• Cerita
  • BANDUNG HARI INI: Berdirinya Perkebunan Kina Friesland, Masihkah Bandung Menjadi Ibu Kota Kina?

BANDUNG HARI INI: Berdirinya Perkebunan Kina Friesland, Masihkah Bandung Menjadi Ibu Kota Kina?

Jumlah perkebunan kina di Bandung di masa lalu sangatlah luas. Kota ini sampai sempat menyandang julukan ibu kota kina. Kini luas perkebunan kina terus menyusut.

Sejumlah murid SD bermain di area puing sisa konstruksi pabrik kina di salah satu perkebunan kina tertua yang sekarang sudah berubah jadi kebun sayuran dan kopi di Afdeling Cikembang, Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung, Minggu (29/5/2023). (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Muhammad Akmal Firmansyah4 Maret 2024


BandungBergerak.id- Hari ini, bertepatan dengan 4 Maret 1890, adalah momen berdirinya perkebunan kina di wilayah Rajamandala, Kabupaten Bandung Barat. Tercatat pada Regeerings Almanak 1890 yang dikeluarkan oleh pemerintah Hindia Belanda bahwa perusaahan yang berpusat di Amsterdam membuka distrik di Pangheotan atau disebut Friesland. Manajer Friesland tercatat secara administrasi bernama S.J Meijer.

Peneliti Balai Arkelologi Jawa Barat Lia Nuralia dalam “Kehancuran Produksi dan Hilangnya Pabrik Kina Masa Kolonial di Bandung: Bukti Bencana dan Sosial” menyebutkan, terdapat 60 perkebunan kina di wilayah Bandung. Jumlah ini ia dapatkan hasil dari penelusuran Regerings Almanak Boor Nederlandsch-Indie.

“Kondisi tersebut di masa sekarang dapat ditelusuri melalui jejak budaya perkebunan. Warisan budaya tersebut merupakan “kode budaya” kolonial yang “bercerita” tentang produksi kina di masa lalu,” terang Lia, sebagaimana diakses Senin, 4 Maret 2024.

Sistem perkebunan ini tanpa terkecuali dibangun dengan modal besar oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda demi mengembangkan perekenomian negara. Dii akhir abad ke-19 dan awal ke-20, terjadi proses ekspor yang berasal dari perkebunan, termasuk ekspor kina yang berlansung tahun 1870-an, sebagaimana dijelaskan oleh Ririn Darini, dalam Perkembangan Industri Kina di Jawa 1854-1940.

Tanaman kina awal kali dibawa oleh seorang Jerman yang berprofesi dokter dan ahli tanaman, Franz Wilhem Junghuhn. Ia menanam pertama kali kina di Kampug Genteng, Desa Jaya Giri, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Menurut Lia Nuralia, Junghuhn pertama datang ke Batavia tahun 1835, kemudian kembali ke Eropa dan datang lagi ke Hindia Belanda pada tahun 1855. Tidak hanya Junghuhn, tanaman kina juga dibawa oleh seorang Amerika Selatan pada tahun 1854, yaitu Haeskarl.

Kina merupakan tanaman yang berasal dari Amerika Serikat. Tanaman industri ini berukuran sedang dan daunnya menjorong dengan tepi rata. Ia masuk dalam keluarga Rubiciae. Ada sekirar 40 spesies dalam genus kina, 12 spesiesnya diperdagangkan sebagai sumber obat. Di antara spesies penting adalah C.Calisaya, C. Ledgeriana Moens, serta C.Succirubra.

“Pohon-pohon kina ini aslinya tumbuh di hutan-hutang pengunungan Andes pada ketinggian antara 900-330 meter di atas permukaan laut. Daerah penyebarannya meliputi wilayah pegunungan Peru, Bolivia, Ekuador, Kolombia, dan Venezuela, dan dikembangkan dalam bentuk perkebunan di pulau Jawa,” tulis Ririn Darini, dimuat dalam Lembaran Sejarah Vo.2 no.2 tahun 2000.

Ririn menjelaskan, hasil umum kina di Jawa adalah kulit batang yang menjadi sumber kinene, suatu zat efektif untuk mengobati malaria yang saat itu mewabah di Hindia Belanda. Sebagai sebuah komoditi, keuntungan dari tanaman ini memang tak sebesar kopi, karet, atau teh. Tapi pertumbuhannya sangat luar biasa.

“Pada tahun 1940 produksi komoditi ini mencapai 16.371 kilogram kulit kina kering, dan ekspornya meliputi 7.00 ton serta 584 ton kinene,” jelas Ririn.

Baca Juga: BANDUNG HARI INI: Perjalanan Panjang Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung dari Hanya Satu Ruang Kuliah
BANDUNG HARI INI: Peresmian Masjid Cipaganti, Masjid Pertama di Bandung Utara
BANDUNG HARI INI: Akhir Perjalanan Sang Filsuf Jawa di Bandung, R.M.P. Sosrokartono

Perkembangan Bandoengsche Kininefabriek (Pabrik Kina di Bandung) dan ekspansinya ke Belanda (latar belakang), serta pendirinya, Mr. C. W. Baron van Heeckeren, yang sudah menua (latar depan). (Sumber: AID De Preanger-bode edisi 1 April 1931 dan Japikse dan Aardweg (1918: 620))
Perkembangan Bandoengsche Kininefabriek (Pabrik Kina di Bandung) dan ekspansinya ke Belanda (latar belakang), serta pendirinya, Mr. C. W. Baron van Heeckeren, yang sudah menua (latar depan). (Sumber: AID De Preanger-bode edisi 1 April 1931 dan Japikse dan Aardweg (1918: 620))

Perkebunan Kina di Jawa Barat dan Bandung Sebagai Ibu Kota Kina

Perkebunan kina Friesland bukanlah satu-satunya dan pertama di Jawa Barat. Perkebunan Cinyiruan merupakan perkebunan negara pertama kali yang berdiri di Panaglengan pada 17 Desember 1855. Selanjutnya, Ledger asal Inggris membawa spesies baru kina.

”Namanya diabadikan sebagai Cinchona ledgeriana, spesies kina bagian batang bawah digunakan dalam budidaya tanaman kina dengan cara stek sambung. Pohon kina atau kulit kayu Peru, yang dihasilkan untuk pembuatan pil kina, di bawah pengaturan pemerintah, mulai bergerak secara perlahan di akhir tahun 1850-an,” tulis Lia Nuralia.

Arkeolog tersebut menyebut, di tahun 1940-an Bandung dikenal sebagai ibu kota kina. Tanaman yang ditanam di dataran tinggi ini pada tahun 1930-an tercatat di tanam di lahan 16.000 hektare dan menghasilkan 12 ton dalam satu tahun. Praktis, tahun 40an segala pasok kebutuhan kina di dunia berada Bandung yang sekarang mengalami penurunan dratis.

Pada tahun 2009, beberapa nama perkebunan kina di masa lalu seperti Pangheotan berada pada areal konsesi seluas 5.242,4 hektare bergabungan dengan 15 perkebunan kina di enam di Jawa Barat, yaitu: Garut, Bandung, Bandung Barat, Cianjur, Subang, dan Bogor. Hal ini berdasarkan SK Direksi No.SK/D.I/254/IV/2009.

Jumlah perkebunan kina jauh menurun dibandingkan dengan di masa lalu. Penurunan dratis ini akibat dari kehancuran produksi di hulu industri yang berimbas ke hilir. Di tahun 2015-2020, menurut Lia, luas kebun kina terus mengalami penyusutan. Pada tahun 2015 luas kebun kina 468,76 hektare; tahun 2016 luas 498,94 hektare; tahun 2017 luas 498,94 hektare; tahun 2018 luas 478,83 hektare; tahun 2019 luas 478,82 hektare; dan tahun 2020 luas kebun menjadi 384,49 hektare.

Meski kebutuhan kina sebagai obat meningkat, perkebunan kina milik negara semakin menurun dari tahun 2009-2014. “Produksi kina sekitar 500 ton per tahun,” sebut Lia.

Penulis sejarah Atep Kurnia juga pernah menulis silsilah kina ini di BandungBergerak.id. Saking melekatnya Bandung dengan kina, seorang dosen emeritus ahli culturele antropologie (antropologi budaya) dan ontw. sociologie (sosiologi pembangunan) dari Faculteit der Sociale Wetenschappen, Universiteit Leiden, Wim van Zanten pernah menyalin salah satu paparikan, sejenis pantun, dalam bukunya: Sundanese Music in the Cianjuran Style (1989: 69): 

“Sok hayang nyaba ka Bandung, hayang nyaho pabrik kina, sok hayang nanya nu pundung, hayang nyaho mimitina” (Saya hendak bepergian ke Bandung, mau tahu pabrik kina, saya hendak bertanya kepada yang marah, mau tahu bagaimana mulanya)".

"Hal menarik dari paparikan di atas adalah penyebutan pabrik kina. Kelahiran sisindiran tersebut, sudah tentu bertautan sekali dengan kehadiran Bandoengsche Kininefabriek pada akhir abad ke-19," tulis Atep Kurnia. Ia menambahkan, Bandoengsche Kininefabriek sekarang dikenal sebagai pabrik kina di Cicendo. Dalam tulisannya, Atep melacak tokoh di balik pendirian pabrik kina ini

*Kawan-kawan dapat menikmati karya-karya lain Muhammad Akmal Firmansyah, atau juga artikel-artikel lain tentang Bandung Hari Ini

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//