Diskusi Peringatan Bandung Lautan Api dan Museum Kecil, Mengenal Jejak-jejak Bersejarah
Rakyat Bandung yang tidak rela kotanya dimanfaatkan oleh musuh. Mereka membakar rumah, harta benda, kemudian meninggalkan kota menuju pegunungan di selatan.
Penulis Adelia Putri Rejeki29 Maret 2024
BandungBergerak.id - Maret 1946, sekitar 200.000 penduduk Bandung membakar rumah dan harta benda mereka dalam waktu tujuh jam untuk mempertahankan Kota Bandung dari musuh, Belanda. Mereka meninggalkan kotanya untuk mengungsi ke arah selatan bersama para pejuang lainnya.
Memperingati peristiwa bersejarah Bandung Lautan Api tersebut, Kamis, 28 Maret 2024 Museum Kota Bandung menggelar acara peringatan peristiwa bersejarah "Bandung Lautan Api" ke-78. Acara ini menampilkan pemaparan sejarah yang mengundang empat pembicara, di antaranya Tubagus Adhi dari Bandung Heritage dengan tema ‘Bandung Lautan Api dalam Museum Terbuka & Museum BLA Tegallega’ dan Yudi Hamzah, sejarawan magang dengan tema ‘Desain Museum Kecil dalam Bangunan Cagar Budaya’.
Tubagus Adhi mengatakan, pengungsian terbesar dalam sejarah itu kemudian dikenal dengan peristiwa Bandung Lautan Api. Bandung Lautan Api tidak hanya meninggalkan jejak kehancuran fisik, tetapi juga menginspirasi lahirnya politik bumi hangus, sebuah konsep yang menegaskan semangat dan tekad untuk bertahan hingga titik akhir dalam mempertahankan kedaulatan negara.
Menurut Warta Pelestarian, politik bumi hangus lahir ketika Sekutu mengultimatum Tentara Republik Indonesia (TRI) untuk meninggalkan kota. Rakyat Bandung memilih menolak dan memilih untuk membumihanguskan bagian selatan Bandung setelah musyawarah Majelis Persatuan Perjuangan Priangan (MP3) pada 24 Maret 1946.
“Peristiwa ini melahirkan lagu “Halo-halo Bandung” sebagai luapan emosi dan semangat juang rakyat Indonesia, dengan janji akan kembali ke kotanya setelah dibakar menjadi lautan api,” demikian dikutip dari Warta Pelestarian.
Salah satu bentuk peringatan peristiwan Bandung Lautan Api, di Bandung telah dibangun 10 stilasi yang menandai titik-titik peristiwa di zaman revolusi ini. Tubagus Adhi menjelaskan, 10 stilasi ini penanda lokasi peristiwa bersejarah tersebut. Stilasi dibangun hasil kerja sama antara Bandung Heritage dan seniman Sunaryo.
Berikut ini 10 stilasi Bandung Lautan Api yang menjadi jejak perjuangan rakyat Bandung:
- Stilasi 1, Kantor berita Domei (Jl. Ir. H. Juanda - Sultan Agung), teks Proklamasi pertama kali dibaca oleh rakyat Bandung.
- Stilasi 2, Gedung Denis (Bank Jabar) - Persimpangan Jl. Braga dan Naripan, insiden bendera yang dilakukan oleh E. Karmas dan Moeljono sekitar Oktober 1945.
- Stilasi 3, Gedung Asuransi Jiwasraya (Jl. Asia Afrika), dahulu markas Resimen 8.
- Stilasi 4, Rumah di Jl. Simpang, tempat perumusan serta diputuskannya pembumihangusan kota Bandung.
- Stilasi 5, Jl. Otto Iskandardinata - Jl. Kautamaan Istri.
- Stilasi 6, Rumah dan Markas Kol. A. H. Nasution (Jl. Dewi Sartika).
- Stilasi 7, Pertigaan Jl. Lengkong Dalam - Jl. Lengkong Tengah, tempat tinggal warga Indo - Belanda.
- Stilasi 8, Jl. Jembatan Baru, garis pertahanan pemuda pejuang saat terjadinya Lengkong.
- Stilasi 9, SD Asmi (Jl. Asmi), markas pemuda pejuang sebelum peristiwa Bandung Lautan Api.
- Stilasi 10, Jl. Moh Toha, gedung pemancar Nirom yang digunakan untuk menyebarkan Proklamasi RI ke seluruh Indonesia dan dunia.
Kegiatan diskusi Bandung Lautan Api dibuka dengan menyanyikan lagu-lagu patriotik Indonesia Raya, Padamu Negeri, dan Halo-halo Bandung, disusul dengan pemutaran film "Bandung Lautan Api (Dalam Kemelut)", Courtesy: Kodam VI Siliwangi PT. Sri Agung Utama Film (1974) yang menyoroti aksi heroik rakyat Bandung dalam mempertahankan kotanya dari musuh.
Baca Juga: Halo Halo Bandung… Napak Tilas Bandung Lautan Api
Mahasiswa Merespons Pemilu dengan Festival Bandung Lautan Api
Bandung Lautan Api: Ketika Rumah Rakyat Dibakar
Museum Kecil dalam Cagar Budaya
Pada sesi diskusi Desain Museum Kecil dalam Bangunan Cagar Budaya, Yudi Hamzah menjelaskan bahwa museum adalah lembaga yang berfungsi melindungi, mengembangkan, memanfaatkan koleksi, dan mengkomunikasikannya kepada masyarakat, sesuai dengan PP Nomor 66 Tahun 2015 Tentang Museum.
International Council Of Museums (Wina - Austria, 2007) mendefinisikan museum sebagai lembaga yang bersifat tetap, tidak mencari keuntungan, melayani masyarakat dan perkembangannya, terbuka untuk umum. Mengumpulkan, merawat, meneliti, mengkomunikasikan, dan memamerkan warisan budaya dan lingkungannya yang bersifat kebendaan dan tak benda untuk tujuan pengkajian, pendidikan, dan kesenangan.
Menurut Yudi, museum kecil dalam bangunan cagar budaya berfungsi untuk memperdalam budaya dan teknologi yang terdapat pada bangunaa cagar budaya tersebut, yang kemudian diolah dan dipamerkan di lokasi bangunan cagar budaya, dengan tujuan untuk mengumpulkan dan menampilkan kepingan mozaik sejarah.
“Kalau misal Museum Kota Bandung ini adalah intisari dari segala Kota Bandung dari tahun awal, pertama kali mungkin direncanakan sampai sekarang. Nah yang tersebar itulah yang menjadi museum kecil, tentu saja di Kota Bandung sangat banyak,” terang Yudi.
Yudi menjelaskan ada beberapa museum kecil di Bandung, di antaranya Museum Gas Block Braga dan Museum Rumah Potong Hewan Arjuna, ada juga yang berpotensi seperti Museum Persib Stadion Siliwangi, Museum Paguyuban Pasundan, Museum PLN, Museum Film Majestik.
Mengenai potensi mendirikan museum-museum kecil di Bandung, Yudi menyatakan hal ini tergantung niat dan kemauan. “Semua bisa direncanakan, semua bisa dikumpulkan, semua bisa dibicarakan. Bukan lagi bisa dan tidak bisa, tapi mau dan tidak mau,” tegas Yudi.
*Kawan-kawan bisa mengakses karya lain dari Adelia Putri Rejeki, atau topik-topik lain terkait Bandung Lautan Api