Menggantung Gelar Pahlawan Nasional untuk Inggit Garnasih
Banyak catatan yang menegaskan Inggit Garnasih berjasa besar pada perjuangan bangsa. Inggit belum mendapat persetujuan untuk mendapatkan gelar Pahlawan Nasional.
Penulis Muhammad Akmal Firmansyah19 Februari 2024
BandungBergerak.id - Di balik kesuksesan lelaki ada perempuan hebat. Nasihat ini tidak berlebihan bila disematkan pada Inggit Garnasih, istri bapak bangsa Sukarno. Kisah-kisah Inggit yang tersebar bagai keping-keping Kristal itu dikumpulkan dalam buku berjudul Kisah-Kisah Istimewa Inggit Garnasih yang disusun Deni Rachman (2020).
Inggit Garnasih, mojang Priangan yang lahir di Desa Kamasan, Banjaran, Kabupaten Bandung, 17 Februari 1888 yang tahun ini genap 136 tahun lalu merupakan salah satu sosok berpengaruh bagi Sukarno muda. Di buku ini, diceritakan kenangan Inggit bersama Sukarno hingga pendirian rumah sejarah Inggit Garnasih di Ciateul, Bandung.
Keuletan dan keprihatinan Deni menjadi salah satu faktor lahirnya buku ini, di antaranya karena jarang buku yang khusus mengulas soal perempuan tangguh ini. “Keprihatinan kurangnya bahan baca. Setelah cetakan terakhir buku Ramadhan KH (melalui roman Kuantar ke Gerbang), lama tidak ada buku tentang Ibu Inggit, mengisi kekosongan itu,” kata Deni, kepada BandungBergerak.id, Sabtu, 17 Februari 2024.
Deni menggumpulkan tulisan yang berkaitan dengan Inggit dari surat kabar mulai yang terlawas seperti Majalah Sunda tahun 1966 hingga Harian Pikiran Rakyat. Isi buku mengambil periode kehidupan Inggit setelah 1942 sampai sekarang.
“Jadi mulainya mencari bahan-bahan kliping dari yang terlama dan yang terakhir mengenai pembangunan rumah ibu Inggit,” tutur Deni.
Mengkipling merupakan metode lain yang ditawarkan oleh Deni di tengah kekosongan tulisan mengenai sosok Inggit Garnasih. Tak sekadar mengkliping, ia juga menuliskan kembali bahan-bahan kliping untuk dituangkan ke dalam buku.
Dunia Inggit dalam Berita
Buku kliping Deni berukuran 13x19 cm berisi 136 halaman. Buku berwarna sampul kuning ini memuat 13 tulisan tentang sosok Inggit Garnasih dari berbagai sudut surat kabar. Tulisan sastrawan Seno Gumira Ajidarma dalam majalah Zaman no.31 tahun V, 28 April 1984 turut termuat dalam kumpulan kliping ini.
Cerpenis tersebut menjelaskan pertemuan Sukarno dengan Inggit hingga fase perpisahan, ketika Sukarno menikahi Fatmawati.
“Inggit Garnasih, wanita yang matang itu telah mempesona Soekarno muda. Bagi pelopor kemerdekaan itu ia merupakan segala sesuatu yang tak dapat diberikan oleh buku. Hampir dua puluh tahun bersama dalam suka dan duka, akhirnya dia merelakan Sukarno untuk Fatmawati di pintu gerbang Istana Merdeka dengan penuh kasih, maaf, dan doa,” tulis Seno Gumira Ajidarma.
Sebelum menikah dengan Sukarno, Inggit Garnasih menikah dengan Haji Sanusi, pengusaha yang terlibat pergerakan nasional melalui organisasi Sarekat Islam (SI) dan menjadi salah satu tokoh SI di Bandung. Menurut Alex Ari dari Komunitas Aleut, tahun 1921 H. Sanusi menerima surat dari H. O. S. Tjokoroaminoto yang isinya meminta bantuannya untuk mencarikan pondokan bagi Sukarno yang saat itu adalah menantunya yang baru menikah dengan putrinya, Utari.
Sanusi kemudian menawarkan kepada H. O. S. Tjokoroaminoto agar Sukarno mondok di rumahnya di Kebonjati. Bulan Juni 1921, Sukarno datang ke Bandung untuk melanjutkan pendidikan tingginya di Technische Hoogeschool (THS) Bandung. Selama kuliah di sekolah yang menjadi cikal bakal ITB, Sukarno tinggal bersama H. Sanusi dan Inggit Garnasih.
Di sanalah terjadi hubungan dekat Inggit Garnasih dengan Sukarno. Alex Ari menceritakan, alih-alih menjadi murka, H. Sanusi kemudian merelakan Inggit Garnasih untuk mendampingi Sukarno. Keikhlasan H. Sanusi dituturkannya kepada Inggit Garnasih seperti yang digambarkan dalam tulisan Ramadhan KH di buku “Kuantar Ke Gerbang”:
“Terimalah dulu lamaran Kusno (Sukarno) itu. Sesudah jelas begitu, baik Akang jatuhkan talak. Tetapi jangan kemudian dipakai berdiri sendiri segala. Jadikanlah nikah dengan Kusno. Jadikanlah ia orang penting. Eulis pasti bisa mendorongnya sampai ia menjadi orang penting,” dikutip dari Alex Ari, NGALEUT BANDUNG: Cinta Buah Kawista dalam Cerita Haji Sanusi.
Inggit menikah secara resmi dengan Sukarno muda pada 24 Maret 1923. Di saat yang sama, Sukarno makin mantap menerjunkan diri dalam kegiatan politik, memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Dan Inggit pun merasa makin lengkap sebagai wanita.
“Sukarno akan berdiri dengan kukuh di lapangan politik bila kehidupan pribadinya (Inggit) kukuh pula menjadi rumah baginya,” tulis Seno Gumira Ajidarma.
Inggit yang setia menemani Sukarno ke mana pun ia pergi baik di balik jeruji besi karena membela rakyat hingga diasingkan ke Ende, Flores. Dalam surat kabar Mahasiswa Indonesia Edisi Jawa Barat, 12 September 1971, Inggit berkata, “menjadi Istri pemimpin harus dengan pengertian, berusaha dengan tekun”.
Inggit Garnasih menemani empat periode dalam kehidupan Sukarno dari masa mahasiswa 1923-1926, menjadi pemimpin gerakan 1932-1933, masa pengasingan di Flores dan Bengkulu 1934-1942. Tidak lama dari sana mereka bercerai pada tahun 1943.
Menurut Seno Gumira Ajidarma, Inggit bercerai dengan Sukarno saat sang bapak bangsa akan melangkahkan kakinya ke gerbang istana. “Hampir dua puluh tahun selalu bersama-sama dengan Sukarno dalam kesenangan maupun penderitaan, membuat kedudukan Inggit begitu penting dalam kehidupan Sukarno. Justru ketika Sukarno memainkan peran penting dalam gerakan kemerdekaan,” jelas Seno.
Setelah bercerai dari Sukarno, Inggit hidup mandiri dengan menjual bedak dan jamu. Di masa perang kemerdekaan pada tahun 1946-1950, dalam catatan Deni Rachman, Inggit mengungsi ke Garut dan juga bersikap non-kooperasi pada Belanda.
Seusai perang kemerdekaan, Inggit mendapatkan anugerah Tanda Kehormatan “Satyalancana Perintis Kemerdekaan” pada 17 Agustus 1961. Ibu rakyat ini meninggal pada 13 April 1984 di Kota Bandung dan dimakamkan di TPU Caringin, Bandung. Pada tahun 1997, Inggit Garnasih mendapatkan anugerah kehormatan Bintang Mahaputra Utama. Namun hingga saat ini gelar Pahlawan Nasional belum disematkan pada Inggit.
Baca Juga: Cinta Buah Kawista dalam Cerita Haji Sanusi
Bulan Cinta Inggit Garnasih, Titik Nol Pendirian Inggit Garnasih Institute
Surat Cinta dan Dukungan Menjadi Pahlawan Nasional untuk Inggit Garnasih
Menggantung di Kemensos
Pengusulan Inggit Garnasih sebagai pahlawan nasional sudah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat pada tahun 2023 lalu. Ketua Dewan Pengkajian dan Penetapan Gelar Daerah (R2GD) Jawa Barat Rieza D Dienaputra mengatakan, sosok Inggit sangat berkiprah besar dalam perkembangan Sukarno. Menurutnya, pemerintah menetapkan sejumlah persyaratan ketat secara adminstasi dan literature dalam memberikan gelar Pahlawan Nasional.
“Penetapan gelar pahlawan itu tidak bisa hanya karena katanya atau konon kabarnya. Nah, persyaratan itulah yang sedang kita susun dan lengkapi saat ini dalam rangka pengusulan Inggit Garnasih menjadi pahlawan nasional," kata Reiza diakses dari keterangan resmi, Sabtu, 18 Februari 2024.
Tidak hanya sekali. Pengusulan Inggit Garnasih untuk mendapatkan gelar Pahlawan Nasional sudah dilakukan sebanyak dua kali, tahun 2009 dan 2012. Kepala Bidang Pemberdayaan Sosial Dinsos Jabar Elis Kartini menyebutkan usulan tersebut sempat tertunda karena kekurangan pesyaratan dan baru dilakukan kembali tahun 2023 atas permintaan Presiden RI ke-5 Megawati Seokarnoputri.
Rekomedansi usulan pahlawan nasional ini telah dicatat dalam Surat Gubernur Jawa Barat Nomor 19/SS.03.06.02/Kesra tgl 21 Maret 2023. Usulan ini telah masuk ke Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Tingkat Pusat (TP2GP) namun dianggap belum memenuhi syarat berdasarkan surat dari Kementerian Sosial Nomor 93/5/PB.06.00/01/2024 tanggal 11 Januari 2024.
“Belum ada jawaban detail tentang hal itu dari Kemensosnya,” singkat Sekretaris Dinas Sosial Jawa Barat Andri, perihal kelanjutan pengusulan gelar Pahlawan Nasional pada Inggit Garnasih, saat dikonfirmasi BandungBergerak, Minggu, 18 Februari 2024.
*Kawan-kawan dapat menikmati karya-karya lain Muhammad Akmal Firmansyah, atau juga artikel-artikel lain tentang Inggit Garnasih dan Sukarno