• Kolom
  • SISI LAIN SCHOEMAKER #19: Pergi ke Jazirah Arab

SISI LAIN SCHOEMAKER #19: Pergi ke Jazirah Arab

Karakter Wolff Schoemaker semakin identik dengan budaya masyarakat koloni. Ia menjadi muslim, berziarah ke Mekah, bahkan memelihara macan, singa, dan ular berbisa.

Hafidz Azhar

Penulis esai, sejak September 2023 pengajar di Fakultas Ilmu Seni dan Sastra Universitas Pasundan (Unpas), Bandung

Wolff Schoemaker saat berkunjung ke Mesir. (Foto: Reproduski dari buku Arsitektur Tropis Modern: Karya dan Biografi C.P. Wolff Schoemaker karya C.J. van Dullemen)

19 Januari 2024


BandungBergerak.id – Empat tahun setelah resmi menjadi seorang Muslim, Wolff Schoemaker melakukan perjalanan ziarahnya ke Jazirah Arab untuk melangsungkan ibadah haji. Beberapa koran berbahasa Belanda, seperti Het Vadeland 1 Juli 1938, Het Ochtenblad van de Avondpost 3 Juli 1938, Het nieuws van den dag, 15 April 1939, dan juga  De Indische Courant  22 Juni 1938 turut menginformasikan kepergian Wolff Schoemaker tersebut. Selain itu, media lokal seperti Sipatahoenan edisi 25 Juni 1938 termasuk koran yang mengabarkan rencana kepergian Wolff Schoemaker dari Indonesia menuju Tanah Mekah.

Sebelum menapaki Jazirah Arab, Wolff Schoemaker ditugaskan untuk mengganti saudaranya, Richard Leonard Arnold Schoemaker, yang menjadi guru besar Technische Hoogeschool (THS) di Delft. Dari Hindia Belanda Schoemaker berlayar menaiki kapal Sibajak pada 10 Agustus 1938 (Sipatahoenan, 25 Juni 1938). Konon, digantikannya Richard oleh Wolff Schoemaker, merupakan regulasi dari pihak pemerintah sebagai program pertukaran selama satu tahun. Sementara Richard sendiri mengajar untuk THS Bandung selama satu semester.

Di samping itu, kepergian Wolff Schoemaker ke Belanda tidak dijalaninya dengan sendiri. Ia didampingi juga oleh istri keempatnya, Croontje Hilgers bersama Nachita, anak perempuan dari istrinya yang ketiga (Dullemen, 2018:66).

Baca Juga: SISI LAIN SCHOEMAKER #16: Polemik Masjid Cipaganti Bagian I
SISI LAIN SCHOEMAKER #17: Polemik Masjid Cipaganti Bagian II
SISI LAIN SCHOEMAKER #18: Masjid Cipaganti Diresmikan

Perjalanan ke Mekah

Keberangkatan Wolff Schoemaker memang ditujukan ke negeri Belanda. Akan tetapi, di luar itu ia pun melawat ke Mesir, sebelum menuju ke Mekah untuk melangsungkan ritual ibadah haji. Pada tahun 1939, Schoemaker meminta untuk memperpanjang masa tinggalnya di Eropa kepada Pemerintah Hindia. Di masa itu Schoemaker menikmati waktu singkatnya di Mesir, namun ia terpaksa tidak dapat melanjutkan tugas mengajarnya karena sakit (Het nieuws van den dag, 15 April 1939). Konon, menurut penjelasan Dullemen (2018), Schoemaker menderita sakit perut dan mesti menjalani operasi. Sepulangnya dari Mekah kesehatan Schoemaker semakin menurun, bahkan, katanya, ia juga mengalami kebutaan pada satu matanya akibat penyakit tifus.

Selain melawat kawasan Arab, Wolff Schoemaker juga berkunjung ke Hongaria dan Jerman. Tidak ada keterangan lebih lanjut untuk apa Schoemaker melakukan perjalanannya ke dua negara di Eropa itu. Apalagi, ia tidak dapat menikmati perjalanannya karena kondisi fisik dan tugasnya di Delft, sehingga Schoemaker harus mempertimbangkan kepentingan utamanya (Het nieuws van den dag, 15 April 1939).

Sebuah foto yang didokumentasikan oleh van Dullemen memperlihatkan perjalanan Wolff Schoemaker ketika dirinya sedang berada di kawasan yang bernuansa gurun. Foto tersebut juga menampilkan tiga orang mengenakan gamis dan berpeci, bersama satu gadis yang sedang menunggangi unta.  Sementara Wolff Schoemaker berpose di sebelah unta disertai dengan latar piramida di belakangnya.

Meski Schoemaker melakukan ritual haji ke Tanah Mekah, tetapi tidak banyak dijelaskan secara rinci seperti apa proses dirinya untuk mencapai kawasan Jazirah Arab itu. Yang jelas, mayoritas media hanya mengabarkan bahwa setelah lawatannya ke Mesir dan menetap di Belanda, Schoemaker melangsungkan perjalanannya ke Mekah untuk mengikuti ibadah haji. Hal ini sebagaimana dilaporkan oleh Het Ochtenblad van de Avondpost 3 Juli 1938, yakni jika “Profesor Schoemaker yang telah diketahui menjadi Muslim, mengusulkan untuk tinggal beberapa waktu di Kairo, Mesir. Setelah itu selama beberapa Minggu, ia akan melanjutkan perjalanannya ke  Belanda. Lalu pada bulan Desember 1938 Schoemaker akan meninggalkan Belanda dalam waktu sementara untuk melakukan ritual ibadah haji ke tanah Arab”.

Artinya, sebelum tiba di Belanda, Schoemaker berkunjung terlebih dulu ke Mesir. Setelah itu ia melanjutkan perjalanannya ke Belanda lalu meninggalkan Belanda untuk mengikuti ibadah haji di bulan Desember 1938.

Hampir sama dengan Het Ochtenblad van de Avondpost, dalam Bataviaasch Nieuwsblad 22 Juni 1938 tercatat jika Wolff Schoemaker akan tiba di Delft pada bulan September. Pada bulan Desember 1938 Schoemaker diperkirakan akan meninggalkan Belanda menuju Arab untuk melaksanakan ibadah haji. Tentu saja, kedua berita ini ditulis sebelum Schoemaker berangkat. Namun, kabar selanjutnya muncul di tahun 1939, bahwa Schoemaker berhasil melakukan perjalanan ke Mesir dan Belanda, lalu menginjakkan kakinya di Tanah Mekah (Dullemen, 2018, Het Nieuws van den dag, 15 April 1939).

Selain mengacu pada laporan media sezaman, catatan mengenai kepergian Wolff Schoemaker ke Mekah tercantum dalam penelitian Matijn Veneendaal. Tesis yang diberi judul Building Modernity: Indiische Architecture and Colonial Autonomy ,1920-1940 (2015) itu memang tidak komprehensif menjelaskan perjalanan Schoemaker dari Hindia Belanda ke negeri Arab. Akan tetapi yang menjadi menarik, penelitian itu menghubungkan kondisi iklim dan kultur di Hindia Belanda dengan kepribadian sang arsitektur sebagai orang Eropa. Hal ini lebih lanjut dijelaskan bahwa sebagai bangsa Eropa pendatang, Charles Wolff Schoemaker banyak terpengaruhi oleh lingkungan tropis dan budaya Hindia. Pengaruh itu disebut-sebut berimplikasi pada identitas diri dan perubahan budaya personal yang cukup besar, terutama pada karakter Wolff Schoemaker yang belakangan semakin identik dengan budaya masyarakat koloni. Sebagai contoh, ia menjadi Muslim, lalu melakukan ziarah ke Tanah Mekah, bahkan mempunyai seekor macan kumbang dan beberapa ekor ular berbisa di rumahnya.

Terkait hewan peliharaan, van Dullemen juga menjelaskan jika di rumahnya, Wolff Schoemaker tidak hanya memelihara seekor macan dan ular berbisa. Konon, ia juga memelihara seekor singa dan boa pembelit yang berada di pekarangan rumahnya. Ketika para pejabat senat mahasiswa berkunjung ke rumahnya, tidak sedikit di antara mereka merasa ketakutan saat memasuki ruangan yang berisi ular berbisa. Kendati para tamu itu sudah diyakinkan oleh adanya antiracun, mereka masih merasa ketakutan saat memasuki salah satu studio yang terisi ular berbisa, sehingga ini menjadi keunikan tersendiri pada kepribadian Schoemaker sebagai seorang Eropa Muslim yang telah menunaikan ritual haji.

*Kawan-kawan dapat membaca tulisan-tulisan lain dari Hafidz Azhar, serta artikel-artikel lain bertema sejarah.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//