• Cerita
  • Drama A Christmas Carol, Belajar Menerima dan Memaafkan Diri Sendiri

Drama A Christmas Carol, Belajar Menerima dan Memaafkan Diri Sendiri

Teater Topeng UKM Universitas Kristen Maranatha menampilkan teater adaptasi dari karya Charles Dickens. Mengajak untuk menerima diri sendiri.

Ebenezer Scrooge (kiri) dan hantu yang menjelma menjadi Lotty, adik Ebenezer (kanan), dalam pentas Teater Topeng di Universitas Maranatha, Bandung, 20 Januari 2024. (Foto: Salma Nur Fauziyah/BandungBergerak.id)

Penulis Salma Nur Fauziyah25 Januari 2024


BandungBergerak.idTirai merah beludru perlahan terbuka: menampilkan dua latar tempat; satu sebuah ruang kerja dan satu lagi suasana jalanan pada malam Natal di London abad ke-18. Dua latar ini terlihat sangat kontras. Dalam kehangatan perapian, ruang kerja terasa sunyi dan hanya terdapat satu orang yang terlihat sibuk bekerja. Berbeda dengan di luar, meski dingin karena turun salju, tiga orang anak bernyanyi riang gembira sambil berusaha mengumpulkan sumbangan.

Ketika sibuk bercengkerama satu sama lain, seorang pria tua berwajah angkuh masuk. Dialah Ebenezer Scrooge, sang tokoh utama cerita ini. Ketiga anak itu; Beatrice, Charlie, dan Anna menyapa Ebenezer. Charlie bahkan mencoba meminta sumbangan kepada Ebenezer, meski sudah diperingatkan oleh Beatrice bahwa akan sia-sia meminta sumbangan kepada si pelit Ebenezer Scrooge.

Terbukti. Bukannya mendapatkan sekeping koin emas, mereka dihardik dan disuruh pergi oleh Mr. Scrooge. Ebenezer lantas masuk ke dalam kantor, bergabung dengan Bob Cratchit, pegawai setianya, yang sudah sedari awal sibuk bekerja di malam Natal tersebut.

Itulah awal-awal adegan dari Pentas Besar Teater Topeng UKM Universitas Maranatha. Pentas ini membawakan adaptasi bebas dari karya sastrawan Inggris tersohor, Charles Dickens, yaitu A Christmas Carol yang terbit pada tahun 1843. Sebelumnya, pertunjukan teater ini sudah dimulai sejak tanggal 13 Januari lalu dan dipentaskan kembali di tanggal 20 Januari di Ruang Teater GAP lantai 8, Universitas Kristen Maranatha.

Menurut Chrisnina Yamin, Production Manager, Pentas Besar ini adalah kegiatan yang dibangkitkan kembali setelah vakum akibat pandemi Covid-19 melanda beberapa waktu silam.

“Acara ini dilaksanakan sebagai wadah bagi setiap anggota Teater Topeng untuk mengembangkan dirinya dalam setiap bidang pementasan,” tulis Chrisnina dalam kata pengantar dari booklet pertunjukan.

Jessica Priscilla Nangoi, selaku penulis naskah dan juga director adaptasi ini, ingin memperlihatkan cerita A Christmas Carol dari sudut pandang yang lebih personal, meski Dickens menulisnya sebagai kritikan keras terhadap situasi London pada masa itu. Kemiskinan yang melanda London diperprah dengan pudarnya nilai-nilai moral dan kedermawanan di masyarakat. Lewat karyanya, Dickens ingin pula mengajak masyarakat luas untuk merenungi kembali nilai-nilai Natal yang seharusnya.

Namun, di tangan Alumni Mahasiswi Sastra Jepang Universitas Maranatha ini, cerita A Christmas Carol memperlihatkan sisi kegelisahan manusia dan rasa kehilangan yang dimanifestasikan ke dalam karakter-karakternya. Kegelisahan dan rasa kehilangan yang mungkin dianggap sudah, sedang, atau bahkan akan dihadapi oleh semua orang.

“Cerita ini didedikasikan untuk setiap orang yang pernah, sedang, atau akan mengalami kehilangan. Dengan kata lain, cerita ini didedikasikan untuk kita semua. Percayalah (bahkan jika saat ini tidak masuk akal), setiap ada yang hilang, akan ada yang baru—atau yang kembali,” kata Jessica, saat memberikan sambutan pertunjukan.

Pentas Teater Topeng UKM Universitas Maranatha, Bandung, membawakan karya Charles Dickens berjudul A Christmas Carol, 20 Januari 2024. (Foto: Salma Nur Fauziyah/BandungBergerak.id)
Pentas Teater Topeng UKM Universitas Maranatha, Bandung, membawakan karya Charles Dickens berjudul A Christmas Carol, 20 Januari 2024. (Foto: Salma Nur Fauziyah/BandungBergerak.id)

Baca Juga: Candu Teknologi dalam Pertunjukan Teater Drastis
Teater Sunda Kiwari dan Totalitasnya Melestarikan Bahasa Sunda
Menyuarakan Kritik lewat Teater

Menerima dan Memaafkan Diri

“Satu rantai untuk satu nyawa,” kata Jacob, memberi peringatan kepada Ebenezer. Nasib Ebenezer akan menjadi seperti dirinya Jacob jika ia tidak berubah menjadi orang baik.

Jacob memberitahu akan ada tiga hantu yang mendatanginya malam Natal ini; The Ghost of Christmas Past, The Ghost of Christmas Present, dan The Ghost of Christmas Future.

Masing-masing hantu berdatangan seiring dentingan bel yang kian bertambah. Dimulai dari The Ghost of Christmas Past yang menjelma menjadi sang ayah dan membawanya kepada masa lalu yang ingin ia kubur dalam-dalam.

Lalu, sebuah realitas diperlihatkan oleh The Ghost of Christmas Present yang menjelma sebagai Lotty (Charlotte Marie Scrooge), tentang kesederhanaan yang hangat keluarga Bob Cratchit beserta fakta Anna yang menderita asma.

Terakhir, The Ghost of Christmas Future datang dengan penampilan misteriusnya. Tanpa banyak berbicara, si hantu memperlihatkan Ebenezer ke masa depan, tentang kematian Anna karena ulah pelitnya hingga tidak ada seorang pun yang mengunjungi makamnya. Ternyata sang hantu Natal masa depan itu adalah sahabat Ebenezer sendiri, Jacob.

Dalam perasaan tidak layak untuk memperbaiki dan membebaskan dari kutukan, Jacob hadir meyakinkan Ebenezer bahwa ia layak dan bisa untuk itu. "Kau layak untuk mendapatkan kesempatan kedua dan kau layak mendapatkan kebahagiaan," ujar Jacob.

Lewat keyakinan Jacob dan semua perjalanan itu membuat Ebenezer belajar untuk menghadapi masa lalu yang menyakitkan dan berusaha menerimanya dengan ikhlas rasa kehilangan. Selain itu, perjalanan ini membuatnya membuka mata akan realitas yang ada dan bagaimana menatap masa depan. Ia pun meminta maaf dan segera kutukan itu lepas.

“Jangan lupakan dirimu, Ebenezer,” kata sang sahabat saat akan berpisah dengan Ebenezer.

Mulai saat itu, Ebenezer menata kembali semuanya dari awal. Ia mulai menyumbangkan dana kepada anak-anak dan memberikan bonus Natal kepada Bob. Dan, pada akhirnya, ia memenuhi undangan pesta Natal keponakannya, Frederica.

“Setiap kali ada yang hilang, juga ada pula yang baru. Akan ada juga yang kembali.”

*Kawan-kawan yang baik bisa membaca tulisan lain dari Salma Nur Fauziyah, atau artikel-artikel menarik lain tentang Pertunjukan Teater

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//