Orang-orang Sedunia, Mendongenglah!
Dongeng masih relevan untuk zaman sekarang. Peran dongeng amat penting dalam membangun karakter anak-anak. Peran ini tak mungkin tergantikan oleh gawai.
Penulis Muhammad Akmal Firmansyah20 Maret 2024
BandungBergerak.id - Hari ini, 20 Maret bertepatan dengan berkumpulnya para pendongeng dari Swedia dalam All Storytellers Day 1991-1992. Tujuh tahun setelah itu peringatan Hari Dongeng Sedunia digelar dalam acara Celebration of Story yang diadakan lima hari berturut-turut.
Hubbi S Hilmi dalam buku Silsilah Percakapan (2022) mengatakan, merawat tanggal keramat ini perlu dilakukan. Karena lewat dongeng banyak sekali nilai-nilai kehidupan yang bisa dipetik sebagai acuan dalam menjalani kehidupan.
“Dongeng tidak hanya sebagai bahan untuk menemani tidur atau bahkan hanya sebuah cerita khayalan, tetapi lewat dongeng kita juga menanamkan nilai-nilai karakter yang kuat,” tulis Hubbi.
Dongeng sebagai karya sastra lama diartikan sebagai cerita yang tidak benar-benar terjadi, ada tokoh baik dan jahat dalam akhir cerita. Selain untuk mengibur, ia menjadi alat penyampai pesan untuk anak-anak.
“Dongeng menjadi alat penyampai moral yang sangat bisa untuk kita andalkan, mengingat kisah-kisah dalam sebuah dongeng yang sudah bisa dipastikan mengandung nilai moral, bahkan ciri-ciri sebuah dongeng itu ialah dnegan tokoh yang sangat sabar, mandiri, jujur, pantang menyerah dan tentu saja kerja keras,” kata Hubbi
Kegiatan mendongeng yang penuh sarat dan makna ini, lanjut Hubbi, banyak ditinggalkan oleh orang tua. Sangat jarang orang tua mau membacakan sebuah dongeng untuk anak-anaknya. Menurutnya, orang tua lebih memilih membelikan gawai pada anaknya dengan harga berjuta-juta daripada membelikan bahan bacaan, sebut saja dongeng.
Merawat kembali mendongeng selain menghadirkan buku bacaan untuk anak, bisa dilakukan oleh orang tua dengan bercerita saat menjelang tidur di waktu malam.
“Malam-malam yang seharusnya mereka nikmati dengan suara pendongeng andal, yakni kita sebagai orang tua. Mari temani dan bangun karakter anak di malam-malam indah dengan kisah-kisah dalam dongeng, dan tentu gantilah gawai dengan bahan bacaan,” terang Hubbi S Hilmi.
Dongeng Ratimaya
Mendongeng tak hanya untuk anak-anak, bagi orang dewasa mendongeng berevolusi menjadi bercerita, mendengarkan dan berbagi pengalaman kehidupan. Hal inilah yang diyakini oleh orang muda asal Bandung Ratimaya, bahwa mendongeng dibutuhkan oleh siapa pun tak ada batasan usia, tidak hanya untuk anak-anak.
“Semua orang membutuhkan dongeng atau cerita-cerita untuk menetralisir keruwetan, orang dewasa itu butuh cerita-cerita yang sifatnya menghibur. Aku pengin menggubah stigma itu dari tahun 2020 aku mendongeng dari semua usia baik itu anak-anak, remaja, sampai lansia,” kata Ratimaya, dalam Podcast Suara Pinggiran: Dongeng-dongeng Kehidupan Ratimaya.
Pengalaman masa kecil dengan merawat daya imajinasi yang kuat membuat Ratimaya mulai terjun pada seni tutur ini yang dimulai sejak ia duduk di bangku perkuliahan. Ia berbagi keceriaan dengan anak-anak di wilayah konflik, penggusuran, dan dengan siapa pun.
“Jadi memang pada saat masa akhir perkuliahan yang runyam, aku sering nongkrong di salah satu selasar di sebuah kampus, di sana itu banyak anak kecil yang menunggu orang tuanya berdagang. Akhirnya untuk mengobati kerunyaman, mencoba bermain dengan anak-anak,” cerita Ratimaya.
Dari semenjak itulah mendongeng melekat dengan diri Ratimaya. Ia berusaha menghidupkan imajinasi pada semua kalangan di pelbagai ruang dan usia. Mulai dari anak-anak hingga lansia.
Baca Juga: BANDUNG HARI INI: Meninggalnya Bintang Kehidupan
BANDUNG HARI INI: Akhir Perjalanan Sang Filsuf Jawa di Bandung, R.M.P. Sosrokartono
Bandung Hari Ini: Kolom Asap Setinggi Dua Kilometer dalam Erupsi Tangkuban Parahu
Menularkan Kebahagiaan dengan Mendongeng
Eca, sebutan akrab lain dari perempuan asal Rancaekek, sudah melakukan tour mendongeng antarpulau dan kota di Indonesia. “Tour yang pertama, 23 kota dua pulau dengan dana pribadi kita mendapatkan dari merchandise yang kita jual. Kita menyiapkan itu semua. Yang kedua, 12 titik 6 kota dengan Gulali Musik Indonesia,” terang Ratimaya.
Ratimaya mendapatkan banyak ide dan inspirasi setiap kali mendongeng dari satu titik ke titik lain. Meski demikian, aktivitas mendongeng memiliki tantangan dan kesulitan tersendiri. Cara mendongeng untuk anak-anak berbeda dengan mendongeng untuk orang dewasa.
“Ke anak-anak itu sulit, mereka itu kemampuan untuk fokus mendengarkan, mulai dari menit pertama sampai paling lama itu menit kedelapan, hilang fokus dan gampang keganggu,” tutur Ratimaya.
Kesulitan mendongeng pada orang dewasa beda lagi. Biasanya mereka suka menggobrol sendiri di sela-sela acara mendongeng. “(Orang dewasa) memiliki antusians berdiskusi masing-masing, walaupun memang aku engga mengharuskan teman-teman yang dihadapkan aku untuk mendengarkan,” lanjut Ratimaya.
Salah satu pengalaman mengesankan selama mendongeng ia dapatkan ketika berkegiatan di lokasi penggusuran. Di sana justru antusias anak-anak korban penggusuran dalam mendengarkan dongeng cukup tinggi. Beda halnya dengan anak-anak dari luar daerah konflik.
“Mereka jarang mendapatkan hal-hal seperti itu, begitu dongeng selesai itu biasanya mereka minta lagi. Mereka itu mau mendongeng, berekspresi, dan juga enak diajak kerja sama,” beber penulis buku dongeng Tilik Bantala Hawa (2023).
*Kawan-kawan dapat menikmati karya-karya lain Muhammad Akmal Firmansyah, atau juga artikel-artikel lain tentang Dongeng