• Narasi
  • CERITA GURU: Ketika Saya Duduk di Kelas Prof. Hamid Hasan

CERITA GURU: Ketika Saya Duduk di Kelas Prof. Hamid Hasan

Hamid Hasan adalah seorang guru, aktivis, juga pakar kurikulum yang kritis. Ia kembali ke pangkuan Yang Mahakuasa dalam usia 79 tahun pada Jumat, 19 Januari 2024.

Laila Nursaliha

Desainer Kurikulum. Berminat pada Kajian Curriculum Studies, Sains dan Teknologi pendidikan, serta Pendidikan Guru.

Prof. (Em). S. Hamid Hasan, M.A., Ph.D. (Foto: Laila Nursaliha)

24 Januari 2024


BandungBergerak.id – Said Hamid Hasan dikenal sebagai ketua pelaksana Pengembang Kurikulum 2013. Sejak tahun 2012, ia melalui masa purnabakti hingga saat saya berjumpa dengannya tahun 2020. Pada tahun itu perjumpaan kami kelas pertama yang mengantarkan saya kepada kelas-kelas beliau selanjutnya. Waktu itu beliau mengampu mata kuliah Evaluasi Kurikulum. Sebab belum cukup, saya kembali mengikuti sit in di kelas yang sama dan mata kuliah yang lainnya.

Ia membuka kelasnya dengan satu ritual khas yaitu pertanyaan. Kami mahasiswanya bebas bertanya apa mengenai apa saja. Tidak perlu takut, apalagi dianggap bodoh. Baginya, bertanya adalah bertanya. Bertanya adalah proses belajar.

Bagi Hamid, melatih mahasiswa untuk berpikir kritis adalah sebuah kewajiban. Ia selalu merujuk kepada taksonomi berpikir Bloom. Tak lupa, ia pun akan menjelaskan contoh-contoh berpikir dari tahap yang sederhana hingga rumit, dari yang ringan sampai mendalam. Meskipun taksonomi ini begitu canggih kelihatannya dan sudah masuk ke Indonesia pada tahun 1975 namun tak juga sampai bisa dipraktikkan secara benar dalam kebanyakan kelas-kelas di Indonesia.

Landasan ayat “afalaa ta’qiluun” (tidakkah kamu berpikir?) merupakan sesuatu yang sering diulang-ulang bahwa manusia semestinya berpikir. Di dalam ruang kelas, salah satu perwujudan dari berpikir dan mengolah informasi adalah dengan bertanya. Sehingga Hamid senang sekali apabila ada mahasiswa-mahasiswanya yang bertanya atau mengajukan pendapat. 

Baca Juga: Bob Anwar, Guru Honorer yang Berumah dalam Musik
Catatan untuk Guru Husein
CERITA GURU: Musisi yang Menjadi Pendidik

Mendidik adalah Membantu Peserta Didik

“Selama ini, kita sering menghukum peserta didik atas sesuatu yang tidak bisa dilakukannya.” Itu salah satu kalimat yang diutarakan oleh Hamid ketika membahas mengenai penilaian peserta didik.

Penggunaan teknik penilaian yang memberikan hukuman kepada peserta didik sering kali digunakan. Seperti penilaian yang membuat peserta didik tidak naik kelas. Mari kita amati kembali, peserta didik datang ke sekolah untuk belajar. Jika peserta didik melakukan kesalahan ketika belajar adalah sesuatu yang wajar. Seharusnya, sebagai guru adalah membenarkan dan bersabar terhadap peserta didik yang sedang belajar.

Maka itulah, lelaki kelahiran Mentok, Bangka itu sering kali menekankan bahwa pendidikan bukanlah sarana untuk menghukum peserta didik. Hal ini ia utarakan ketika pembahasan penilaian.

Bukan sekedar ajaran yang di kelas, tapi ia juga sering memberikan contoh di dalam kelas. Melalui berbagai macam metode yang dilakukan kepada mahasiswa, ia mencontohkan bagaimana guru harus mengajar. Dengan metode yang ia praktikkan dan kami menjadi peserta didiknya, calon guru maupun guru akan paham bagaimana memberikan pembelajaran di ruang kelas.

Di tengah kesibukannya, ia termasuk dosen yang cukup responsif untuk menanggapi urusan dan membantu mahasiswa dalam segala bidang. Sehingga guru bisa jadi partner belajar yang menyenangkan. Selain urusan pikiran dan intelektualitas, Hamid juga merupakan sosok yang merawat jiwa dan mengembangkan keterampilan peserta didik. Jiwa adalah inti dari manusia. Kemampuan manusia untuk mengerti jiwanya merupakan satu yang perlu dimiliki oleh seorang guru.

Guru Aktivis

Selain menjadi aktivis semasa mahasiswa di IKIP Bandung antara tahun 1963-1966, Hamid meneruskan aktivismenya setelah ia lepas dari statusnya sebagai mahasiswa. Baginya, menjadi sarjana bukan hanya menjadi pakar dalam bidang intelektualitas tapi perlu membawa perubahan bagi lingkungan sekitar atau sosialnya.

Menjadi guru bukanlah soalan menguasai beragam metode dan teknik. Menjadi guru bukanlah soalan mengumpulkan sertifikat pelatihan. Menjadi guru adalah soalan memahami peserta didik. Menjadi guru bukanlah menjadi tukang dari kurikulum yang tidak dipahaminya. Menjadi guru seperti menjadi dokter: mencegah dan mengobati penyakit, ditambah mengembangkan daya sebagai manusia.

Menjadi guru bisa menjadi begitu spesifik. Terkadang, tidak perlu teknologi yang canggih bila tak dibutuhkan. Guru bisa berhasil mendidik anak didik apabila ia sangat menguasai dan memahami apa kebutuhan peserta didik dan bagaimana cara menanganinya.

Di kelasnya pun, kami dianjurkan untuk membuat sebuah perubahan sosial. Pendidikan adalah untuk mengubah cara pandang dan memfasilitasi berbagai macam cara pandang peserta didik. Lalu harus selalu mengikuti perkembangan zaman.

Selain mengajar dan menjadi dosen di IKIP Bandung yang sekarang berubah namanya menjadi Universitas Pendidikan Indonesia, Hamid juga terlibat dalam beberapa kegiatan dan menduduki beberapa posisi strategis seperti tim perumus Reformasi Pendidikan di Indonesia, Ketua tim Perubahan IKIP Bandung menjadi Universitas Pendidikan Indonesia, Ketua Pelaksana Pengembang Kurikulum 2013. Ia juga terlibat aktif dalam beberapa pengembangan kurikulum sebelumnya, sejak PPSP, Kurikulum 1975, Kurikulum 1984, dan juga anggota Tim perumus Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003.

Sebelumnya, H.A.R. Tilaar pun pernah memberikan penjelasan bahwa mungkin Prof. Hamid adalah pakar kurikulum yang kritis yang langka di Indonesia. Sebab, di mana pun Hamid berada, ia akan mengutarakan dan meluruskan mengenai kurikulum dan aspek fundamental dari kurikulum itu sendiri.

Hingga penghujung usianya, ia masih aktif mengajar di Fakultas Ilmu Sosial. Tentu ia masih membimbing kami mahasiswanya dan binaannya.  Pada tanggal 10 Maret 2024 merupakan usianya ke 80 tahun. Rencananya kami sudah mempersiapkan sebuah kegiatan untuk merayakan syukuran untuk usianya beliau. Guru yang welas asih, kembali ke pangkuan Yang Mahakuasa dalam usia 79 tahun pada hari Jumat, 19 Januari 2024. Dari hulu ke hilir, begitulah kami diajari oleh lelaki yang kini telah berpulang, untuk selalu memahami segala sesuatu secara menyeluruh.  

Ketika saya duduk di kelas Prof. Hamid, saya merasa beruntung mendapatkan guru seperti Prof. Hamid. Dibaliknya, beliau juga memiliki guru yang mengajarkannya menjadi guru tepat seperti bagaimana mengajarkan sesuatu kepada kami. Mengalami sendiri bersama guru yang baik merupakan sebuah anugerah yang perlu diteruskan dan dibudayakan. Pengalaman yang baik akan berterusan menjadi baik.

*Tulisan ini untuk mengenang Prof. (Em). S. Hamid Hasan, M.A., Ph.D.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//