Mukti-mukti Vol #1, Mendengarkan Balada Orang-orang Pinggiran Secara Digital
Ratusan karya Mukti-mukti didigitalisasi ke dalam platform digital. Musik balada orang-orang pinggiran ini bisa diakses banyak orang.
Penulis Muhammad Jadid Alfadlin 28 Maret 2024
BandungBergerak.id - Karya Mukti-mukti abadi menyusuri bentang waktu. Dengan rilis karya berbentuk digital, diharapkan bisa menjadi cara konservasi karya Mukti-mukti agar dapat didengarkan secara lebih luas.
BandungBergerak.id – “Memahami mata yang kau pejamkan, adalah pulau yang jauh”, sepenggal kalimat tersebut merupakan lirik dalam lantunan “Menitip Mati” karya Mukti-mukti. Seorang seniman, penulis, musisi asal Bandung dengan nama asli Hidayat Mukti yang telah berpulang 15 Agustus 2022 silam di usianya yang ke-55 tahun.
Dengan jumlah karya yang mencapai ratusan, baru sebagian saja dari karya-karya itu yang bisa kita temui di ruang digital. Karya-karya Mukti-mukti memang tak familiar di tengah masyarakat, terlebih selama ini segmentasinya lebih ke antarteman dan komunitas.
Ginandjar Satyanagara mengatakan, seharusnya karya-karya Mukti-mukti bisa lebih diedarkan secara meluas. Hal itu pulalah yang mendorongnya untuk menjadi produser dalam produksi dan distribusi karya digital Mukti-mukti. Ke depan, karya Mukti-mukti dapat dinikmati serta diakses secara luas oleh publik melalui platform-platform digital.
“Harusnya bisa dinikmati banyak orang, lebih luas lagi dan juga merupakan bagian dari konservasi kita terhadap karya-karya mang Mukti,” jelas Ginandjar di halaman depan kediaman Mukti-mukti pada acara Launching Mukti-mukti Vol #1, 24 Maret 2024.
Satu album “Mukti-mukti Vol #1” terdapat sembilan lagu karya Mukti-mukti. Awalnya, pemilihan karya dilakukan berdasarkan voting yang dilakukan komunitas dan kawan-kawan Mukti-mukti. Namun, dengan pertimbangan akan terus dirilisnya album per tiga bulan, penentuan komposisi karya tiap album pun menjadi lebih diperhitungkan, dengan tujuan agar setiap album kelak tetap memiliki karya populer dari Mukti-mukti.
Ke depan setidaknya akan terdapat 32 album karya Mukti-mukti yang dirilis sesuai dengan jumlah konser yang pernah dilakukan Mukti-mukti. Lagu-lagu akan dikelompokkan dalam satu album sesuai dengan tema berdasarkan tajuk dari tiap konsernya.
Mukti-mukti dan Karyanya
Mukti-mukti produktif dalam berkarya. Ia bisa membuat sebuah syair menjadi lagu hanya dalam hitugan menit. Ratusan karyanya adalah bukti dari hasil kepiawaiannya dalam menggenggam dan memetik senar gitar.
Bahkan ketika terbaring di rumah sakit beberapa tahun silam pun, Mukti-mukti masih terus meminta kawan-kawannya untuk membuat puisi agar kemudian ia lantunkan menjadi lagu. Salah satu karya yang tercipta saat itu ialah lagu dengan judul “Aku Hanya Ingin”, hasil gubahan dari syair yang ditulis oleh Ajeng Kesuma.
Semangatnya dalam berkarya juga diakui oleh kawan-kawan dan keluarganya. Dengan segala keterbatasan, Mukti-mukti selalu menemukan cara untuk tetap bisa berkarya. Budi Godot, salah satu kawan Mukti-mukti, menceritakan bahwa almarhum pernah merekam lagunya dengan cara memasukan kepalanya ke dalam ember jolang. Tujuannya agar memaksimalkan hasil rekaman.
Bagi Budi Godot, karya Mukti-mukti bukan sekadar musik biasa yang sederhana. Dalam karya-karyanya selalu terdapat pesan atau makna yang ingin disampaikan terpisahkan. Bahkan hingga saat ini, pesan-pesan yang coba disampaikan tersebut masih relevan dengan kondisi yang terjadi.
“Pesan-pesan di musiknya itu yang cukup masih relevan untuk situasi saat ini,” ujar Budi Godot, di Launching Mukti-mukti Vol #1.
Dian, istri dari almarhum Mukti-mutki menimpali, siaminya kerap berkarya dengan kurun waktu singkat, meski tetap melewati proses yang tidak sederhana.
“Dia punya keahlian yang luar biasa, bisa menginterpretasikan syair, bisa merangkul banyak orang. Jadi sangat berharga bagi saya,” terang Dian.
Baca Juga: Untuk Mukti-Mukti dari Para Sahabatnya
Mukti Mukti dan Tema-tema Orang Pinggiran
Doa dari Teman untuk Mukti Mukti
Mengarsipkan Karya
Mengumpulkan karya Mukti-mukti yang berjumlah ratusan membutuhkan keterampilan pengarsipan. Namun, hal ini tak pernah menjadi hambatan dalam proses produksi digital karya Mukti-mukti. Mukti-mukti sendiri merupakan seseorang yang rajin dalam mendokumentasikan serta mengarsipkan karyanya. Dalam laptopnya bahkan Mukti-mukti telah mempersiapkan konsernya untuk tahun-tahun jauh yang akan datang.
“Di laptopnnya ada banyak, dia sendiri (Mukti) dari dulu sangat rajin untuk mendokumentasikan, sangat rapi untuk mendokumentasikan. Bahkan sudah dipersiapkan konser dari tahun sekian sampai tahun 2036, lebih malahan,” ungkap Dian.
Dalam file yang terdapat di laptopnya tersebut, Mukti-mukti telah memproyeksikan konser yang akan ia laksanakan tiap tahun. Hal ini tentunya semakin memudahkan Ginandjar dalam proses pengumpulan dan produksi ulang karya tersebut.
“Saya sendiri sudah meminjam beberapa storage, termasuk dalam komputernya, lebih dari empat atau lima hardisk. Ternyata sangat banyak, ada ratusan (karya) dari satu sumber saja, dari mang Mukti,” ujar Ginandjar.
Publikasi karya Mukti-mukti di platform digital diharapkan karya-karya tersebut menemui penikmatnya yang lebih beragam.
“Harapannya, musiknya mang Mukti bisa didengar oleh publik yang lebih luas, pesan-pesannnya juga tersampaikan. Idealisme beliau (Mukti) yang dekat dengan gerakan-gerakan masyarakat bawah itu juga ikut terangkat ke diskursus publishing musik ini,” harap Ginanjar.
*Kawan-kawan bisa membaca artikel-artikel lain dari Muhammad Jadid, atau tulisan-tulisan menarik lain tentang Musik Balada Mukti-mukti