• Liputan Khusus
  • GEDEBAGE BUKAN TEKNOPOLIS #2: Berebut Jalan Menuju Masjid Al Jabbar

GEDEBAGE BUKAN TEKNOPOLIS #2: Berebut Jalan Menuju Masjid Al Jabbar

Infrastruktur terus dibangun di Gedebage. Terbaru, Masjid Al Jabbar yang mengundang lautan kendaraan membanjiri kawasan yang pernah dicanangkan sebagai Teknopolis.

Masjid Al Jabar di Gedebage, Bandung, 21 Februari 2024. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Awla Rajul21 Maret 2024


BandungBergerak.idMak Rus khidmat menggoreng tempe di balik gerobak dagangannya yang beratapkan beberapa lembar seng. Tangannya telaten membalikkan tempe yang warnanya berubah keemasan. Gorengan lainnya seperti bala-bala, ubi, dan tahu masih berhawa panas dan telah disusun rapi di wadah berwarna merah. Mereka menunggu pembeli datang menjemput.

Di balik kaca gerobak, kendaraan ramai mengantre. Belum ada satu pun pengendara yang menjemput gorengan Mak Rus. Mereka sibuk berebut ruang di Jalan Cimincrang, Minggu sore, 3 Maret 2024. Jalan kecil ini akses menuju Masjid Al Jabbar dan Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA), Gedebage, Bandung.

Dari arah Cimincrang menuju Masjid Al-Jabbar, mobil dan motor mengular panjang untuk melewati jalur rel kereta api. Kendaraan dari arah sebaliknya terbilang lengang.

“Ah, sepi. Banyak orangnya hungkul, yang belinya jarang. Rame ku orangnya mah, mondar-mandir. Setiap hari macet sekarang mah, sesudah ada Al Jabbar. Tapi yang beli jarang,” keluh Mak Rus sambil terus menggoreng.

Saban sore, Mak Rus jualan gorengan di pinggir Jalan Cimincrang di dekat sebuah lahan milik warga yang dimanfaatkan untuk tempat parkir pengunjung Masjid Al Jabbar. Saban sore pula jalanan yang padat sudah menjadi pemandangan sehari-hari.

Kendati demikian, pedagang nasi yang lokasinya tak jauh sebelum rel kereta yang biasa disapa mamah Faqih (50 tahun) menyebut jalanan itu sudah tak sepadat ketika awal-awal Masjid Al Jabbar diresmikan. Menurutnya, sejak awal tahun 2024 pengunjung Masjid Al Jabbar sudah berkurang. Jalan Cimincrang mengalami kemacetan setiap akhir pekan saja ketika kunjungan ke masjid di tengah persawahan itu meningkat.

Adapun di hari-hari kerja, kepadatan terjadi di pagi dan sore. Pagi hari, jalanan padat oleh warga yang berangkat sekolah dan bekerja. Di sore hari hingga selepas isya, jalanan padat oleh warga yang kembali ke rumah, ditambah arus balik kepulangan pengunjung Masjid Al Jabbar.

“Kalau jam segini, setiap hari juga macet sampai habis isya,” kata mamah Faqih, saat ditemui di warungnya sekitar pukul empat sore.

Mamah Faqih bercerita, di bulan-bulan awal Masjid Al Jabbar diresmikan hingga berjalan setahun, bisa dibilang Jalan Cimincrang mengalami kemacetan paling parah. Saking macetnya, jalan yang terbilang sempit ini penuh oleh kendaraan dan manusia. Kantung-kantung parkir yang dikelola pihak Masjid Al Jabbar maupun masyarakat membludak. Pengunjung terpaksa harus jalan kaki.

“Sampai gak bisa jalan kalau macet parah mah. Ditambah pengunjung Al Jabbar banyak, apalagi kalau di GBLA ada main bola, ya itu pasti macet parah,” ungkap penduduk asli Kampung Cilameta, Kelurahan Cimincrang yang sudah berjualan nasi sejak sebelum adanya Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA).

Menurut laman resmi, sejak 1 April 2023 hingga 12 Maret 2024 jumlah pengunjung Masjid Al Jabbar mencapai 4.099.907 orang. Adapun pengunjung paling banyak dalam rentang waktu tersebut terjadi pada Minggu, 15 Oktober 2023 yang mencapai 92.073 orang.

Analisa mamah Faqih benar bahwa jumlah pengunjung Masjid Al Jabar meningkat setiap akhir pekan. Data tersebut menunjukkan, pada Sabtu rata-rata lonjakan kedatangan pengunjung masjid terjadi pada pukul empat subuh sebanyak 1.070 orang, pukul 11 siang sebanyak 1.763 orang dan pukul tiga dan lima sore, masing-masing 2.012 orang dan 2.263 orang. Waktu-waktu tersebut bertepatan dengan momen salat Subuh, Zhuhur, Ashar, dan Maghrib.

Adapun di hari Minggu, lonjakan kedatangan pengunjung tidak hanya pada waktu-waktu menjelang salat. Jumlah pengunjung pada pukul empat subuh sebanyak 1.553 orang, lalu mulai meningkat pada pukul sembilan pagi sebanyak 1.863 orang, dan 2.256 orang pada pukul 11. Lonjakan kedatangan dimulai lagi pada pukul 14 sebanyak 2.353 orang, pukul 15 2.716 orang, dan pukul 17 sebanyak 2.780 orang.

Suasana di lahan parkir menuju Masjid Al Jabbar yang dikelola masyarakat di Jalan Cimincrang, Bandung, Minggu, 3 Maret 2024. (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak.id)
Suasana di lahan parkir menuju Masjid Al Jabbar yang dikelola masyarakat di Jalan Cimincrang, Bandung, Minggu, 3 Maret 2024. (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak.id)

Kantung-kantung Parkir

Intensitas pergerakan dan kedatangan manusia ke kawasan Gedebage semakin tinggi. Hal itu ditengarai karena banyaknya spot-spot yang bisa dikunjungi. Di kawasan Masjid Al Jabbar terdapat kantung-kantung parkir baik yang dikelola oleh Masjid Al Jabbar maupun secara swasta oleh masyarakat.

Ada tiga lokasi kantung parkir milik Masjid Al Jabbar, yaitu sektor A berada di halaman sisi Tenggara, sektor B berada di halaman sisi timur laut, dan sektor C berada di kawasan barat. Sedangkan untuk sektor khusus sepeda motor dan parkir di area jalan raya berada di sisi utara masjid.

Laman resmi Masjid Al Jabbar menyebutkan, sektor A dan B dikhususkan untuk mobil yang bisa menampung sekitar 350 unit mobil. Sektor C yang biasa digunakan parkir bus bisa muat sekitar 112 unit. Untuk sepeda motor bisa memuat sekitar 150 unit dan ditambah sekitar 100 unit mobil di sektor jalan raya sisi utara masjid.

Per tanggal 29 Juni 2023 hingga 28 Agustus 2023 terdapat total 24.202 kendaraan yang parkir di kantung parkir Masjid Al Jabbar. Dari angka itu, kendaraan terbanyak adalah mobil berjumlah 16.807 unit (69,44 persen), motor berjumlah 7.388 unit (30,53 persen), dan kendaraan roda tiga berjumlah tiga (0,03 persen).

Dari rentang waktu tersebut, jumlah tertinggi parkir mobil terjadi pada Sabtu, 1 Juli 2023 sebanyak 703 unit dan Minggu, 6 Agustus 2023 sebanyak 685 unit. Sedangkan parkir motor terbanyak pada 6 dan 5 Agustus 2023, masing-masing sebanyak 404 unit dan 395 unit.

Terdapat pula kantung-kantung parkir yang dikelola oleh masyarakat. Kantung-kantung parkir itu beragam, ada yang untuk motor, mobil, bahkan khusus untuk bus. Tempat-tempat parkir ini bermunculan sejak awal diresmikannya Masjid Al Jabbar. Masyarakat memberi pilihan alternatif lokasi parkir yang “memudahkan” di tengahkemacetan di sekitar Masjid Al Jabar.

“Kalau di sini walaupun macet dari depan, aksesnya jalan kaki ke Masjid Al Jabar lebih dekat. Tapi kalau di sana, akses jalannya jauh, susah jalan kaki,” terang Faruk (50 tahun), pengelola lahan parkir di Jalan Cimincrang, Minggu, 3 Maret 2024. “Ini kan umpamanya macet dari pintu depan (Cimincrang Soetta), aksesnya dekat kalau jalan.”

Waktu BandungBergerak menemui Faruk, hanya ada sekitar 16 mobil pengunjung Masjid Al Jabbar yang parkir. Lahan itu mampu menampung 150 hingga 200 unit mobil minibus maupun travel. Faruk mengakui, belakangan telah terjadi penurunan pengunjung. Kebanyakan kendaraan pun tak perlu parkir di luar kawasan Masjid Al Jabbar. Hal itu berbanding jauh ketika awal-awal Masjid Al Jabbar diresmikan.

“(ketika sedang ramai-ramainya) Penuh ini, setiap hari, pas sorenya. Jauh sekarang, paling ini juga masuk 20 mobil, setiap sore, kalau Sabtu Minggu, gak setiap hari,” ungkap Faruk.

Kantor RW 04 Cimincrang setiap akhir pekan pun dimanfaatkan sebagai lahan parkir yang dapat menampung sebanyak 70 hingga 80 motor. Adapula lahan milik masyarakat yang dimanfaatkan sebagai tempat parkir untuk pengunjung Masjid Al Jabbar.

Pengelola lahan parkir Nanang Suparno (42 tahun) menceritakan, ia menyulap lahan milik keluarganya menjadi tempat parkir karena dorongan dari pegawai-pegawai pemerintah ketika persemian Masjid Al Jabbar. Waktu itu, lahan parkir di Masjid Al Jabbar membludak. Pegawai pemerintah pun melihat lahan milik keluarga Nanang ideal untuk dijadikan lahan parkir.

Lahan parkir itu terletak di seberang Masjid Al Jabbar, sebelum area penjual makanan (foodcourt). Sejak itulah, Nanang bersama adiknya setiap akhir pekan mengelola lahan itu menjadi parkir yang dapat menampung hingga 300 motor. “Dijaga dan dikelola hanya Sabtu-Minggu, hari biasa bebas. Soalnya kan rata-rata dipakai acaranya juga Sabtu-Minggu,” ungkap pengelola parkir lainnya, Eno, Minggu 3 Maret 2024.

Eno penduduk asli Cimincrang. Ia tak pernah menduga kawasan Cimincrang menjelma seperti sekarang: terdapat infrastruktur besar dan ramai dikunjungi. Ia mengaku, Masjid Al-Jabbar memiliki daya tarik tersendiri meski persoalan macet menjadi konsekuensi karena jalanan yang sempit.

Namun begitu, Eno berpendapat, belakangan kemacetan bukan saja terjadi karena kepadatan pengunjung ke Masjid Al Jabbar, tetapi juga karena Mall Summarecon Bandung. Sejak diresmikan pada 18 Januari 2024 lalu, pelancong juga melewati Jalan Cimincrang sebagai jalur alternatif selain Gedebage Selatan untuk sampai ke Mall Summarecon.

“Nah itu, Summarecon. Kan sebagian motor-mobil disangkanya orang ‘wah itu pengunjung Al-Jabbar’. Nah itu bukan, salah. Antara dua, yang mau ke mall sama yang ke masid,” terang Eno, ramah.

Kemacetan di Jalan Cimincrang menuju Masjid Al Jabbar,  Gedebage, Bandung, Minggu, 3 Maret 2024. (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak.id)
Kemacetan di Jalan Cimincrang menuju Masjid Al Jabbar, Gedebage, Bandung, Minggu, 3 Maret 2024. (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak.id)

Tak akan Kembali seperti Dulu

Kemegahan Masjid Al Jabbar memang memberi banyak perubahan bagi masyarakat, salah satunya kemacetan. Meski kehadiran Masjid Al Jabbar menciptakan sumber penghasilan baru bagi warga, kondisi lalu lintas tak akan kembali seperti sedia kala.

Cece Syarif (53 tahun) dulunya merupakan tukang las. Ia membuka usaha jasa las di depan rumahnya yang kini berhadapan dengan Masjid Al Jabbar. Sejak pindah ke Bandung dari Bekasi 2008 lalu, usaha las itu dijalani oleh Cece hingga bisa menyekolahkan anaknya. Usaha las itu harus berganti menjadi usaha makanan pascaperesmian Masjid Al Jabbar.

“Kalau las itu kan mesti ada tanah yang luas, jangan banyak orang. Apalagi pas pembukaan itu lautan manusialah istilahnya. Ya sudah saya gak bisa gerak. Kan kalau ngelas banyak orang, ngeri juga kan. Ya hubungannya sama api, sama listrik. Ya sudah akhirnya saya ngikutin jalur aja. Mau pindah juga mau pindah ke mana,” ungkap Cece yang juga Ketua RT 02 RW 04 Cimincrang.

Bekas lokasi usaha jasa las milik Cece kini berganti menjadi warung makan. Satu tempat dikelola sendiri, satunya lagi disewakan. Cece mengatakan, kemacetan di jalan sekitar rumahnya sudah tidak seperti dulu lagi, hanya terjadi setiap akhir pekan saja. Berkurangnya kemacetan dinilai karena sudah “diatur”. Misalnya, bus kini sudah jarang melalui Jalan Cimincrang, sebab harus memutar di Jalan SOR GBLA.

Persoalan yang timbul berikutnya adalah kepadatan di Jalan Cimincrang karena banyaknya manusia yang menyeberang dari Al Jabbar ke area foodcourt. “Yang lebih parah mah kalau pengunjung lagi banyak, mobil lagi banyak juga. Jadi pabaliut sama orang. Orang juga jalannya ya di jalan, kan gak ada trotoar. Jadi sudahlah, ikut macet orangnya juga,” ungkap Cece.

Cece merasa kini persoalan kemacetan dan kepadatan sudah membaik. Persoalan ini pun sudah menjadi makanan sehari-hari, sebab sudah “terbayang” dengan kemacetan. Berbeda saat awal-awal peresmian dan pembukaan Al Jabbar yang menjadi momen pertama masyarakat merasakan kawasannya macet, notabene yang tak pernah macet sebelumnya.

“Sekarang ya sudah mulai, sudah hampir balik lagi ke asal. Cuma ya enggak persis banget,” katanya.

Baca Juga: GEDEBAGE BUKAN TEKNOPOLIS #1: Balada Banjir di Calon Pusat Kota
Melihat Megahnya Masjid Al Jabbar dari Setumpuk Soal di Gedebage
Lima Poin Kunci Pengelolaan Stadion GBLA Gedebage

Kemacetan di Jalan Cimincrang menuju Masjid Al Jabbar,  Gedebage, Bandung, Minggu, 3 Maret 2024. (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak.id)
Kemacetan di Jalan Cimincrang menuju Masjid Al Jabbar, Gedebage, Bandung, Minggu, 3 Maret 2024. (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak.id)

Kontroversi Pembangunan dan Upaya Mengatasi Kemacetan

Masjid Al Jabbar dibangun di masa Gubernur Ridwan Kamil. Di awal peresmian, pembangunan masjid megah di kawasan Bandung timur ini memicu kontroversi. Menurut Beyond Anti Corruption (BAC) menyatakan proyek pembangunan masjid dengan kapasitas 50 ribu jemaah ini terdiri dari 24 paket pekerjaan dengan nilai total sekitar 1,6 triliun rupiah menggunakan dana APBD.

Salah satu paket berupa pembuatan konten Masjid Al Jabbar ditawarkan dengan nilai 20 miliar rupiah. Namun nilai kontrak akhirnya disepakati sebesar 14,5 miliar rupiah. Awalnya pekerjaan ditawarkan dengan mekanisme lelang terbuka. Proses lelang sempat mengalami kegagalan sebanyak dua kali, sebelum akhirnya dilakukan penunjukkan langsung.

Penunjukkan langsung inilah yang dinilai BAC penuh kejanggalan. Perusahaan yang ditunjuk mengerjakan konten Masjid Al Jabbar adalah PT Sembilan Matahari yang dipimpin CEO Adi Panuntun yang disebut BAC sebagai orang dekat Ridwan Kamil. BAC melaporkan dugaan manipulasi tender ini ke Kejaksaan Agung (Kejagung) RI, 4 Agustus 2023.

Adi Panuntun sudah membantah semua yang dilaporan Beyond Anti Corruption. Adi menegaskan, dugaan itu tidak benar dan tidak tepat karena PT Sembilan Matahari telah mengikuti proses tender sesuai dengan prosedur. 

Kontroversi tersebut telah lama menguap. Yang tertinggal adalah persoalan lain dari berdirinya masjid yang menjadi destinasi wisata religi, yaitu kemacetan. Jalan Gedebage Selatan yang menjadi jalur utama menuju ke Masjid Al Jabbar, harus menanggung beban volume kendaraan yang luar biasa. Tak hanya bus-bus pariwisata yang memboyong jemaah ke Al Jabbar, jalur ini menjadi jalan utama bagi truk-turuk kontainer yang membawa barang ke terminal peti kemas ataupun ke pabrik-pabrik yang berada di kawasan itu.

Minggu sore, 3 Maret 2024 itu, persimpangan lalu lintas Gedebage terlihat padat. Ada puluhan bus pariwisata yang berbelok ke Gedebage Selatan dari lampu merah simpang Gedebage sekitar pukul 17:17 hingga 17:27.

Namun, kemacetan di kawasan ini bukan hanya karena lonjakan pengunjung ke Masjid Al-Jabbar, tetapi juga berdirinya infrastruktur-infrastruktur besar lainnya yang menjamur di lahan bekas sawah Gedebage, seperti Stadion GBLA, Mall Summarecon Bandung, Stasiun Tegalluar, Stasiun Cimekar, dan lain-lain. Pemerintah pun telah melakukan beragam upaya untuk mengurai kemacetan di kawasan yang dulu pernah digadangkan sebagai teknopolis. Salah satunya dengan membuka kembali exit tol KM 149.

“Pintu tol KM 149 ini bisa dijadikan solusi kalau ada yang mau ke Masjid Raya Al Jabbar, Mal Summarecon, maupun Stadion GBLA, semua pakai KM 149. Tidak bisa mengandalkan Gedebage Selatan, Cimincrang atau Ciwastra karena sangat padat," kata Sekretaris Daerah Kota Bandung, Ema Sumarna saat Rakor Penanganan Kemacetan di Wilayah Bandung Timur di Balai Kota Bandung, Senin 29 Januari 2024, dikutip dari siaran pers.

Ema mengakui, kemacetan di kawasan Gedebage terjadi akibat keramaian pengunjung ke infrastruktur-infrastruktur besar. Peningkatan volume kendaraan itu sayangnya tidak diimbangi dengan lebar jalan yang memadai, menyebabkan kemacetan yang massif. Pelebaran jalan, kata Ema, juga menjadi solusi krusial, terutama di ruas Jalan Gedebage Selatan.

Ia juga mendorong pihak Summarecon untuk menyegerakan penyelesaian Sektor 5 yang dapat menyambungkan Jalan Gedebage Selatan, Masjid Al Jabbar, dan Summarecon. “Ya lumayan kalau itu dibuka untuk akses nanti menuju Al Jabbar bisa juga melingkar untuk menuju ke mall atau juga nanti bisa bisa langsung ke GBLA. Nanti ada jembatan balley di sana,” ujarnya.

Di samping itu, Ema juga mendorong pemerintah pusat untuk mempercepat pembangunan Exit tol KM 151 agar kendaraan memiliki pilihan alternatif untuk keluar-masuk kawasan Gedebage. Selain mendorong percepatan pembangunan jalan untuk mengurai kemacetan, Pemkot juga memberi solusi jangka pendek, seperti rekayasa lalu lintas dan menaruh petugas di kawasan Gedebage untuk mengatur, mengawasi, dan mengendalikan lalu lintas.

“Pemkot tidak pernah kenal lelah untuk menangani kemacetan. Berkenaan masalah kemacetan kami pilah mana prioritas. Mudah-mudahan semua ikhtiar ini dapat segera mengurai kemacetan di Kawasan Gedebage,” ungkap Ema, dikutip dari siaran pers Pemkot Bandung, 2 Februari 2024.

Saban akhir pekan, kemacetan kerap menghinggapi kawasan Gedebage. Para pengunjung dari dalam maupun luar Bandung berramai-ramai mengunjungi Masjid Al Jabbar dengan bus maupun kendaraan pribadi. Namun keramaian ini hanya membuat kemacetan, sementara gorengan Mak Rus semakin dingin menunggu pembeli.

*Kawan-kawan dapat membaca karya-karya lain Awla Rajul, atau artikel-artiikel lain tentang Gedebage Bukan Teknopolis

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//