ITB Mendesak Penyelenggaraan Pemilu 2024 yang Berkeadaban, UPI Mengingatkan Presiden Jokowi agar Bersikap Negarawan
Penyelenggaraan Pemilu 2024 menjurus tidak mengindahkan keadaban. Presiden Jokowi dituntut netral agar demokrasi tidak runtuh.
Penulis Emi La Palau6 Februari 2024
BandungBergerak.id - Komunitas Guru Besar dan Dosen ITB Peduli Demokrasi Berintegritas mendeklarasikan sikapnya terkait Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Mereka menilai demokrasi saat ini mengkhawatirkan, pemimpin negara dinilai telah kehilangan keadabannya. Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) pun tak tinggal diam. Kampus Bumi Siliwangi ini menyayangkan sikap tidak netral Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Pemilu 2024.
Deklarasi dilaksanakan di pelataran Sasana Budaya Ganesa (Sabuga) ITB, Jalan Tamansari, Bandung, Senin, 5 Februari 2024 sore secara daring dan luring yang diikuti 110 guru besar, dosen, dan mahasiswa.
Guru Besar Seni Rupa dan Desain ITB Yasraf Amir Piliang mengatakan, ada beberapa hal yang dilakukan dengan cara-cara tidak berkeadaban selama putaran Pemilu 2024 ataupun Pilpres 2024. “Saya rasa semua orang sudah tahu apa yang tidak beradab, misalnya curang, licik, tidak djujur, menipu, dan sebagainya,” ungkap Yasraf.
Penulis buku filsafat “Sebuah Dunia yang Dilipat” ini menjelaskan, pemilu berkeadaban berarti tidak hanya masalah mencoblos surat suara. Di balik proses pemungutan suara ada nilai-nilai yang diperjuangkan seperti nilai kejujuran, integritas, penghargaan terhadap orang lain, kesantunan, dan lain-lain. Namun, saat ini nilai-nilai tersebut mulai menghilang.
Komunitas Guru Besar dan Dosen ITB Peduli Demokrasi Berintegritas ini dilakukan karena kekhawatiran hasil Pemilu 2024 tidak berkeadaban, yaitu pemilu yang curang, tidak terbuka, dan akal-akalan. Yasraf menjelaskan, tanda-tanda tiadanya adab dalam tahapan pemilu banyak mengemuka dari hari ke hari yang dibicarakan banyak kalangan. Pada pilres-pilpres sebelumnya juga terjadi ketidakadaban, namun tak separah Pilpres 2024.
“Kita terdorong membuat deklarasi ini karena proses pencurangan atau proses pemilu yang tidak berkeadaban itu semakin menujukkan tanda-tanda yang semakin parah, itu yang mendorong kita melakukan deklarasi,” terang Yasraf.
Deklarasi ini diharapkan menjadi arahan bahwa proses demokrasi berlangsung beradab, mengacu pada yang sudah diwariskan oleh para pendiri bangsa.
“Kalau tidak parah, mungkin kita tidak akan membuat deklarasi ini ya, apalagi kalau pemilunya dengan beradab. Justru karena tidak beradab itulah, tanda-tandanya yah, melalui kacamata ilmiah kita, maka kita membuat deklarasi ini,” sambung Yasraf.
Hal serupa disampaikan Guru Besar Sekolah Farmasi ITB Daryono Hadi Tjahjono yang menyatakan, deklarasi ini memuat sembilan poin seruan untuk para kontestan Pemilu 2024 baik Pilpres maupun DPR, DPD, dan DPRD yang akan dihelat 14 Februari 2024 mendatang.
“Tentu kami sangat berharap pemimpin yang sekarang maupun yang akan datang itu lebih concern terhadap masyarakat karena selama ini masyarakat lebih banyak dimanfaatkan pada saat-saat pemilihan. Baik itu pemilihan presiden, pemilihan gubernur maupun pemilihan DPR dan DPRD,” kata Daryono.
Guru Besar Energi Terbarukan ITB Yazid Bindar menambahkan, deklarasi ini muncul dari hasil obesrvasi fenomena yang terjadi saat ini. Ada banyak ketimpangan dalam proses menjelang Pemilu 2024 yang menggerakkan hati nurani civitas akademica ITB.
Deklarasi tidak ditujukan kepada individu melainkan lebih ke pemangku kebijakan seperti pemerintahan yang dipimpin presiden. Ia menegaskan sistem demokrasi saat ini terancam dengan runtuhnya integritas kekuasaan.
“Kita melihat ketimpangan-ketimpangan itu maka akedimisi melihatnya observasi. Kita tidak melihat siapa yang melakukan. Beda dengan deklarasi lain,” kata Yazid.
Berikut ini poin-poin Deklarasi Komunitas Guru Besar dan Dosen ITB Peduli Demokrasi Berintegritas:
- Mendukung Pilres yang jujur, adil dan damai, serta menjunjung hak asasi setiap pemilih;
- Mendukung pemimpin sebagai negarawan serta menjadi teladan dalam mengegakkan aturan hukum dan etika publik untuk membangun demokrasi yang berkualitas;
- Mendukung pemimpin dan pihak-pihak yang terlibat untuk mencapai tujuan mewujudkan negara republik Indonesia sebagai negara hukum, yang menjunjung tinggi asas-asas ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan;
- Mendukung pemimpin dan pihak-pihak yang terlibat untuk menjunjung sikap netral dan non-partisan dalam proses demokrasi, yang berada di atas semua kelompok dan golongan;
- Mendorong para pemimpin bangsa untuk berperan sebagai penengah dalam masyarakat yang terpolarisasi saat ini, dengan mengayomi semua kelompok dan golognan yang berbeda,untuk menghindari keterbelahan masyarakat yang mengancam kesastuan bangsa;
- Mendorong pemimpin dan pihak-pihak yang terlibat untuk mendahulukan kepentingan negara-bangsa yang lebih besar di atas kepentingan kelompok dalam setiap tindakannya, dengan semangat kebersaman, kerja sama, dilandasi asas keadilan dan inklusivitas;
- Mendorong pemimpin dan pihak-pihak yang terlibat menjalankan sikap adil dan berpihak kepada semua dalam proses demokrasi, dengan memberikan fasilitas dan perlakuan yang sama bagi setiap kontestan pilpres, untuk menjaga pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil;
- Mendorong pemimpin dan pihak-pihak yang terlibat untuk mendahulukan pembangunan fondasi kepemimpinan bangsa yang kuat secara terstruktur dan sistematis untuk memperisapkan pemimpin masa depan, yang memiliki interitas, rasa keadilan, prestasi, serta kinerja tinggi, untuk membawa kepada kemajuan bangsa;
- Mendorong pemimpin meningkatakan kualitas institusi pendidikan dan sumberdayanya dengan memanfaatkan kekayaan sumberdaya alam secara optimal dan berkelanjutandengan prioritas menggunakan sumberdaya dan teknologi dalam negeri.
Baca Juga: Unisba Mendesak Presiden Jokowi Bersikap Netral Dalam Pemilu 2024
Riuh Mengkritik Jokowi, Mulai dari Asosiasi Rektor hingga Koalisi Masyarakat Sipil
Unpad Menyerukan Penyelamatan Negara dari Praktik Politik Tidak Beretika dalam Pemerintahan Jokowi
Ketidakadaban Sikap Presiden Jokowi
Presiden Joko Widodo pada 24 Januari 2024 lalu menyatakan diri bahwa presiden boleh berkampanye dan memihak pada paslon Pilpres 2024. Sikap presiden ini merupakan salah satu dari ketidakadaban pemimpin negara.
Yasraf mengatakan, sikap Presiden Jokowi menjadi alasan kuat yang mendorong lahirnya Deklarasi Komunitas Guru Besar dan Dosen ITB Peduli Demokrasi Berintegritas. Keberpihakan Presiden Jokowi terhadap salah satu pasangan calon presiden dikhawatirkan menjadi tanda-tanda runtuhnya keadaban.
“Kenapa? Di situ segera muncul pikiran dari orang-orang bahwa pemilu ini pasti tidak akan adil karena sudah ada keberpihakan dari pihak yang mestinya mengawal. Pihak-pihak dalam hal ini pemerintah yang mestinya mengawal Pemilu ini agar adil, jujur, dan sebagainya. Negara berfungsi untuk mengawal,” terangnya.
Negara dinilai sudah menunjukkan keberpihakan dan tidak netral. Jika hal ini dibiarkan, maka akan merembet pada pejabat negara, aparat, dan seterusnya yang ada di bawah negara atau rezim. Ujungnya, langkah rezim ini akan berdampak pada rakyat.
“Rupanya kita diperlakukan dengan cara-cara ada indikasi rezim tidak adil. Itu yang mendorong kita menggelar deklarasi,” tegas Yasraf.
Sebelum deklarasi dibacakan, komunitas guru besar ITB mendiskusikan kondisi negara dari perspektif keilmuan mereka. Diskusi ini diawali pemaparan Yasraf Amir Piliang yang membedah konsep pemilu langsung. Menurutnya, sistem pemilu langsung membuat orang-orang berkontestasi dengan menghalalkan segala cara demi meraih kemenangan. Siapa yang terkuat dan mendapat suara terbanyak akan menduduki jabatan, walaupun dia tak memiliki kapastias sebagai seorang pemimpin.
Pemilu langsung juga menyebabkan runtuhnya keadaban bangsa. Pancasila sudah menggariskan bahwa soal prinsip permusyawaratan. Sehingga pemimpin pun dipilih berdasarkan musyawarah. Namun ketika muncul konsep pemilihan langsung maka hilanglah permusyawaratan tersebut.
Kelemahan lainnya dari pemilu langsung adalah biaya yang sangat besar. Uang tersebut bukan berasal dari partai politik melainkan dari orang-orang berduit yang berharap mendapat imbalan kekuasaan. “Hal ini memberi ruang pada oligarki,” terang Yasraf.
Dosa lain dari pemilu langsung adalah popularitas individu yang melahirkan pencitraan. Sistem pemilu langsung menggiring setiap orang mencalonkan diri meski tidak memiliki integritas untuk memimpin, yang penting dia mampu mendapat suara terbanyak.
“Tidak memiliki kemampuan seakan-akan punya kemampuan. Belum dewasa ditampakkan seakan-akan sudah dewasa, itu kerja dari pencitraan,” katanya.
Kelemahan berikutnya dari pemilu langsung adalah para donor, oligarki, yang membiayai para kontestan pemilu Pilpres maupun Pilkada. Pemimpin yang terpilih memiliki utang politik yang bayaran adalah mendahulukan kepentingan si pemilik modal.
“Kepentinhan para pembiaya politik didahulukan dibanding kepentingan rakyat. Sehingga rakyat dikhinati, itu yang terjadi sekarang, demi sekelompok orang,” tandas Yasraf seraya menambahkan pemilu langsung yang terjadi saat ini akan membikin malu para pendiri bangsa, seandainya mereka bisa melihat.
Desakan dari Kampus UPI
Keprihatinan serupa juga disampaikan Forum Sivitas Akademika Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) yang membuat Petisi Bumi Siliwangi Kampus Pejuang Pendidikan. UPI menyayangkan sikap Presiden Jokowi yang tidak mencerminkan kedudukannya sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Semestinya presiden bersikap dan bertindak sebagai negarawan, teladan atau role model, serta penygayom bagi seluruh elemen masyarakat, bangsa, dan negara. Atas dasar kondisi tersebut, sivitas akademika UPI menyatakan:
1. Mendesak Presiden Republik Indonesia agar mencabut pernyataan yang menunjukkan keberpihakannya dan keterlibatannya dalam kampanye politik pada Pemilu 2014;
2. Meminta Presiden Republik Indonesia agar bersikap dan bertindak sebagai negarawan yang menjunjung tinggi nilai, moral, dan etika kebangsaan berdasarkan Pancasila serta mengingat kembali sumpah dan janjinya sebagai Presiden Republik Indonesia sebagaimana amanat konstitusi UUD 1945;
3. Meminta seluruh lembaga negara dan para pejabat publik agar komitmen untuk menegakkan Etika Kehidupan Berbangsa sebagaimana diatur dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa;
4. Mendesak Presiden Republik Indonesia dan para pejabat publik lainnya agar tidak menyalahgunakan kekuasaan dan menggunakan fasilitas serta sumber daya negara untuk kepentingan politik praktis kampanye pemilu;
5. Mengajak seluruh elemen masyarakat, bangsa, dan negara untuk mengawasi jalannya penyelenggaraan Pemilu 2024 secara berkeadilan dan berintegritas sebagai wujud pendidikan politik kebangsaan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
*Kawan-kawan yang baik bisa membaca lebih lanjut tulisan-tulisan Emi La Palau atau artikel-artikel lain tentang Pemilu 2024 dan Pilpres 2024