• Berita
  • Kesaksian Gunung Djati: Mengingatkan Presiden Jokowi untuk tidak Menyalahgunakan Kekuasaan di Pemilu 2024

Kesaksian Gunung Djati: Mengingatkan Presiden Jokowi untuk tidak Menyalahgunakan Kekuasaan di Pemilu 2024

Kesaksian Gunung Djati merupakan mimbar mahasiswa dan guru besar UIN SGD Bandung untuk menyatakan sikap kritis di Pilpres 2024.

Aliansi mahasiswa, alumni, serta Guru Besar menggelar mimbar bebas dan menyatakan sikap terkait demokrasi yang kian ternodai di Tugu UIN, Kampus 1 UIN SGD Bandung, Jumat, 9 Februari 2024. (Foto: Hizqil Fadl Rohman/BandungBergerak.id)

Penulis Hizqil Fadl Rohman10 Februari 2024


BandungBergerak.id - Kampus-kampus di Bandung terus menyuarakan penyelenggaraan Pemilu 2024 yang demokratis tanpa campur tangan kekuasaan negara. Tuntutan kali ini datang dari mahasiswa, alumni, dan Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati (SGD) Bandung di Tugu UIN, Kampus 1 UIN SGD Bandung, Jumat, 9 Februari 2024.

Melalui aksi bertajuk Kesaksian Gunung Djati, Guru Besar UIN SGD Bandung Asep Samuh, satu-satunya guru besar UIN SGD Bandung yang hadir, mengungkapkan bahwa hari ini telah terjadi penyimpangan cukup serius dan akan membahayakan terhadap nasib bangsa ke depan.

Penyimpangan tersebut, kata Asep Samuh, perihal sikap Presiden Jokowi atas penyalahgunaan kekuasaan dengan mengerahkan segala bentuk sumber daya negara untuk mendukung salah satu pasangan calon Pilpres 2024. Presiden seharusnya mendorong seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama melaksanakan pemilu yang demokratis tanpa kecurangan.

Asep menilai, demokrasi telah dinodai secara terang-terangan. Ruh demokrasi telah dilecehkan demi ambisi kekuasaan. Kondisi ini memicu mahasiswa untuk bergerak menuntut pemilu jujur dan menyelamatkan demokrasi.

“Saya mengkritisi pemerintah itu harus demokratis ya, harus transparan. Demokratis itu dalam pengertian dia memperlakukan semua komponen bangsa sama setara tidak membeda bedakan yang satu lainnya. Itulah yang memicu kemarahan masyarakat,” kata Asep Samuh.

Asep mengapresiasi inisiatif mahasiswa UIN SGD Bandung dan di kampus-kampus lain untuk menyuarakan tegaknya demokrasi. Salah satu tugas mahasiswa adalah menyampaikan kritik kepada kekuasaan. Hal ini merupakan salah satu produk dari proses akademik yang terjadi di kampus.

“Saya merasa bahagia anak didik kami masih memiliki ketajaman analisis yang cukup objektif, cukup tajam dan cukup kritis, terhadap situasi bangsa yang dimana-dimana mereka tinggal,” kata Asep Samuh.

Baca Juga: Menjaring Suara Gen Z
Sekali Lagi, Seruan Moral untuk Kondisi Demokrasi Indonesia dari Bandung dalam Maklumat Jawa Barat
Aktivis 1998 Ziarah ke Makam Korban Tragedi Trisakti di Bandung, Mereka Menolak Kebangkitan Orde Baru

Guru Besar UIN SGD Bandung, Asep Samuh menyatakan sikap atas kondisi demokrasi di Tugu UIN, Kampus 1 UIN SGD Bandung, Jumat, 9 Februari 2024. (Foto: Hizqil Fadl Rohman/BandungBergerak.id)
Guru Besar UIN SGD Bandung, Asep Samuh menyatakan sikap atas kondisi demokrasi di Tugu UIN, Kampus 1 UIN SGD Bandung, Jumat, 9 Februari 2024. (Foto: Hizqil Fadl Rohman/BandungBergerak.id)

Lahir dari Gagasan Mahasiswa

Mimbar Kesaksian Gunung Djati digagas Dewan Mahasiswa Universitas (Dema U) UIN SGD Bandung. Organisasi mahasiswa ini awalnya melayangkan petisi untuk mendesak berbagai civitas akademica UIN SGD Bandung agar bersuara menyikapi kondisi demokrasi di Indonesia. Petisi ini mendapat respons dari 1.000 responden yang menyetujui agar pihak kampus segera bergerak dan menyatakan sikap.

“Dema bergerak dengan segala kesadaran untuk mengingatkan kepada pemimpin-pemimpin hari ini, bahwasannya mahasiswa ini masih ada dan kampus bukan hanya sebatas tempat belajar saja tapi untuk tempat berdiskusi dan tempat mengkritik juga,” tegas Ketua Dema U Muhammad Arya Pradana.

Arya sangat menyayangkan pimpinan kampus yang enggan bergerak atau memberikan sikap terkait agenda Kesaksian Gunung Djati. “Kita menunggu apakah pihak kampus bergerak atau tidak. Ternyata sampai dengan detik ini kampus tidak bergerak,” kata Arya.

Pernyataan Arya juga diepakati mahasiswi Fakultas Dakwah dan Komunikasi Dewi Amaliah. Ia menyatakan, sikap mahasiswa UIN SGD Bandung tidak condong ke salah satu paslon Pilpres 2024. Aksi mahasiswa UIN SGD Bandung lebih ditujukan untuk penyelenggaraan pemilu yang demokratis.

Dewi menyayangkan gerakan di kampusnya kurang mendapatkan respons positif dari pihak pimpinan. Di kampus lain, seruan kritik terhadap kekuasaan marak terjadi yang diikuti pejabat kampus maupun civitas akademica.

“Terlebih kalau misalnya kita melihat dari kampus yang lain mungkin guru besarnya berjejer dan sangat banyak gitu tapi UIN hanya satu, itu sangat menyayangkan sekali,” ungkap Dewi.

Dewi juga mengajak mahasiswi atau perempuan lainnya untuk berani bersuara dalam aksi ini. Hasil Pemilu 2024 menentukan bagi terciptanya ruang-ruang yang ramah gender. Pemilu yang gagal melahirkan pemimimpin ideal akan menciptakan ruang-ruang merugikan bagi kebebasan berekspresi dan menyatakan sikap kaum hawa.

Sebagai satu-satunya guru besar yang hadir di mimbar Kesaksian Gunung Djati, Asep Samuh mengatakan banyak guru besar yang memiliki kesibukan masing-masing. Selain itu, kampus masih dalam suasana libur semester. Di sisi lain, pihak kampus juga sudah memiliki pilihan politik.

“Ya kalau itu memang kebijakan pimpinan UIN ya, saya sendiri tidak termasuk salah satu pimpinan UIN. Jadi saya secara pribadi menghargai inisiatif yang sampai sekarang belum lahir. Jadi mereka (pihak kampus) sudah punya pilihan masing-masing lah,” jelasnya.

Asep menambahkan, dirinya hadir dalam mimbar ini sebagai panggilan hati nurani demi mengekspresikan kepedulian terhadap negara. Ia berharap bisa konsisten dengan sikap yang disuarakan untuk kepentingan bangsa.

*Kawan-kawan dapat membaca lebih lanjut tulisan Hizqil Fadl Rohman atau menyimak artikel lain tentang Pemilu 2024 dan Pilpres 2024

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//