Peringatan 17 Tahun Aksi Kamisan di Bandung, Jalan Panjang Penuntasan Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia
Rezim silih berganti, Aksi Kamisan tetap berdiri. Memperingati 17 tahun gagalnya negara menuntaskan kasus pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia).
Penulis Muhammad Jadid Alfadlin 19 Januari 2024
BandungBergerak.id – Tepat Kamis kemarin, Aksi Kamisan genap berusia 17 tahun. Terhitung sejak pertama kali dilaksanakan pada tanggal 18 Januari 2007, sudah sebanyak 802 hari Kamis yang dihabiskan oleh sekumpulan orang berpayung hitam berdiri dan berorasi menghadap Istana Merdeka, Jakarta menuntut penuntasan berbagai kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang pernah terjadi di Indonesia.
Kasus-kasus pelanggaran HAM itu sejak lama tak pernah mendapatkan keadilan dan kepastian hukum, bahkan meski pemegang kekuasaan tertinggi yang mengisi istana tersebut telah berganti berkali-kali.
Di Bandung, peringatan 17 tahun Aksi Kamisan dilaksanakan di pelataran Kantor Gubernur Jawa Barat, Gedung Sate. Diwarnai hujan gerimis, peringatan Aksi Kamisan Bandung diisi orasi, penampilan teatrikal pantomim yang dilakukan oleh Wanggi Hoed, salah satu seniman pantomim Bandung.
Zan, salah satu pegiat Aksi Kamisan Bandung, merasa mirisnya karena sudah 17 tahun Aksi Kamisan berjalan tetapi penuntasan hak-hak dasar warga negara masih belum terpenuhi.
“Pada akhirnya, apa yang diucapkan Presiden, baik itu pada janji-janji pemilu maupun janji-janji ketika ditemui oleh keluarga korban, itu cuma janji omong kosong belaka,” tegas Zan.
Bagi Zan, Aksi Kamisan ialah monumen peringatan sebagai episentrum perlawanan terhadap kesewenang-wenangan negara. Selama perjalanan 17 tahun Aksi Kamisan berlangsung menjadi bukti bahwa negara gagal dalam penanganan penuntasan kasus pelanggaran HAM.
Negara Belum Memprioritaskan Rakyat
“Bagaimana proyek strategis nasional (PSN), apakah pembangunannya sudah prorakyat? Sudah properempuan?” tanya Maulida, dalam orasinya di hadapan massa Aksi Kamisan Bandung.
Maulida, selaku perwakilan dari LBH Bandung menuturkan, pembangunan yang dilakukan pemerintah hari ini belum menjadikan rakyat sebagai prioritas. Sebagai contoh, proyek strategis nasional pembangunan Kereta Cepat Whoosh belum bebas dari pelanggaran HAM. Pembangunan proyek tersebut didapatkan dari hasil menggusur banyak hal, di antaranya ruang hidup dan perempuan.
Contoh lainnya ialah implementasi Undang-undang Tindak Pidana Kererasan Seksual (UU TPKS) yang masih belum bisa benar-benar melindungi korban. “Pengalaman kami mendampingi korban-korban kekerasan seksual, itu masih sulit mendapatkan akses keadilan. Korban-korban dipersulit oleh negara,” lanjut Maulida.
Sejalan dengan apa yang disampaikan Maulida, Herry Ucok Sutresna salah satu orator dalam kegiatan Aksi Kamisan Bandung menjelaskan, kasus-kasus serupa masih terjadi hingga saat ini.
“Pekerjaan rumah bagi banyak kawan-kawan, yang harus dilakukan di akar rumput karena moment-momen yang menyebabkan Aksi Kamisan ini hadir, seperti penghilangan orang, penindasan, perampasan lahan, dan lain sebagainya masih terjadi hingga saat ini,” kata Ucok.
Baca Juga: PROFIL AKSI KAMISAN BANDUNG: Sewindu Merawat Ingatan
Bandung Hari Ini: Setelah Deklarasi Kota HAM, lalu Apa?
Bandung Hari Ini: Aksi Seniman Pantomim Wanggi Hoed Dihentikan Polisi
Aksi Jalan Mundur dan Teatrikal Pantomim
Peringatan 17 tahun Aksi Kamisan di Bandung diwarnai jalan mundur seniman pantomim Wanggi Hoed. Ia melakukan aksi jalan mundur sejauh kurang lebih 2-3 kilometer, dimulai dari Gedung Indonesia Menggugat, Jalan Perintis Kemerdekaan hingga berakhir dengan bergabung bersama massa Aksi Kamisan Bandung di depan Gedung Sate, Jalan Diponegoro.
“Jalan mundur menjadi tantangan tersendiri untuk pikiran kita, untuk jiwa kita dan kesadaran kita terkait bagaimana kita juga hari ini bersama-sama dengan teman-teman lainnya di Aksi Kamisan Bandung memperingati 17 Tahun Aksi Kamisan,” terang Wanggi Hoed.
Selama dalam perjalan di aksi jalan mundur yang dilakukannya, Wanggi Hoed menyadari sebenarnya banyak orang yang telah mengetahui dan mulai sadar dengan aksi yang dilakukannya. Namun menurutnya hal tersebut masih belum cukup, masyarakat masih perlu dijemput dan dihampiri secara langsung guna dapat terlibat lebih.
Di hadapan massa Aksi Kamisan Bandung, Wanggi Hoed kemudian melakukan aksi pantomim dengan mengangkat dan memberikan poster, megaphone, dan payung hitam yang menyimbolkan Aksi Kamisan kepada beberapa massa aksi. Aksi ini sebagai simbol regenerasi atau estafet dalam Aksi Kamisan.
“Aksi Kamisan adalah milik bersama, Aksi Kamisan adalah milik rakyat,” terang Wanggi Hoed.
*Kawan-kawan bisa membaca artikel-artikel lain dari Muhammad Jadid, atau tulisan-tulisan menarik lain tentang Aksi Kamisan Bandung