AJI INDONESIA DAN AJI 40 KOTA Meminta Presiden Berhenti Menyalahgunakan Kekuasaan
Pemerintah Indonesia dinilai semakin tergelincir menjadi anti-demokrasi. Beberapa aturan, seperti UU Cipta Kerja dan UU ITE, membelenggu kerja pers independen.
Penulis Salma Nur Fauziyah13 Februari 2024
BandungBergerak.id – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia bersama AJI 40 Kota mendesak Presiden Joko Widodo untuk berhenti menyalahgunakan kekuasan yang mengancam demokrasi dan integritas pemilu. Organisasi profesi ini juga meminta presiden menghentikan berbagai kekerasan terhadap masyarakat sipil serta memastikan pers dapat bekerja secara independen dan bebas dari kriminalisasi dan intervensi.
Dalam siaran persnya, Sabtu, 10 Februari 2024 lalu, AJI menyoroti kemorosotan situasi demokrasi hari ini. Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi telah menjadi rezim anti-demokrasi, ditunjukkan dengan pengesahan sejumlah perundang-undangan yang mengancam hak asasi manusia (HAM) dan institusi demokrasi. Beberapa di antaranya adalah Perpres jabatan fungsional TNI, revisi UU KPK, UU Cipta Kerja, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Beberapa peraturan rezim ini berimbas secara langsung juga ke dunia pers dan kebebasan berekspresi. UU Cipta Kerja, misalnya, terkait erat dengan permasalahan kesejahteraan jurnalis. Sementara itu, UU ITE sering disalahgunakan untuk menjerat jurnalis dan media ke meja hukum.
Kerusakan demokrasi Indonesia ini, menurut AJI, kian diperparah dengan beberapa insiden menjelang pemilu. Mulai dari kecurangan Mahkamah Konstitusi hingga pernyataan yang yang menyebut presiden dapat melakukan kampanye.
“Saat ini, Presiden Jokowi makin menunjukkan ambisinya melanggengkan kekuasaan dengan cara yang kotor: melemahkan Mahkamah Konstitusi yang kemudian melahirkan politik dinasti, menyalahgunakan sumber daya negara dan mengintimidasi oposisi. Rezim Jokowi mengabaikan pentingnya Pemilu yang jujur, adil, dan berintegritas,” tulis AJI dalam siaran persnya.
Ada tiga poin tuntutan yang disampaikan oleh AJI dan AJI 40 kota, yakni:
- Presiden Jokowi harus berhenti menyalahgunakan kekuasaan karena merusak demokrasi dan integritas pemilu.
- Menghentikan berbagai jenis kekerasan terhadap masyarakat sipil yang menyampaikan ekspresi serta mengawasi integritas pemilu.
- Memastikan pers dapat bekerja secara independen dan bebas dari kekerasan, kriminalisasi serta intervensi kepentingan politik.
Baca Juga: ITB Mendesak Penyelenggaraan Pemilu 2024 yang Berkeadaban, UPI Mengingatkan Presiden Jokowi agar Bersikap Negarawan
Unisba Mendesak Presiden Jokowi Bersikap Netral Dalam Pemilu 2024
Dalam Kondisi Kritis
Pernyataan sikap AJI Indonesia dan AJI 40 Kota datang bersama gelombang protes, kritik, pernyataan sikap, serta aksi yang datang dari beragam elemen masyarakat menjelang hari pemungutan suara Pemilu 2024 pada 14 Februari esok. Para akademisi di kampus-kampus berbagai kota di indonesia menjadi salah satu penggerak utamanya.
Sebelumnya pada Januari 2024, AJI Indonesia menyampaikan Laporan Situasi Kebebasan Pers Indonesia 2023 yang menyebut situasi kebebasan pers sedang dalam keadaan kritis. Ragam masalah terkait pemilihan umum, oligarki, dan politik dinasti yang seharusnya dapat dikawal oleh media-media secara kritis dan independen, sulit terkawal. Survei Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) 2023 yang dikeluarkan oleh Dewan Pers juga mencatat penurunan indeks kebebasan pers Indonesia sebanyak 6,30 poin menjadi 71,57.
Ika Ningtyas, Sekretaris Jenderal AJI Indonesia, menyatakan bahwa pangkal masalah terletak pada keterkaitan media dengan partai politik maupun oligarki, model bisnis media yang berbasis klik, banyaknya kasus PHK yang menimpa media, serta tindak kekerasan terhadap jurnalis dan media.
“Kita masih melihat bahwa konsentrasi kepemilikan media yang masih cukup kuat, terhubung langsung dengan partai politik maupun oligarki bisnis tertentu,” tuturnya.
*Kawan-kawan dapat membaca tulisan-tulisan lain Salma Nur Fauziyah, atau artikel-artikel lain tentang Kebebasan Pers