• Opini
  • SOE HOK GIE DAN KORAN MAHASISWA INDONESIA CABANG BANDUNG #1: Selamat Jalan, Lilin Kecil yang Selalu Menyala!

SOE HOK GIE DAN KORAN MAHASISWA INDONESIA CABANG BANDUNG #1: Selamat Jalan, Lilin Kecil yang Selalu Menyala!

Soe Hok Gie meninggal dunia setelah menghirup gas beracun Mahameru. Punya kedekatan tersendiri dengan koran Mahasiswa Indonesia cabang Bandung.

Muhammad Akmal Firmansyah

Mahasiswa Ilmu Sejarah UIN SGD Bandung dan Jurnalis BandungBergerak.id sejak 12 Juni 2022

Foto di surat kabar mingguan Mahasiswa Indonesia cabang Bandung saat memberitakan kematian aktivis Soe Hok Gie. (Foto: Muhammad Akmal Firmansyah/BandungBergerak.id)

27 Januari 2024


BandungBergerak.id - Kabar duka itu dikabarkan Surat Kabar Mahasiswa Indonesia (MI) Cabang Jawa Barat, di halaman depan. Para pelayat berdatangan ke Aula Teater Fakultas Sastra Universitas Indonesia, 16 Desember 1969. Di ketinggian Mahameru, seorang demonstran bernama Soe Hok Gie pergi menuju bintang-bintang.

“Dan bunga-bunga terindah negeri ini, disebarkan sekali lagi, sementara sapu tangan menahan tangis, sementera Desember menaburkan gerimis,” sepenggal bait sajak itu dimuat di atas foto obituari tersebut. Tidak ada ucapan yang paling berat selain mengatakan: “Selamat Djalan!”.

Surat Kabar Mahasiswa Indonesia Jawa Barat terbit di Bandung, beralamat di Jalan Tamblong Dalam nomor 1. Edisi nomor 185 minggu ke-IV Tahun 1969 merupakan usia tahun keempat surat kabar ini. Pada catatan editorialnya, redaksi memberi judul “IN MEMORIAM SOE-HOKGIE”, tentang nyala api lilin kecil yang Gie sampaikan tetap teguh hingga akhir hayatnya.

“Sebagai seorang pejuang, meskipun masih muda usia, Soe Hok Gie bukanlah seorang anak kemarin, sejak pagi-pagi ia telah bangkit melawan rezim Sukarno dan kelalimannya,” demikian editorial tersebut.

Soe Hok Gie yang aktif menjadi koresponden dan kritis dalam tulisan-tulisannya, konsisten melawan Manipol dan Nasakom. Meskipun ia dan kelompoknya hanyalah satu kekuatan kecil dikala itu.

“Kepada teman-temannya di depan api unggun di Gunung Merapi Hokgie pernah berkata. ‘..dalam kegelapan sekarang ini, justru kitalah yang menjadi lilin... betapa besarnya arti sebuah lilin di tengah kegelapan yang menakutkan. Dengan sikap yang jujur kita tunjukan, bahwa tidak semua orang munafik’. Dan ini adalah sumber inspirasi untuk masa depan.”

Keteguhan Soe Hok Gie tercermin tidak hanya dalam tulisan-tulisannya yang seperti palu godam. Ia tidak hanya bersorak ramai menumbangkan Orde Lama era Sukarno, namun gigih juga melawan kezaliman Orde Baru. Ia protes keras terhadap pembantaian orang-orang PKI tanpa peradilan oleh Orde Baru.

“Ia tidak segan-segan mengencam rekan-rekannya, mengencam pemimpin-pemimpin yang menamakan dirinya Orde Baru tetapi berperilaku tidak lebih dari Orde Lama,” tulis Surat Kabar Mahasiswa Indonesia Cabang Jawa Barat.

Soe Hok Gie tidak hanya pemikir, ia bertindak dengan moralnya. Maka tidak salah bila ia disebut puritan. “Apa yang dituliskan dan diucapkannya ia perjuangkan, dan bersama dengan itu ia buktikan dengan perbuatan di dalam dirinya sendiri. Jika ia menentang pengotakan ideologis misalnya, maka ia pun melepaskan segala macam ikatan kotak-kota ideologi dari dirinya,” lanjut Surat Kabar Mahasiswa Indonesia Cabang Jawa Barat.

Jalan keadilan yang ditempuh tidak semulus itu, hingga akhirnya di akhir hayat lambing keadilan selalu menjelma pada diri Gie. Di tengah zaman yang tidak pasti, menuju tahun ke-70 di puncak tinggi itu Gie meninggal bersama kawan seperjuangan Idan Lubis. “Selamat jalan! Dan bagi kita yang menundukkan kepala atas kepergian, wajib bertanya ke dalam diri masing-masing: apakah yang telah aku perbuat selama ini?”.

Soe Hok Gie dan Asa yang Selalu Membara

Proses persemayaman jenazah Soe Hok Gie juga dilaporkan surat kabar mingguan ini dalam bentuk feature berjudul “SOE-HOKGIE JG KITA HORMATI ADALAH TJITA2NJA”. Isi reportase ini tentang awal kedatangan jenazah, kejadian sebenarnya di puncak, riwayat hidup Soe Hok Gie. Surat kabar ini menyebut Gie sebagai “seorang demonstran yang enggan meninggal di tempat tidur”.

Dihadapan kita berbaring seorang pemuda, seorang Indonesia jang banjak berdjasa pada masjarakat dan negaranja,” kata Dr Hardja Bachtiar dekan Fakultas sastra UI di Aula teater fakultas dimana djenazah Soe-Hokgie dan Idan Lubis, disemajamkan mendjelang pemakaman keduanja di Menteng Pulo, Rabu petang 24 Desember.

Ratusan orang melayat, ruangan penuh sesak. Mereka tidak untuk menuntut keadilan, tapi mengantar kepulangan seorang pejuang bersama kawan, Gie dan Idan Lubis. Hadir sang kakak dan pihak saudara Arief Budiman dan Mucthar Lubis, juga Menteri Perdagangan Soemitro Djojodikusumo.

Beberapa tokoh mahasiswa angkatan tahun 66 hadir, begitu juga para wartawan, kalangan universitas, budayawan, juga rombongan dari Bandung. Beberapa tokoh politik pembaharuan seperti Adnan Buyung Nasution juga tampak.

Sebelum tiba di Aula Fakultas Sastra Universitas Indonesia, jenazah Gie dan Idan Lubis tiba pada pukul 14.15 WIB di Airport Kemayoran diantar pesawat Antonov AURI dari Malang. “Peti jenazah kedua almarhum diusung dari pesawat secara berganti-ganti oleh keluarga dan rekan-rekan kedua almarhum diiringi airmata kesedihan,” tulisnya MI.

Kemudian jenazah dibawa ke rumah keluarga, lalu disemayamkan di Fakultas Sastra UI, dan permakaman dilakukan pada pagi harinya di Menteng Pulo Gadung.

“Iringan pengantar jenazah berjalan di bawah hujan rintik-rintik menuju pemakaman Menteng Pulo Gadung. Di barisan terdepan adalah iring-iringan mahasiswa. Sejak upacara penjemputan hingga pemakaman di Menteng Pulo Gadung ini, airmata terutama para mahasiswa bercucuran mengiringi kedua almarhum,” tulis MI.

Surat kabar mingguan Mahasiswa Indonesia cabang Bandung saat memberitakan kematian aktivis Soe Hok Gie. (Foto: Muhammad Akmal Firmansyah/BandungBergerak.id)
Surat kabar mingguan Mahasiswa Indonesia cabang Bandung saat memberitakan kematian aktivis Soe Hok Gie. (Foto: Muhammad Akmal Firmansyah/BandungBergerak.id)

Duka di Mahameru  

Soe Hok Gie dan Idan Lubis berangkat ke Mahameru bersama dua kawan lainnya Herman Lantang dan Abdul Rahman. Menurut MI, Gie dan Idan lubis meninggal oleh gas beracun berwarna hitam yang datang seperti kabut saat mereka tiba di puncak Mahameru. Yang selamat, Herman Lantang sempat menghindar.

“Herman Lantang dapat segera tiarap sehingga tidak keracunan seperti yang dialami kawan-kawannya yang lain. Herman Lantang melihat Soe-Hokgie dan Idan Lubis meronta-ronta dan berteriak-teriak kemudian hendak menerjunkan diri ke kawah tetapi dapat dihalangi oleh Herman Lantang,” tulis MI.

Abdul Rahman, kawan Gie, sempat terkena gas namun masih bisa berlari ke bawah untuk mengabarkan ke kawan-kawannya.  Herman Lantanglah yang membawa jenazah kedua kawannya itu ke bawah meskipun dirinya mengalami luka-luka. Sementara itu, Abdul Rahman dirawat di Rumah Sakit Umum Malang.

Arief Budiman, keluarga Soe Hok Gie, menyebut tidak ada waktu untuk melakukan pemeriksaan yang teliti oleh dokter sehingga belum dapat diberikan keterangan jelas mengenai penyebab kematian sebenarnya. Keterangan dari Dr. M. Sirait mengatakan, berdasarkan gejala-gejala kedua korban sebelum meninggal, dan dilaporkan juga oleh surat-surat kabar, Gie dan Idan Lubis terkena “gas gelak”.

“Yaitu gas yang dalam konsentrasi kecil hanya membuat orang yang mengisapnya tertawa tergelak-gelak tetapi dalam jumlah yang besar bisa menimbulan kejang dan menyebabkan kematian,” tulis MI.

Gie Meninggal Menjelang Ulang Tahun

Kecelakaan yang menimpa Soe Hok Gie terjadi sehari sebelum ulang tahunnya yang ke-27 tahun. Gie menamatkan Sekolah Dasar di SR Pembangunan tahun 1955, memasuki SMP dan SMA Kanisius, dan tahun 1969 ia menjadi dosen di almamaternya fakultas sastra jurusan sejarah UI.

Soe Hok Gie dikenal sebagai orang yang gigih menentang kezaliman baik era Sukarno ataupun Orde Baru Suharto. Tulisan-tulisan Soe Hok Gie amat banyak baik yang terbit di Jakarta maupun di Bandung. Gie dikenal sebagai orang yang memegang “moral-force”, tampak pada torehan-torehan tintanya.

Mahasiswa Indonesia ini juga mengatakan bahwa Soe Hok Gie merupakan koresponden di Mahasiswa Indonesia Cabang Jawa Barat. “Soe Hok Gie banyak menyumbangkan tulisannya kepada mingguan ini sejak tahun 1966, 1967, 1968, dan di tahun 1969,” tulis MI.

Baca Juga: Zine yang tak Lekang Ditelan Zaman
Debat Cawapres Pilpres 2024 Kurang Solutif dalam Mengatasi Kerusakan Lingkungan Indonesia
Warga Bandung Berhak Atas Program Sertifikasi Tanah

Gie dan Surat Kabar Mingguan Mahasiswa Indonesia

Nama Soe Hok Gie dan Mochtar Lubis ada pada jajaran staf redaksi koran Mahasiswa Indonesia Juni 1966. Keterangan ini ditulis juga oleh Indra Prayana dalam Jejak Pers di Bandung (2021). Sementara jajaran staf redaksi, penanggung jawab, dan pimpinan redaksi dikendalikan oleh Abdul Rahman Tolleng.

Rahman Tolleng merupakan salah satu pemrakasa lahirnya MI yang pertama terbit 19 Juni 1966. Mingguan ini terpusat di Jakarta dan memiliki cabang di Bandung meski susunan redaksinya, konten, dan pandangan politiknya berbeda.

Rahman Tolleng mantan wartawan Antara Indonesia, kantor berita yang memiliki peran strategis. Menurut Indra Prayana, “Ia (Rahman Tolleng) juga yang memberi nama koran Mahasiswa Indonesia edisi Jawa Barat,” (halaman 182).

Koran mingguan Jawa Barat ini diterbitkan oleh Jajasan Mahasiswa Indonesia dan dicetak oleh percetakan Tjikapundung. Meski bernama mahasiswa, koran ini tidak terbit di perguruan tinggi. Alasan beralamat di pusat kota Bandung agar bisa memudahkan rapat redaksi dan menyikapi realitas politik. Namun, mingguan ini juga memuat kabar-kabar dari kampus pada kolom “Universitaria”.

Mahasiswa Indonesia hanya bertahan 9 tahun. Dibredel secara politis oleh Orde Baru pascakejadian 15 Januari 1974 yang dikenal Malari. “Waktu itu pecah kerusuhan besar pertama di zaman Suharto, mahasiswa bergerak untuk memprotes penanaman modal asing yang mendominasi perekonomian Indonesia. Kerusuhan berbarengan dengan kunjungan Perdana Menteri Jepang Kakuei Tanaka ke Jakarta,” jelas Indra.

Akhir riwayat dari mingguan ini ditandai dengan tidak diberikannya SIC (Surat Izin Cetak) dan dicabutnya Surat Izin Terbit (SIT) oleh Menteri Penerangan Mashuri SH. Usai sudah cerita koran Mahasiswa Indonesia yang terbit di dekat Jalan Asia Afrika itu. Lantas bagaimana tulisan-tulisan Soe Hok Gie di Koran Mahasiswa Indonesia cabang Jawa Barat? (Bersambung!)

*Kawan-kawan dapat membaca tulisan-tulisan lain Muhammad Akmal Firmansyah, atau membaca artikel-artikel tentang Sejarah

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//