• Berita
  • Lebih dari 100 Mantan Pekerja Pikiran Rakyat Berunjuk Rasa Menuntut Pemenuhan Hak-hak Mereka

Lebih dari 100 Mantan Pekerja Pikiran Rakyat Berunjuk Rasa Menuntut Pemenuhan Hak-hak Mereka

Para pekerja yang tergabung dalam Aliansi Eks Karyawan Pikiran Rakyat Menggugat mendesak perusahaan membayarkan uang bekal hari tua, uang kesehatan, dan tunjangan.

Lebih dari 100 orang ekspegawai dan wartawan Pikiran Rakyat melakukan aksi unjuk rasa di halaman PT Pikiran Rakyat, Bandung, 18 April 2024. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Muhammad Akmal Firmansyah18 April 2024


BandungBergerak.id – Lebih dari seratus orang ekspegawai dan wartawan Pikiran Rakyat melakukan aksi unjuk rasa di halaman kantor PT Pikiran Rakyat (PR), Jalan Asia Afrika, Bandung, Kamis, 18 April 2024. Mereka menuntut pembayaran uang bekal hari tua, uang kesehatan, uang kompensasi (masa tunggu), tunjangan makan dan transportasi, tunjangan jabatan, uang cuti, dan bonus tahunan, yang belum dibayarkan sesuai Perjanjian Bersama tahun 2020 lalu. 

Para karyawan yang tergabung dalam Aliansi Eks Karyawan Pikiran Rakyat Menggugat membentangkan spanduk-spanduk tuntutan, di antaranya bertuliskan ”Bayar utangmu di dunia sebelum kutagih di Akhirat” dan “Laksanakan Amanat RUPSLB 2019 & 2023: Jual Aset Untuk Bayar Utang Pajak dan Ketenagakerjaan”. Beberapa orang melakukan orasi. Akar masalahnya adalah keputusan manajemen baru perusahaan media massa yang dulunya terbesar di Jawa Barat ini membatalkan Perjanjian Bersama tahun 2020 terkait pembayaran sisa kompensasi pada ekskaryawan dan wartawannya. 

Teguh Laksana, perwakilan Aliansi Eks Karyawan Pikiran Rakyat Menggugat, menuturkan bahwa pagebluk Covid-19 menyebabkan industri media seperti Pikiran Rakyat kelimpungan. Sebagian karyawan PR harus pensiun dan dipensiunkan sesuai undang-undang. 

“Kemudian ada gelombang lagi mempensiunkan usia yang masih di bawah usia pensiun. Pada akhirnya semua dipensiunkan,” tutur Teguh, ditemui BandungBergerak.id di lokasi. 

Awalnya karyawan memahami situasi yang dihadapi perusahan. Kedua pihak kemudian membuat perjanjian bersama mengenai pesangon dan uang bekal hari tua (BHT). Beberapa hak karyawan, seperti gaji dan tunjangan-tunjangan tidak dibayarkan terlebih dahulu dan dicatat sebagai piutang "Karena sebagian akan digunakan dulu untuk operasional,” kata Teguh. 

Total ada 139 ekskaryawan Pikiran Rakyat yang mengikuti perjanjian. Sebagian BHT telah dibayarkan pada sejumlah ekskaryawan pada tahun 2022. Jumlah karyawan yang menerima BHT baru seperempat dari 139 ekskaryawan. “Yang belum itu seperti uang makan, cuti, uang kesehatan, bonus, uang transport, karena ada perjanjian itu dipiutangkan,” jelas Teguh. 

Pembayaran kewajiban perusahaan disepakati bersama dengan menjual aset. Sebagian aset sudah dijual dan dibayarkan tapi nilai pembayaran yang dialokasikan tidak sesuai dengan kesepakatan. Di saat yang sama, pimpinan direksi Pikiran Rakyat berganti. Pimpinan baru kemudian memutuskan untuk tidak mengikuti perjanjian bersama yang sudah ditandatangani oleh karyawan bersama pimpinan sebelumnya. 

“(Pimpinan) Yang baru ternyata punya kebijakan untuk tidak mengikuti perjanjian itu, perjanjian yang ditandatangani oleh perusahaan dan karyawan. Tidak mau jual aset. Hal itu yang disampaikan pada pertemuan awal, kan aneh itu,” ucap Teguh. 

Aliansi Eks Karyawan Pikiran Rakyat Menggugat berusaha menjalin komunikasi dengan pimpinan baru PR. Namun mereka tidak mendapatkan tanggapan. 

Uang Pensiun Diminta Dikembalikan 

Alih-alih diberikan solusi, Teguh menyebut bahwa banyak ekskaryawan yang dipanggil oleh pihak perusahaan pada awal bulan lalu, untuk menggembalikan uang pensiun yang nilainya dianggap kelebihan. “Boro-boro mengembalikan yang ada aja kita masih butuh. Uangnya juga alhamdulilah sudah habis,” kata Teguh. 

Teguh mengatakan pihak direksi baru Pikiran Rakyat tidak memahami masa sulit sehingga dengan mudahnya membatalkan Perjanjian Bersama yang lama. Padahal di masa itu, karyawan mengalah dengan menyetujui perjanjian yang disodorkan manajemen perusahaan. 

“Tidak ada kepastian. Sudah mah nilainya di bawah, tidak ada kepastian membayar kapan. Dan dia (manajemen/direktur) tidak memahami itu,” beber Teguh. 

Menurut Teguh, banyak dari karyawan Pikiran Rakyat mengalami kesulitan akibat kebijakan dipensiunkan. Ada yang diusir dari kontrakan dan susah membayar biaya sekolah. Teguh sendiri mengaku harus menjual rumah untuk biaya hidup. “Karena tidak ada uang lagi. Uangnya ya di sini, dalam bentuk piutang itu,” jelas Teguh. 

Teguh menegaskan, unjuk rasa ini sebagai ajang dialog terbuka dengan pihak perusahaan PR yang terkesan mengabaikan tuntutan karyawan. Sayangnya, kata Teguh, perusahaan menutup pintu dialog. 

Marsinah (bukan nama sebenarnya), ekskaryawan yang kecewa dengan kebijakan Pikiran Rakyat, menolak mengembalikan uang pesangon yang ditagih perusahaan. Dia sudah 19 tahun bekerja di Pikiran Rakyat. 

“Kita diundang untuk penyelesaian kekaryawanan. Nah pikiran kita itu akan dibayarkan hak kita, tapi ternyata dihadapkan dengan konsultan. Saya dipanggil terus katanya ini liatin, ini pesangonnya kelebihan, kekeliruan salah ngintung. Mana mungkin salah ngintung itu sudah ada dari bukunya di hukum gitu. Saya gak terimalah, saya engga menandatangani,” ujarnya. 

Pertemuan Marsinah dengan pihak konsultan terjadi di bulan Februari 2024 sebelum Ramadan. Menurutnya, kebijakan perusahaan tidak masuk akal. “Mana mungkin saya harus mengembalikan orang yang memberikan hak juga masih ada di sini,”ungkap perempuan yang berhenti dengan cara menggundurkan diri pada tahun 2019 tersebut.

Baca Juga: Tulisan Pertama di Pikiran Rakyat
Kesaksian Otentik nan Sentimental 22 Jurnalis Pikiran Rakyat
Menjadi Wartawan Cilik di Koran Pikiran Rakyat

Lebih dari 100 orang ekspegawai dan wartawan Pikiran Rakyat melakukan aksi unjuk rasa di halaman PT Pikiran Rakyat, Bandung, 18 April 2024. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)
Lebih dari 100 orang ekspegawai dan wartawan Pikiran Rakyat melakukan aksi unjuk rasa di halaman PT Pikiran Rakyat, Bandung, 18 April 2024. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Menempuh Jalur Hukum 

Selain aksi damai, ekskaryawan Pikiran Rakyat juga menempuh jalur hukum didampingi kuasa hukum dari The Maulana Law Firm. Dari sebanyak 139 mantan karyawan, tujuh orang menempuh jalur somasi. 

“139 orang ini diundang untuk membatalkan atau melanggar Perjanjian Bersama lama. Kuasa hukum sedang bergerak. Kita kan belum inkrah, artinya kan belum ada kesepakatan piutang saya akan dilunasi atau tidak,” terang Teguh. 

Dalam waktu dekat, ekskaryawan akan bermediasi dengan Dinas Ketenagakerjaan Kota Bandung. Jika mediasi gagal, sengketa ketenagakerjaan ini akan bergulir di Pengadilan Hubungan Industrial. Bahkan ekskaryawan mengaku siap untuk menempuh jenjang kasasi hingga mempailitkan perusahaan. 

“Gugat pailit ini yang sebetulnya bermasalah. Ini memang tidak mudah. Yang mengatur kan bukan kita karena kurator dan pengadilan, gak tahu kebagian atau enggak,” ungkap Teguh yang tetap berharap agar dialog bisa tetap dilakukan. 

Pada aksi damai ini, Aliansi Eks-Karyawan PR Menggugat menyerukan beberapa poin tuntutan:

  1. Menuntut Hak Pembayaran Uang Bekal Hari Tua, Uang Kesehatan, Uang Kompensasi/Masa Tunggu, Tunjangan Uang Makan dan Transpor, Tunjangan Jabatan, Uang Cuti dan Bonus Tahun yang belum dibayarkan sejak dilakukan Program Pensiun DIpercepat (dirumahkan) sejak tahun 2020.
  2. Menolak Pembatalan Sepihak Perjanjian Bersama (PB) yang disepakati tahun 2020.
  3. Menuntut pimpinan Pikiran Rakyat agar melaksanakan amanat RUPS Luar Biasa tahun 2019 dan 2023 untuk menjual aset agar dapat menyelesaikan pembayaran pajak dan ketenagakerjaan. 

Penjelasan dari Pikiran Rakyat

Konsultan Hukum PT Pikiran Rakyat Bandung Maki Yuliawan mengklaim pihak perusahaan sangat terbuka untuk dialog terbuka dengan ekskaryawan Pikiran Rakyat.

"Musyawarah juga terbuka kok, tidak ada yang ditutupi, malah kita akan melakukan musyawarah juga kenapa yang dulu kita pertanyakan ketika empat tahun yang lalu, kenapa engga dua tahun yang lalu demo seperti ini. Perusahaan lagi recovery lagi bangkit sekarang," kata Maki dihubungi BandungBergerak.id.

Pembayaran BHT sendiri telah dilunasi oleh Pikiran Rakyat Bandung. Sementara yang dipermasalahkan adalah uang tambahan seperti uang makan, transport, dan uang kesehatan. "Sudah, ini tercatat di saya lengkap, bergantung jabatan terakhir, jadi yang harus dipisahkan itu ya BHT ini sudah selesai," ujar Maki.

Penyelesaian tersebut disebabkan dengan kondisi finansial perusahaan yang stabil pada era kepemimpinan lama. Sedangkan manajemen baru tidak ada dalam kondisi yang bagus. Ia menyebutnya defisit oleh karenanya perusahaan dalam posisi recovery.

Ditanyai mengenai Perjanjian Bersama, Maki mengatakan perjanjian ini telah ada sejak tahun 2006. Namun perjanjian ini mengalami perubahan pada perkembangan berikutnya.

Maki menyayangkan dengan aksi yang dilakukan ekspegawai Pikiran Rakyat yang dianggap mencoreng nama institusi perusahaan. Padahal manajemen ingin menyelesaikan masalah dengan baik.

“Jangan melakukan suatu hal yang merugikan seperti tadi, demo juga bukan hanya mencoreng nama institusi tapi juga mencoreng nama yang demonya juga. seharusnya tidak perlu seperti itu," ungkap Maki.

*Kawan-kawan dapat membaca karya-karya lain dari Muhammad Akmal Firmansyah, atau artikel-artiikel lain tentang Unjuk Rasa Buruh

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//