• Berita
  • Masyarakat Jawa Barat Diingatkan Selalu Mewaspadai Demam Berdarah Dengue

Masyarakat Jawa Barat Diingatkan Selalu Mewaspadai Demam Berdarah Dengue

Jumlah kasus Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Bandung Barat termasuk yang tertinggi di Jawa Barat dengan angka kematian mencapai 6 kasus.

Warga menggunakan perahu di Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, 12 Januari 2024. Musim hujan identik dengan musim banjir dan penyakit, salah satunya Demam Berdarah Dengue. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Muhammad Akmal Firmansyah15 Maret 2024


BandungBergerak.id - Perubahan cuaca dan faktor lingkungan menjadi penyebab meningkatkanya Demam Berdarah Dengue (DBD) di Jawa Barat. Penyakit yang disebabkan gigitan nyamuk Aedes aegypti ini berisiko tinggi terutama pada kelompok rentan seperti anak-anak.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Jawa Barat hingga 8 Maret 2024, terdapat 7.654 kasus Demam Berdarah Dengue di Jawa Barat dengan 71 kasus kematian. Kabupaten Bandung Barat tercatat sebagai salah satu daerah dengan kasus DBD tertinggi. Data Dinkes Bandung Barat tanggal 6 Maret 2024, jumlah kasus DBD berada pada angka 834 kasus, dari jumlah kasus tersebut tercatat 6 kematian.

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) pada Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat Nurul Rasihan mengatakan, sebaran tertinggi kasus Demam Berdarah Dengue di Bandung Barat ada di Kecamatan Cililin sebanyak 165 kasus, Kecamatan Lembang 113 kasus, Kecamatan Sindangkerta 89 kasus.

“Kami sudah melakukan fogging 26 kali dari APBD,” kata Nurul kepada BandungBergerak, Kamis, 14 Maret 2024.

Nurul menyebut, saat ini imbauan dan penyuluhan ke masyarakat terus dilakukan oleh Dinkes Bandung Barat dengan terjun langsung ke lokasi-lokasi yang secara penyelidikan epidemiologi memerlukan fogging atau pengasapan. Salah satu cara mencegah DBD adalah dengan waspada dan menerapkan pola hidup sehat.

Nurul menambahkan, perilaku masyarakat yang tidak memperhatikan tempat-tempat yang berpotensi menjadi sarang nyamuk seperti penampungan air menjadi faktor lain pemicu penyakit demam berdarah.

Staff Divisi Infeksi dan Penyakit Tropis Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad) Jatnika Setiabudhi menuturkan, penyakit DBD sering kali menimbulkan gejala yang tak nampak di luar. Faktor risiko juga perlu diperhatikan pada balita, perempuan yang sedang menstruasi, serta yang memiliki kelainan darah. Orang-orang dengan risiko ini sebaiknya segera mendapatkan perawatan jika terjangkit DBD.

“Saat ini ada dengue tanpa bahaya, dengan tanda bahaya, dan dengue berat. Itu harus dideteksi dini sebagai upaya untuk menekan kematian,” kata Jatnika, dalam acara Bewara Jabar, Gedung Sate, Kota Bandung, dikutip dari keterangan resmi, diakses Kamis, 14 Maret 2024.

Menurut Jatnika, Demam Berdarah Dengue dengeu berat merupakan fase kritis dari penyakit DBD di mana cairan tubuh keluar dari pembuluh darah.

Baca Juga: Tugas Pemkot Bandung Bukan Hanya Menertibkan, tapi juga Memajukan PKL atau UMKM
Covid-19 Diprediksi Menjadi Penyakit Endemik seperti Malaria
Penyakit Sifilis di Bandung di Masa Kolonial

Pemberantasan Sarang Nyamuk

Kepala Dinas Kesehatan Jawa Barat Vini Adiani Dewi menuturkan, nyamuk Aedes aegypti yang menyebabkan DBD muncul karena faktor cuaca dan lingkungan. “Kalau tidak ada nyamuk itu, tidak akan menular,” jelas Vini.

Karena itu, kata Vini pencegahan dengan menciptakan lingkungan lebih bersih dan rapih menjadi jalan utama dalam mengurangi faktor DBD, di samping penanganan medis.

“Pencegahan dengan menabur serbuk abate, pengasapan, itu juga baik tetapi yang utama adalah dengan 3 M Plus. Masyarakat harus terus diedukasi untuk itu,” terang Vini.

Vini menambahkan, pihaknya sudah mengedarkan surat edaran soal sosialisasi 3 M yakni menguras, menutup, dan mendaur ulang ke dinas kesehatan kabupaten dan kota. Selain itu, penanaman ikan di kolam-kolam, menanam tumbuhan pengusir nyamuk seperti lavender, sereh atau menggunakan obat penangkal nyamuk juga sudah dilakukan.

Dampak Cuaca

Sebaran penyakit DBD amat bergantung pada iklim. Para peneliti dari Universitas Airlangga, Anggi Helena Elizabeth dan Ririh Yudhastuti dalam Gambaran Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Provinsi Jawa Barat Tahun 2016-2020 menjelaskan, jika kelembapan udara tinggi maka angka kasus DBD juga tinggi. Kelembapan udara bisa dihitung dengan lama penyinaran matahari. Sinar matahari berkait erat dengan faktor suhu yang dapat mempengaruhi kasus DBD.

“Durasi sinar matahari yang lebih pendek lebih menguntungkan untuk penularan demam berdarah. Hal ini sebabkan karena cahaya mempengaruhi pergerakan nyamuk dalam mencari tempat tinggal dan makanan. Secara umum, nyamuk lebih aktif di lingkungan yang lebih gelap, dan ada kemungkinan lebih besar DBD ditularkan selama periode kurangnya sinar matahari karena meningkatnya frekuensi gigitan nyamuk,” terang Ririh Yudhastuti dkk, diakses Kamis, 14 Februari 2024.

Nyamuk Aedes aegypti selalu berlindung dari sinar matahari dan mencari tempat peristirahatan di tempat teduh dan kelembapan yang cukup. Perkembangan nyamuk ini dipengaruhi oleh kondisi iklim.

“Jika disaat curah hujan sedang tinggi maka akan meningkatkan kelembapan udara, namun menurunkan suhu udara dan penyinaran matahari, begitu juga sebaliknya. Kondisi ini tentunya dapat mendukung jumlah breeding places nyamuk, mempercepat penyebaran virus, meningkatkan ketahanan hidup,” jelasnya.

Kedua peneliti ini juga menyebutkan sulit memutus mata rantai DBD yang sudah endemis di Jawa Barat. Meski pemerintah sudah melakukan berbagai upaya utuk menurunkan angka penyebaran DBD, namun vaksin pencegahnya belum ditemukan hingga sekarang.

*Kawan-kawan dapat menikmati karya-karya lain Muhammad Akmal Firmansyah, atau juga artikel-artikel lain tentang Penyakit 

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//