Warga Sumedang Mengalami Trauma, sebagian masih Tinggal di Pengungsian
Pemerintah wajib melakukan sosialisasi mitigasi bencana agar warga siap. Hasil penelitian terhadap sumber-sumber gempa perlu disosialisasikan kepada warga.
Penulis Tim Redaksi2 Januari 2024
BandungBergerak.id - Warga Sumedang yang terdampak gempa bumi masih mengalami trauma. Ratusan warga masih tinggal di pengungsian. Sejak gempa pertama, tercatat sudah enam kali terjadi gempa susulan dengan kekuatan yang lebih kecil namun traumatis bagi warga.
Iyad Muayid (21 tahun) warga Kelurahan Kotakulon, Kecamatan Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang masih merasakan ketakutan pascalindu yang terjadi tepat di malam tahun baru. "Beberapa orang memilih tidur dipojokan pintu, lapangan terbuka juga teras halaman. Sebagian berkumpul di masjid bergantian menjaga satu sama lain," ungkap Iyad saat dihubungi, Selasa, 2 Januari 2024.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat merilis data terbaru dampak gempa Sumedang, total pengungsi ada 548 orang. Sedangkan untuk rumah rusak ringan sebanyak 303 unit, rumah rusak sedang 92 unit, dan 69 rumah rusak berat. Terdapat juga 14 fasilitas pendidikan yang rusak, 7 tempat ibadah, dan 2 sarana umum.
Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Sumedang, Atang Sutarno mengatakan kondisi aman terkendali. Meski pun ada warga yang mengungsi dikarenakan warga takut dan trauma.
“Pengungsi bukan hanya hancur rumah, tapi rasa trauma dan ketakutan diam dalam rumah. Begitu pun tenaga di sini dari pusat dan provinsi sudah siap," jelas Atang.
Belum Masuk Peta Gempa Indonesia
Gempa Sumedang diduga kuat dari patahan aktif sesar Ciluenyi Tanjungsari, sumber gempa lokal yang posisinya tak jauh dari terowongan kembar Tol Cisumdawu. Dugaan ini hasil analisa Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) maupun pakar gempa, salah satunya Irwan Meliano dari Institut Teknologi Bandung (ITB).
Meski demikian, Irwan mengatakan parameter gempa sesar Ciluenyi Tanjungsari sejauh ini belum banyak diketahui, termasuk detailnya karena belum masuk ke dalam peta gempa Indonesia. Namun bukan berarti keberadaan sesar Ciluenyi Tanjungsari tidak atau baru diketahui.
Menurut Irwan, Badan Geogoli sebagai lembaga yang menyelidiki kegempaan di Indonesia sudah mengetahui sesar Ciluenyi Tanjungsari. Di Indonesia telah ada tim yang tergabung dalam Pusat Studi Gempa Nasional. Tim ini terdiri dari berbagai instansi mulai dari Badan Geologi hingga para pakar dari ITB. Tim ini bertugas untuk mendefinisikan sumber gempa di Indonesia dan kemudian memasukkan ke dalam peta gempa
Namun konsentrasi tim selama ini lebih tertuju pada sumber-sumber gempa besar dengan kekuatan di atas magnitude 6,5. Di Jawa Barat, sumber-sumber gempa besar antara lain sesar Lembang, sesar Cimandiri, sesar Baribis, dan lain-lain.
Kejadian gempa-gempa kecil kemudian membuka mata bahwa mereka pun bisa merusak dan menimbulkan korban. Contohnya yang terbaru gempa Sumedang yang pada kejadian pertama berkekuatan Magnitudo 4,8 Minggu, 31 Desember 2023 pukul 20:34:24 WIB. Hingga 2 Januari 2024 pukul 14.55 WIB, BMKG mencatat sudah 7 kali gempa susulan di kota tahu tersebut dengan kekuatan cenderung menurun.
Gempa dengan kekuatan kecil tersebut mengingatkan pada gempa Cianjur beberapa waktu lalu yang juga bermagnitudo relatif kecil tapi merusak.
“Itu pembelajaran penting dari gempa Cianjur, dan juga gempa Sumedang kemarin, karena ternyata tidak perlu gempa dengan magnitudo besar bisa merusak,” ungkap Irwan Meilano, kepada Bandungbergerak.id, melalui sambungan telepon, Selasa, 2 Januari 2024.
Irwan menjelaskan ada beberapa faktor yang cukup khas di Jawa Barat yang membuat gempa-gempa kecil bisa merusak. Jawa Barat memiliki sumber-sumber gempa, lapisan tanah Jawa Barat umumnya lunak sehingga mudah tergoncang meskipun dengan gempa kecil.
“Kita sebut sebagai faktor amplifikasi, goncangan yang teramplify, atau yang terkuatkan,” jelas Irwan.
Faktor lainnya adalah jumlah penduduk yang padat. Faktor-faktor tersebut merupakan kombinasi yang bikin gempa-gempa kecil tapi berdampak signifikan.
Dengan kondisi ini, kata Irwan mitigasi bencana wajib ditingkatkan. Hal paling mendasar menurut yakni perlu memahami resiko bencana, mendetailkan sumber gempa, memahami potensi goncangan gempa, dan memahami kapasitas infrastruktur yang dibangun.
Pemerintah seharusnya memperkuat literasi kebencanaan di masyarakat. Sering kali masyarakat tidak mengetahui risiko bencana, pengambil kebijakan pun tidak memahami detail potensi bencana di wilayahnya. Berikutnya adalah mitigasi risiko bencana yang mesti diperkuat.
Baca Juga: Gempa Sumedang Menyebabkan Puluhan Rumah Rusak dan Ratusan Pasien Rumah Sakit Dievakusi
Dari Bandung Menyusuri Kampung-kampung Pinggiran di Cianjur yang Terdampak Gempa
Membaca Rentetan Gempa Bumi Pascabencana Cianjur
Dua Segmen Sesar Cileunyi Tanjungsari Sumedang
PVMBG Badan Geologi telah melakukan penelitian mengenai Sesar Cileunyi Tanjungsari Sumedang sejak 2008. Penyelidik Bumi Madya PVMBG Supartoyo mengatakan, sesar ini membentang mulai dari Cileunyi, Kabupaten Bandung, Tanjungsari, Cadas Pangeran, Kabupaten Sumedang.
Sesar Cileunyi Tanjungsari terbagi dua segmen, yakni segmen barat dengan panjang 6,69 km dan berpotensi menghasilkan gempa bumi dengan magnitudo maksimum 6,08, serta segmen timur dengan panjang 11,28 km berpotensi menghasilkan kekuatan gempa magnitudo maksimum 6,3.
Sesar Cileunyi Tanjungsari tergolong sesar aktif, sama halnya dengan sesar lain di Jawa Barat sepert sesar Lembang. "Sesar aktif pernah aktif 11 ribu tahun termasuk sesar Lembang dan Sesar Cileunyi Tanjungsari," kata Supartoyo.
Sesar Cileunyi Tanjungsari memiliki riwayat gempa pada 1972, tahun 2010, dan tahun 2022. Karena itu, Supartoyo menyebut upaya mitigasi wajib bagi pemerintah setempat dan masyarakat. Mulai dari upaya struktural membangun tahan fisik gempa dan jalur evakuasi sampai upaya mitigasi nonstruktural dengan meningkatkan kapasitas pemerintah serta masyarakat dalam menghadapi gempa.
”Misalnya meningkatkan kegiatan sosialisasi, lalu ada simulasi, menyusun peraturan," jelas Supartoyo.
Ia menambahkan, PVMBG telah memberikan rekomendasi terkait pembangun Tol Cisumdawu (Cileunyi, Sumedang, dan Dawuan) yang dekat dengan jalur sesar.
”Selalu menggirimkan informasi setiap bencana geologi, bukan hanya gempa bumi tsunami. Itu selalu himbau di wilayah rentan bencana," ungkapnya.
*Artikel ini hasil liputan reporter BandungBergerak.id Emi La Palau dan Muhammad Akmal Firmansyah