• Kampus
  • Unpar Menghadirkan Fasilitas Penukaran Sampah dengan e-Money, Stop Pengelolaan Kumpul Angkut Buang!

Unpar Menghadirkan Fasilitas Penukaran Sampah dengan e-Money, Stop Pengelolaan Kumpul Angkut Buang!

Paradigma konvensional pengelolaan sampah dengan pola kumpul angkut buang adalah potret buruk dari pengelolaan sampah di Indonesia saat ini.

Waste station di halaman Gedung Rektorat Unpad, Bandung. (Foto: Unpar)*

Penulis Iman Herdiana10 April 2024


BandungBergerak.idMasalah sampah di Kota Bandung masih menjadi persoalan utama. Maka, pengelolaan sampah menjadi kunci. Masalah ini juga dihadapi kampus-kampus yang tentunya setiap hari memproduksi sampah. Lebih dari itu, kampus mesti menjadi contoh pengelolaan sampah yang inovatif dan benar.

Menghadapi persoalan sampah tersebut, Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) melalui kolaborasi bersama Rekosistem dan Blu by BCA menghadirkan waste station yang berlokasi di halaman Gedung Rektorat Unpad. Stasiun daur ulang tersebut menerima sampah anorganik meliputi plastik, kertas, kaca, e-waste, dan metal serta minyak jelantah yang dapat ditukarkan menjadi AstraPay ataupun GoPay.

“Waste station sendiri merupakan fasilitas untuk masyarakat menyetorkan sampah melalui aplikasi rekosistem. Sampah kemudian akan dipilah dan didistribusikan ke mitra pengelola sesuai dengan jenisnya,” demikian penjelasan di laman Unpar, diakses Rabu, 20 Maret 2024. 

Penyetor sampah akan mendapatkan imbalan berupa rekopoints berdasarkan berat sampah yang telah divalidasi, yakni 800 rupiah per kilogram untuk sampah dan 3.000 rupiah per kilogram untuk minyak jelantah. Rekopoints ini kemudian dapat ditukarkan menjadi uang elektronik, voucher belanja, atau disumbangkan kepada para pekerja pemilah sampah.

Berikut ini merupakan tata cara menyetorkan sampah melalui aplikasi rekosistem:

Pilah dan kemas sampah anorganik dan/atau minyak jelantah dalam wadah tertutup. Pastikan sampah bersih dan tidak tercecer; buka aplikasi Rekosistem dan pilih Reko Drop-In. Ikuti proses dan lengkapi data;

Tuliskan Waste-ID di tiap kemasan; foto sampah-sampahmu; setor sampahmu dalam Waste Station terdekat.

Unpar sebelumnya telah bekerja sama dengan Rekosistem dalam menangani sampah elektronik pada tahun 2022. Wadah pengumpulan sampah elektronik yang dinamai Kubika Nawasena tersebut menjadikan Unpar sebagai universitas pertama di Bandung yang berkolaborasi dengan Rekosistem dalam hal electronic waste campaign.

Perguruan Tinggi Diajak Terapkan Kang Pisman

Wakil Rektor Bidang Kerjasama, Alumni, Inovasi, dan Bisnis Unpar Catharina Badra Nawangpalupi menjelaskan kolaborasi Unpar dengan Rekosistem sebagai salah satu cara untuk mengatasi sampah-sampah yang bisa didaur ulang.

“Ada tempat untuk memilih sampah sesuai kategorinya. Ada juga program setor sampah, kami gunakan berbagai metode yang digunakan. Kita juga dibantu oleh para petugas kebersihan kampus, mereka yang selama ini mengelola, memilah sehingga berjalannya kegiatan pengelolaan sampah,” tutur Catharina.

Ia mengatakan, Unpar telah berusaha menangani sendiri sampah di kampus meskipun belum tereduksi semuanya, terutama sampah-sampah residu. “Kita baru sampah organik dan anorganik yang mampu diolah. Jika residu itu belum, kita sedang upayakan sambil berjalan metode yang baik untuk diterapkan,” terang Catharina

Sebelumnya, Unpar bersama Dinas Lingkungan Hidup Kota Bandung mensosialisasikan Program Kang Pisman (Kurangi, Pisahkan, dan Manfaatkan) dan berbagi pengelolaan sampah melalui Talkshow Sosialisasi Kang Pisman untuk Perguruan Tinggi se-Kota Bandung, di Kampus Unpar Kampus Ciumbuleuit, Jumat, 1 Maret 2024. Diskusi ini mengajak perguruan tinggi di Bandung untuk berperan dalam menangani sampah.

Baca Juga: Walhi di Pulau Jawa Menyerukan Penyelamatan Lingkungan dari Pembangunan dan Krisis Iklim
Menikmati Listrik dari Matahari Cirata, PLTS Berpotensial Dibangun di Laut
Peran PLTA Cirata Amat Tergantung pada Upaya Menjaga Kelestarian Lingkungan

Dampak Sosial dan Lingkungan dari Penanganan Sampah Berisiko

Paradigma konvensional pengelolaan sampah, yaitu dengan pola “kumpul-angkut-buang” adalah salah satu potret buruk dari pengelolaan sampah di Indonesia saat ini. Padahal, saat ini terdapat banyak jenis sampah yang berisiko dan harus dihindari serta memiliki penanganan yang khusus. Namun, nyatanya pola kumpul angkut buang terus berulang tanpa adanya pemilahan dan penanganan sedekat mungkin dari sumbernya.

Penanganan sampah yang berisiko dapat mencakup berbagai masalah, seperti pengelolaan sampah bahan berbahaya dan beracun (B3), pembuangan residu, dan praktik-praktik tidak berkelanjutan dalam pemrosesan sampah seperti teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) dan Refuse derived fuel (RDF),  serta ancaman yang lebih besar seperti ledakan gas metana yang ditimbulkan dari proses menumpuknya sampah di TPA hingga perubahan iklim.

Juru kampanye zero waste dari Yaksa Pelestari Bumi Berkelanjutan (YPBB), Bandung, Alida Naufalia menyebutkan, penanganan sampah yang tidak benar dapat memicu perubahan iklim yang memiliki dampak lebih luas dan signifikan bagi negara-negara di dunia dibandingkan dengan pandemi Covid-19. Perubahan iklim juga dapat memberikan kerugian yang besar bagi perekonomian, yaitu kehilangan mencapai lebih dari 10 persen dari total nilai ekonominya apabila kesepakatan Paris 2050 tidak terpenuhi.

“Air, ekosistem, pangan, pesisir, dan kesehatan adalah dampak utama yang bisa kita rasakan akibat perubahan iklim. Kekeringan di berbagai daerah sudah terjadi, begitu juga banjir. Baru-baru ini terjadi Tornado di wilayah Rancaekek, Sumedang yang menyebabkan banyak kerugian,” papar Alida, dikutip dari laman AZWI

Alida juga menegaskan bahwa perubahan fungsi lahan akibat pembukaan lahan baru untuk TPA atau TPS juga menyebabkan dampak buruk seperti penggusuran, penggundulan hutan dan berkurangnya biodiversitas. Hal ini terjadi tidak lain karena sistem pengelolaan sampah yang buruk di Indonesia.

Mengamini hal yang sama, Dosen Teknik Mesin Universitas Udayana Ni Made Dwidiani juga mengatakan penting untuk masyarakat ikut andil dalam mengurangi dan menangani sampah yang mereka keluarkan sehari-hari terutama jenis sampah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Ada beberapa hal yang dapat dilakukan yakni konservasi energi, menggunakan lampu LED, menghemat air, mengurangi pemakaian baterai, membatasi pemakaian plastik dan memilah sampah sesuai jenisnya serta menyalurkannya langsung ke bank sampah.

“Baterai konvensional itu adalah salah satu sumber pencemaran timbal yang dapat berdampak buruk untuk generasi sekarang dan mendatang. Riset yang dilakukan teman-teman jurusan lingkungan pada suatu daerah yang airnya tercemar timbal, hasilnya mengejutkan karena banyak masyarakatnya mengidap kanker, jumlah pasien kanker yang tercatat di puskesmas sangat tinggi,” jelasnya.

Dampak sosial dan dampak lingkungan dari masalah ini dapat menyebabkan terganggunya kesejahteraan masyarakat lokal, kerusakan ekosistem air, tanah, dan udara, yang pada gilirannya dapat memengaruhi keseimbangan alam dan sumber daya alam.

Menangani sampah berisiko membutuhkan peran multipihak. Bukan hanya dari masyarakat, industri namun juga pemerintah. Beberapa solusi yang bisa mengurangi dampak sosial maupun lingkungan dari pengelolaan sampah yang buruk yakni dengan sistem zero waste.

Menurut Zero Waste International Alliance (ZWIA), Zero Waste merupakan sebuah program konservasi semua sumber daya dengan cara produksi, konsumsi, penggunaan kembali, dan pemulihan semua produk, kemasan, dan bahan yang bertanggung jawab, tanpa membakarnya, dan tanpa pembuangan ke tanah, air atau udara yang mengancam lingkungan atau kesehatan manusia.

*Kawan-kawan yang baik bisa membaca tulisan-tulisan lain tentang Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//