• Cerita
  • BANDUNG HARI INI: Meninggalnya Bintang Kehidupan

BANDUNG HARI INI: Meninggalnya Bintang Kehidupan

Nike Ardilla meninggal di saat kariernya memuncak. Kecelakaan maut di Jalan Riau, Bandung membawa pergi pelantun Bintang Kehidupan untuk selama-lamanya.

Nike Ardilla (27 Desember 1975-19 Maret 1995), lady rocker Indonesia yang meninggal karena kecelakaan mobil di Jalan Riau, Bandung. (Foto: Buku Arief Havidz berjudul Nike Ardilla - Sebuah Cerita (2013))

Penulis Muhammad Akmal Firmansyah19 Maret 2024


BandungBergerak.id – Kabar yang disiarkan TVRI 19 Maret 1995 lalu sungguh menggejutkan khalayak ramai. Pelantun lagu Bintang Kehidupan Nike Ardilla pulang keharibaan Tuhan dengan cara mengenaskan. Semua mata terbelalak, semua orang merasakan kesedihan mendalam. Keluarga, saudara, fans berduka atas hilangnya seorang diva dengan anama asli Raden Rara Nike Ratnadilla.

Gajah mati meninggalkan gading, Nike Ardilla meninggal dengan jutaan kopi album yang terjual. Subah banyak film dan sinetron yang pernah ia perankan. Sampai saat ini orang tua kita banyak yang masih setia mendengarkan Album Seberkas Sinar (1989) atau Bintang Kehidupan (1990). Lagu-lagu Nike Ardilla masih diputar di warung-warung kopi, di pinggir jalan oleh pengamen, dan orang remaja tanggung yang baru putus cinta kemudian bersenandung, “Malam-malam aku sendiri, tanpa cintamu lagi”.

Nike Ardilla atau juga dikenal Nike Astrina, lahir di Bandung 27 Desember 1975 dari pasangan R. Eddy Kusnandi dan Nining Ningsihrat. Di antara buku biografi Nike Ardilla yang paling terbaik adalah ditulis oleh Arief Havidz berjudul Nike Ardilla - Sebuah Cerita (2013). Nike Ardilla selain aktris dan penyanyi merupakan gadis baik hati, ramah pada orang-orang tidak beruntung, dan selalu santun menyayangi keluarga, saudara, dan teman.

Sebelum memasuki samudera kehidupan sang bintang, Arief menceritakan pengalaman pertama berkenalan dengan Iteung Bandung ini.  “Saya masih kelas satu SMP dan bertempat tinggal di sebuah kota kecil terletak antara Bandung-Jakarta. Sebelum dibukanya Tol Cipularang, bila kita menuju kota kembang atau dari kota metropolitan, pasti kita melewati kota kecil tempat saya tinggal, yaitu Cianjur,” cerita Arif

Di Cianjur inilah, Arif kecil akrab dengan Nike Ardilla melalui poster-poster yang ditempel oleh kakak sepupu dan lagu-lagunya yang diputar. Meninggalnya Nike Ardila tentu memberikan duka mendalam terhadap fansnya. “Kakak sepupu saya tak henti-hentinya membeli koran, majalah, dan tabloid yang memuat berita tentang kematian Nike Ardilla,” kenang Arif.

Dari kebiasaan kakaknya itulah, keluarga Arif mulai juga mengoleksi berbagai karya-karya Nike Ardilla termasuk tiga album terakhir sebelum peristiwa nahas yang menimpa sang artis. Tiga album tersebut yakni, Sandiwara Cinta, Mama Aku Ingin Pulang, dan Suara Hatiku.  

Arif dan juga para fans yang tergabung dalam Nike Ardilla Fansclub hampir setiap tahun memperingati hari kelahiran Nike Ardilla dan kematiannya. Marilah kita simak bagaimana cerita Nike Ardilla dari Arif Havidz.

Kisah Berdirinya SLB Nike Ardilla

Nama toko sepatu di Jalan Braga, Bandung terngiang-ngiang di benak Nining. Waktu itu Nining yang sedang hamil sering diajak oleh Kusnandi ke pusat hiburan dan perbelanjaan di tengah Kota Bandung.

“Mami (Nining) melihat sebuah sepatu waktu itu berlabel Nike (dibaca Naiki). Tapi karena orang Indonesia biasa melafalkan Nike dengan Nike saja, sesuai yang tersirat, Papi (Kusnandi) mengabulkannya,” tulis Arief Havidz.

Nama Nike sendiri adalah gabungan dari Nining dan Kusnandi, termasuk Ratnadilla gabungan dari nama belakang kedua orangtuanya. ”Masih belum puas juga karena yang berkumpul hanya paduan kata Ratnadi. Para rekan sejawat di perusahaan papi bekerjalah yang menyempurnakan dengan menambahkan huruf double L dan Ratnadilla,” jelas Arief.

Sejak kecil, Nike Ardilla selalu didukung oleh kedua orang tuanya termasuk dalam mengasah bakatnya. Orang tua Nike kemudian mendaftarkan Nike kecil ke Himpunan Artis Penyanyi dan Musisi Indonesia (HAPMI). Di bawah asuhan Adjie Esa Poetra dan Deddy Kantong bakat olah vokal Nike diasah.

Sambil terus bernyanyi dan berlatih olah vokal, Nike Ardilla menyalurkan minatnya juga pada musik aliran rock. Denny Sabri, pentolan majalah Aktuil, bertemu dengan perempuan penggemar Marilyn Moore ini 

“Denny Sabri yang pernah membawa Nike ke Kalimantan, Sumatra, dan daerah lainnya di Inonesia untuk bernyanyi ini kemudian memperkenalkan Nike kepada seorang mususi yang kelak akan menghasilkan lagu-lagu hits untuk dinyanyikan Nike,” tutur Arief.

Denny Sabri mengenalkan Nike Ardilla kepada Deddy Dores. Di tangan Deddy Dores, lagu-lagu yang dilantunkan Nike Ardilla melejit hingga terjual ribuan copy. Album Seberkas Sinar yang dirilis 1989 misalnya, meledak di pasaran. Nike pun mendapatkan hadiah mobil Kijang.

“Denny Sabri membawanya ke studio rekaman milik Deddy Dores di Jakarta, dikarenakan memang besarnya sebuah niat yang dibangun Nike yang kala itu berumur empat belas tahun,” kata Arief.

Selain berkarier di dunia musik, mojang Bandung ini menjajal kamampuan di bidang seni peran. Nike menjadi juara favorit Gadis Sampul 1990. Di tahun 1993-1994, Iteung dari Kota Kembang ngumbara ke Jakarta untuk konsenstrasi di bidang kariernya.

“Mengontrak rumah di Jalan Mangga, daerah Fatmawati, Jakarta Selatan. Di sinilah Nike berkumpul dengan teman-temannya, termasuk Sofyatun Wahyuni, yang lebih dikenal sebagai Atun teman satu SMU, kemudian merangkap asisten Nike,” terang Arif.

Dunia gemerlap dari panggung ke panggung tak membuat Nike melupakan diri sebagai mahluk sosial yang harus membantu sesama. Ia mendirikan Sekolah Luar Biasa (SLB) Nike Ardilla di bawah Yayasan Wawasan Nusantara. Sekolah ini didirikan tak jauh dari rumahnya di Jalan Parakansaat I No.37, Kota Bandung.

Baca Juga: BANDUNG HARI INI: Perjalanan Panjang Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung dari Hanya Satu Ruang Kuliah
BANDUNG HARI INI: Peresmian Masjid Cipaganti, Masjid Pertama di Bandung Utara
BANDUNG HARI INI: 14 Tahun Sabtu Kelabu atau Tragedi AACC, Luka Besar Jagat Musik Bandung

Meninggalnya Sang Bintang Kehidupan

Gelap awal hari menyelimuti Kota Bandung, bertepatan dengan tanggal hari ini 29 tahun lalu, di atas aspal Jalan RE Martadinata (Jalan Riau). Sebuah mobil sedan Genio berwarna Hijau Metalik dengan nomor Polisi D 27 AK melaju menyusuri pagi yang sangat mencekam.

“Sebuah mobil yang berada di depannya berhasil disalip, namun tak lama kemudian mobil yang tadi disusulnya berhasil menyalipnya kembali. Berulang-ulang kedua mobil tersebut saling menyalip,” cerita Arief Havidz.

Pada salipan kesekian, Genio membanting stir ke sebelah kiri saat tiba-tiba muncul mobil Traft Merah dari arah berlawanan, mengakibatkan sang pengemudi mobil setengah berputar dan menabrak pohon. “Pintu sang pengemudi berada terhantam tempat sampah yang terbuat dari beton dan pilar sebuah rumah,” tulis Arief.

Nike Ardilla dan Atun berada di sampingnya. Kedua perempuan ini terkapar tidak berdaya. ”Duka dan luka keluarga, kerabat, para sahabat, dan juga para penggemarnya berhasil meluluhlantakkan bendungan air mata mereka. Kini sudah tidak ada lagi penyanyi asal Bandung yang multi talenta itu. Kepergiannya benar-benar masih terasa menggetarkan jiwa dan hati sampai saat ini,” ungkap Arief.

*Kawan-kawan dapat menikmati karya-karya lain Muhammad Akmal Firmansyah, atau juga artikel-artikel lain tentang Musisi Bandung atau tentang Bandung Hari Ini

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//