• Indonesia
  • Hasil Pemilu 2024 Dibayang-bayangi Pelemahan Demokrasi

Hasil Pemilu 2024 Dibayang-bayangi Pelemahan Demokrasi

Hitung cepat Pemilu 2024 menunjukkan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming unggul. Penguasa baru harus berpihak kepada kepentingan rakyat.

Tangan petugas KPPS Pemilu 2024 menyusun kotak berisi surat suara yang sudah dihitung di gudang logistik Kelurahan Merdeka, Kota Bandung, Kamis, 15 Februari 2024. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Awla Rajul16 Februari 2024


BandungBergerak.id - Proses Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 yang dilatarbelakangi berbagai pelanggaran etik, baru saja usai. Sejumlah lembaga survei telah merilis hasil hitung cepat. Namun begitu, proses pengawalan perhitungan suara di KPU perlu terus dikawal untuk menghindari kemungkinan kecurangan.

Lembaga-lembaga survei yang melakukan perhitungan cepat mulai dari Litbang Kompas, Charta Politika, Indikator, Lembaga Survei Indonesia (LSI), Poltracking, dan Populi Center menunjukkan pasangan calon (paslon) 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming rata-rata memperoleh 58 persen suara, paslon nomor 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar rata-rata memperoleh 25 persen suara, dan paslon 03 Ganjar Pranowo-Mahfud MD rata-rata memperoleh 16 persen suara.

Adapun melalui laman pemilu2024.kpu.go.id per tanggal 15 Februari 2024 pukul 18:00, suara yang masuk sudah sekitar 44,14 persen dari PS se-Indonesia. Paslon 02 memperoleh suara sebesar 56,38 persen, paslon 01 memperoleh suara sebesar 25,6 persen, dan paslon 03 memperoleh 18,02 persen.

Di Jawa Barat, perolehan suara calon presiden dan wakil presiden dipimpin oleh paslon 02 yang memperoleh 56,93 persen suara, disusul paslon 01 yang memperoleh 32,49 persen suara, dan paslon 03 yang memperoleh suara sebanyak 10,58 persen.

Dosen Fakultas Ilmu Sosial Politik (Fisip) Universitas Padjadjaran (Unpad) Ari Ganjar Herdiansah berpendapat, sama seperti pemilu-pemilu sebelumnya, hasil perhitungan cepat tak akan jauh meleset dari hasil perhitungan sebenarnya (real count) KPU. Perhitungan cepat yang dilakukan oleh lembaga survei menggunakan metode tertentu yang memiliki tingkat akurasi sekitar 90 persen.

Ari juga menyebut hasil hitung cepat tak jauh beda dengan survei elektabilitas Pilpres 2024 yang menunjukkan pasangan 02 terus menanjak, pasangan 01 cenderung mandek, dan elektabilitas nomor 03 menurun.

”Kan beberapa bulan ini trendingnya seperti itu. Terlebih lagi dengan adanya bansos. Jadi itu diprediksi atau diduga kuat juga menjadi faktor penting atau krusial untuk menjaga tren positif 02,” terang Ari Ganjar saat dihubungi BandungBergerak.id melalui telepon, Kamis, 15 Februari 2024.

Diketahui, di paslon nomor 02 ada Gibran Rakabuming putra Presiden Jokowi. Sebelumnya, langkah pemerintahan Jokowi mencairkan bansos menjelang pemilu menuai kontroversi karena dikhawatirkan akan mendongkrak suara Gibran.

Di samping itu, Ari memberi catatan, meski hitung cepat menggunakan pendekatan ilmiah, tetapi proses perhitungan suara manual perlu terus dikawal. KPU memang telah memiliki aplikasi Sirekap untuk melakukan penghitungan otomatis. Namun perhitungan suara secara manual dan berjenjang di daerah tetap menjadi rujukan utama, baik penghitungan Pilpres maupun pemilu legislatif (pileg, DPR dan DPRD).

“Apalagi untuk di daerah ya, pileg di daerah itu juga rawan dengan potensi kecurangan. Suara bisa berubah. Apalagi kalau misalnya saksi-saksi banyak yang mundur. Nah, ini kenapa, karena sekecil apa pun ya yang namanya suara itu harus tetap dihargai. Caranya ya dengan mengawal terus real count-nya,” terang Ari.

Raihan suara Pilpres 2024 menjadi catatan khusus untuk suara partai politik di Jawa Barat. Berdasarkan hasil perhitungan suara sementara KPU, Partai Gerindra memperoleh suara terbanyak sebesar 14,54 persen suara di Jawa Barat, disusul Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sebesar 13,63 persen suara, Partai Golongan Karya (Golkar) sebesar 11,48 persen, PDIP 9,52 persen, PKB sebesar 9,41 persen, dan Demokrat 6,82 persen.

Kemenangan Partai Gerindra di Jawa Barat bukan hal yang mengejutkan. Menurut Ari, sebelumnya partai ini pun memang menguasai kursi-kursi legislatif mulai dari provinsi hingga kabupaten/kota.

“Dan mereka (Gerindra) juga cukup gencar dengan kampanye-kampanye dan dibantu dengan popularitas Prabowo. Jadi ini memberikan nilai positif buat elektabilitas Gerindra dan perolehan suaranya di Jabar,” terang Ari Ganjar.

Raihan suara PKS di Jawa Barat juga tak mengherankan karena sejak awal partai berbasis Islam ini memiliki pendukung cukup banyak di tanah Pasundan. PKS menduduki tiga besar partai peraih suara terbesar di Jawa Barat pada periode 2019.

Baca Juga: Demonstrasi Koalisi Rakyat Demokratik di Bandung, Oposisi Bagian dari Demokrasi
Omon-omon Dirty Vote, Mencari Simpul Kekuatan Bersama Akar Rumput Pascapemilu 2024
Menggantungkan Harapan di Wyata Guna

Petugas KPPS Pemilu 2024 menyusun kotak berisi surat suara yang sudah dihitung di gudang logistik Kelurahan Merdeka, Kota Bandung, Kamis, 15 Februari 2024. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)
Petugas KPPS Pemilu 2024 menyusun kotak berisi surat suara yang sudah dihitung di gudang logistik Kelurahan Merdeka, Kota Bandung, Kamis, 15 Februari 2024. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Pemimpin Harus Prorakyat

Perjalanan Pemilu 2024 sejak awal diwarnai berbagai praktik kontroversial, termasuk cawe-cawe politik presiden demi memenangkan anaknya. Tak heran jika muncul kecurigaan kecurangan pada pelaksanaan Pemilu.

Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM Kema) Universitas Padjadjaran (Unpad), Fawwaz Ihza Mahenda menduga ada potensi kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif. Jika paslon 01 dan 03 menemukan banyaknya praktik kecurangan, menurutnya bisa mengajukan pelaporan ke Bawaslu maupun Mahkamah Konstitusi (MK).

"Terus kawal ini pemilu dan ketika memang ada indikasi kecurangan, siapa pun pelakunya, entah itu tetangga kita, entah itu panwas, KPU, atau teman-teman penyelenggara lain di tempat. Maka segera dokumentasikan, segera perbanyak bukti-buktinya, lalu laporkan,” pesan Fawwaz.

Sebaliknya, Paslon 02 yang dicurigai melakukan kecurigaan, pelanggaran konstitusi, dan merusak tatanan demokrasi harus siap dengan bukti-bukti untuk menangkal kemungkinan gugatan di pengadilan. Fawwaz meminta paslon 02 agar menepis dugaan-dugaan praktik kecurangan bukan melalui gimik atau kata-kata yang sifatnya normatif.

Fawwaz juga mengignatkan, ke depannya negara harus benar-benar dijaga dan membutuhkan partisipasi aktif dari masyarakat. Ia melihat adanya indikasi kembalinya rezim seperti Orde Baru, bahkan lebih parah. Hal itu dilihat berdasarkan kejadian-kejadian di periode kedua pemerintahan Jokowi.

Pada periode kedua, menurutnya pemerintahan Jokowi mengeluarkan kebijakan yang tidak prorakyat dan malah prokepentingan oligarki. Menurutnya, kondisi ini jangan sampai berlanjut dan diperparah. Jika dibiarkan, akan menimbulkan preseden buruk kepada penguasa yang melanjutkan kepemimpinan Indonesia.

Fawwaz mencontohkan, Jokowi tidak mendapatkan sanksi apa pun setelah menerbitkan UU Cipta Kerja, misalnya, yang telah ditetapkan inkonstitusional dan membangkang keputusan MK. Kondisi inilah yang bisa menjadi preseden buruk bagi masa depan demokrasi Indonesia, saat penguasa selanjutnya bisa melakukan kebijakan semena-mena tanpa mendapatkan sanksi.

Saat ini, Fawwaz dan kawan-kawan di organisasi mahasiswa tengah fokus untuk memberikan sanksi yang sangat keras kepada Jokowi, yaitu pemakzulan. Pemakzulan sebelum masa jabatan Jokowi berakhir menjadi sebuah peringatan bagi penguasa selanjutnya.

“Apabila membuat sebuah kebijakan yang semena-mena dan juga menyalahgunakan kekuasaan dan instrumen negara, maka rakyat akan marah dan pemecatan merupakan salah satu peringatan yang paling nyata ke depannya,” tegasnya.

Refleksi Pemilu 2024

Dosen Departemen Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM Arya Budi menilai pelaksanaan Pemilu 2024 berjalan kondusif dan lancar meski dalam proses pelaksanaannya diwarnai oleh peristiwa politik yang menciderai demokrasi. Munculnya putusan Mahkamah Konstitusi yang kontroversial serta pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh komisioner KPU menguatkan demokrasi sedang dalam ancaman serius.

Munculnya berbagai kontroversi ini menurut Arya disebabkan besarnya intervensi pemerintah pada ranah yudikatif dan lembaga penyelenggara pemilu. “Untuk pemilu selanjutnya, negara harus menjadi penyelenggara saja jadi tidak terlibat jadi tim sukses dalam kontestasi,” kata Arya Budi, dikutip dari laman resmi UGM.

Meski di tingkat elite terjadi persaingan sengit dengan berbagai macam manuver, namun di tingkat akar rumput justru terjadi sebaliknya menunjukkan suasana tenang dan tidak terjadi polarisasi karena adanya tiga pasangan calon kontestan pilpres. Berbeda dengan pilpres 2014 dan 2019 lalu dimana terjadi polarisasi antar dua kubu pendukung karena hanya ada dua paslon.

“Pada pemilu kali ini, di tingkat akar rumput cenderung lebih adem dibanding Pemilu lalu karena kontestan lebih dari dua kandidat,” katanya.

Terkait upaya untuk meningkatkan kualitas demokrasi dalam lima tahun ke depan, Arya berpendapat pemenang pilpres perlu merangkul seluruh aspirasi elemen masyarakat. Penguasa baru harus bisa mendengar aspirasi dari para akademisi di berbagai kampus.

Sebelumnya, banyak kampus di Indonesia yang menyuarakan keprihatinannya atas pelemahan demokrasi dan penegakan hukum yang berimplikasi pada pelanggaran etik jelang pemilu baik di MK maupun di KPU.

“Pemenang pilpres sebaiknya merangkul juga aspirasi elemen publik yang memiliki kepentingan bagi kelangsungan kehidupan demokrasi kita,” ujarnya.

*Kawan-kawan dapat membaca karya-karya lain Awla Rajul, atau artikel-artiikel lain tentang Pemilu 2024 dan Pilpres 2024

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//