Antrean Panjang Menunggu Sekarung Beras di Bandung
Tata niaga pangan Indonesia yang bermasalah semakin memperparah gejolak harga beras. Kenaikan harga-harga kebutuhan pokok terutama beras selalu berulang.
Penulis Prima Mulia2 Maret 2024
BandungBergerak.id - Petugas memotret seorang warga dengan latar karung beras 10 kiogram sambil memegang KTP elektronik. Setelah itu warga Kelurahan Cikawao tersebut berjalan ke luar gedung tua Kantor Pos Bandung di Jalan Asia Afrika, Kamis, 29 Februari 2024. Ia menuju gudang untuk mengambil sekarung beras berbobot 10 kilogram.
Warga kelas menengah ke bawah sejak awal tahun ini dirundung gejolak harga beras. Kekacauan tata kelola pangan di negeri ini selalu berulang. Harga beras saat ini disebut-sebut paling ugal-ugalan di sepanjang sejarah kepemimpinan Jokowi.
"Bantuan beras ini terasa manfaatnya di saat harga beras nggak ada lagi yang murah," kata Rani, 37 tahun, salah satu warga penerima bantuan.
Rani biasanya membeli beras harga 12.000 rupiah per kilogramnya. Sekarang harga beras paling murah 16.000 rupiah per kilogram. “Dapat bantuan pemerintah 10 kilo beras berasa sekali ya, apalagi mau Ramadan, semua harga kebutuhan pokok naik,” katanya.
Rani salah satu Keluarga Penerima Manfaat yang menerima bantuan beras di program penyaluran bantuan pangan beras . Pemerintah melalui Badan Pangan Nasional dan Perum Bulog menyalurkan bantuan pangan beras untuk 22.004.007 KPM dengan besaran bantuan pangan sebanyak 10 kilogram beras per KPM.
Antrean ratusan orang penerima bantuan beras berasal dari Kelurahan Cikawao, Paledang, dan Pasirluyu. Barisan pertama mereka harus melakukan verifikasi data, setelah itu baru masuk ke barisan berikut yaitu pemotretan penerima bantuan. Terakhir, warga harus ke gudang penukaran beras untuk mengambil jatahnya masing-masing.
Mereka harus cukup bersabar karena prosesnya ada tiga tahap. Banyak ibu-ibu yang harus menggendong anaknya ikut antre beras. Mereka bisa menghemat sampai 150.000 rupiah jika beras yang biasa dibeli harganya 15.000 rupiah per kilogram.
Gonjang ganjing harga beras ini sudah dimulai sejak masa kampanye Pilpres 2024 lalu. Harga beras di pasar mulai terus merangkak naik, beras kemasan 5 kilogram mulai sulit ditemui di minimarket atau pasar swalayan karena kuantitasnya sedikit dan cepat habis diborong konsumen.
Harga beras di pasar awalnya antara 10.000 rupiah sampai 14.000 rupiah per kilogram. Kini melonjak di kisaran 14.000 rupiah sampai kualitas premium 18.000 rupiah per kilogram. "Harga naik mah biarin ajalah, mau gimana lagi, yang penting barangnya ada. Karena konsumen mah tetap butuh barang," kata Ita Sasmita (55 tahun), pedagang beras di Pasar Cihapit.
Hj Dayat, pemilik warung nasi di Jalan Tongkeng juga sangat merasakan dampak dari kenaikan harga beras. Menaikan harga adalah opsi yang dihindari pedagang warung nasi seperti dirinya. Ia memilih untuk mengurangi sedikit porsi dan mengurangi margin keuntungan.
"Saya biasa pakai beras medium yang harganya 13.000 (rupiah) sekilo, sekarang harganya sudah 16.500 (rupiah) per kg. Nggak mungkin kalau tidak dibeli, jadi ya biar mahal tetap harus dibeli kan?" katanya.
Baca Juga: Fenomena Antre Beras Mengingatkan pada Reformasi dan Kejatuhan Orde Baru
Kenaikan Harga Beras di Bandung Tahun Ini Paling Parah, Jor-joran Bansos Menjelang Pemilu 2024 Diduga Penyebabnya
Menjelang Ramadan Harga Beras masih Bergejolak, Komunitas Pasar Gratis Bandung Bergerak
Pemerintah Belum Mampu Membangun Sistem Tata Niaga Efisien
Kenaikan harga beras semakin memberatkan rakyat kecil. Terlebih saat ini mereka menghadapi momen Ramadan yang biasanya selalu diikuti kenaikan harga-harga kebutuhan pokok, tidak hanya beras. Harga sayuran pun ikut terkerek.
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran Maman Setiawan mengatakan, kenaikan harga bahan pokok pada menjelang momen hari raya seperti Ramadan disebabkan adanya ekspektasi permintaan yang meningkat. Di saat yang sama, tata niaga dan rantai pasok pangan yang mestinya dibangun pemerintah, tidak siap.
“Akibat peningkatan permintaan tersebut, kita belum siap tata niaganya, rantai pasoknya belum efisien. Akibatnya, ketika permintaan naik ditambah pasokan terbatas, maka harga akan meningkat,” ujar Maman, dikutip dari laman Unpad, 8 Maret 2022.
Maman menjelaskan, kenaikan harga-harga kebutuhan pokok selalu berulang. Penyebab utamanya terletak dari rantai pasok yang belum efisien karena memiliki jalur distribusi yang panjang. Mulai dari petani, tengkulak, ritel, baru sampai ke tangan konsumen.
Jika tata niaga tersebut diatur dan dikendalikan dengan baik, seharusnya harga bahan pokok tetap stabil, baik menjelang hari raya ataupun di luar hari raya. Dengan tata niaga yang baik, stok pangan pun akan tetap terjaga.
Riset yang dilakukan Maman bersama Bank Indonesia pada 2019 menunjukkan, permasalahan di sektor bahan pokok dapat memicu terjadinya inflasi, khususnya di wilayah Priangan Timur. Salah satu penyumbang terbesar dari masalah tersebut ada di rantai pasok.
“Harga di petani sebenarnya aman, ketika masuk ke tengkulak mereka akhirnya mampu memainkan harga. Hal inilah yang harus dibenahi bagaimana agar rantai pasok lebih efisien dan mampu mencegah terjadinya kartel,” ungkapnya.
Maman mendorong pemerintah agar melakukan perbaikan terhadap rantai pasok. Pemotongan jalur yang tidak perlu diperlukan agar tidak terjadi manipulasi harga di pasar. Dengan demikian, diperoleh harga jual petani yang wajar dan harga konsumen yang juga wajar.
Pembentukan Badan Pangan Nasional pada 2021 lalu diharapkan menjadi upaya pemerintah dalam memperbaiki tata niaga. Maman mengatakan, badan ini bisa mengumpulkan data valid mengenai kebutuhan bahan pokok di setiap daerah. Data ini dapat menjadi langkah bagi pemerintah untuk memperbaiki rantai pasoknya.
“Badan Pangan Nasional bisa memetakan kebutuhan pangan di setiap daerah, lalu solusinya seperti apa, kebutuhannya berapa, nanti bagaimana cara memasoknya, sehingga harganya tetap terjaga,” ujarnya.
Maman menilai, impor diperlukan terutama bagi komoditas yang belum bisa dipenuhi di tingkat nasional. Namun, pemerintah juga perlu mengendalikan impor bahan pokok ini. Sebab, bisa jadi impor akan kembali dikuasai oleh kartel. “Kita harus hati-hati dengan masalah tata niaga ini, termasuk masalah mafia pangan,” kata Maman.
*Kawan-kawan yang baik bisa membaca tulisan-tulisan lain dari Prima Mulia atau artikel lain tentang Gejolak Harga Beras