkan
Eva Eryani, yang sudah dua bulan terusir dari kampung halamannya di Tamansari, masih bersemangat menjaga api perlawanan. Dia hendak menularkan apa yang sudah dia kerjakan ke titik-titik api lain di Kota Bandung. Kampung-kampung kota, diyakini Eva, adalah penopang utama yang menghidupi kota ini.
"Tamansari adalah tempat saya hidup di kampung kota. Saya harus memberikan dan menularkan semangat kepada kampung kota lainnya, supaya tidak terjadi penggusuran seperti di Tamansari," tutur Eva.
Deti Sopandi dari PBHI Jawa Barat, bercerita bagaimana segala upaya sudah dilakukan untuk mempertahankan hak hidup warga Tamansari selama enam tahun terakhir. Yang terkini, Eva telah mengirimkan surat desakan ke Komnas HAM dan Pemkot Bandung untuk mencabut status warga negara Indonesia (WNI)-nya. "Teh Eva (Eryani) tak pernah meminta tanah dan duit," kata Deti.
*Kawan-kawan dapat membaca tulisan-tulisan lain Muhammad Akmal Firmansyah, atau membaca artikel-artikel tentang penggusuran Tamansari