Buruh PT Kahatex Rancaekek Meninggal Dunia Saat Merawat IPAL, Jumlah Kasus Kecelakaan Kerja di Jawa Barat Meningkat
Kasus kecelakaan kerja di Jawa Barat menggunung. Perusahaan-perusahaan didesak meningkatkan jaminan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
Penulis Awla Rajul19 April 2024
BandungBergerak.id - Kecelakaan kerja yang menimpa lima buruh PT Kahatex, Rancaekek, Kabupaten Bandung menjadi potret buram jaminan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) untuk para buruh di Indonesia, khususnya di Jawa Barat. Satu dari lima korban buruh usai melakukan pemeliharaan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), Sabtu, 13 April 2024.
Aliansi Rakyat Peduli Keselamatan dan Kesehatan Kerja menduga pascakejadian tersebut, belum ada audit yang dilakukan secara menyeluruh. Aliansi menduga kecelakaan kerja terjadi akibat pengabaian prosedur Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
“Penyebab kecelakaan adalah karena diabaikannya prosedur Keselamatan dan Kesehatan Kerja, tidak tersedianya alat-alat pelindung diri yang sepadan dengan risiko pekerjaan, dan kelalaian perusahaan memberikan pengetahuan yang cukup bagi buruh untuk melindungi keselamatannya,” demikian pernyataan resmi aliansi Rakyat Peduli K3, yang diterima BandungBergerak.id.
Aliansi Rakyat Peduli K3 menyebutkan, kecelakaan kerja di pabrik PT Kahatex mengingatkan pada peristiwa serupa di Cirebon Super Blok Mall pada 9 April 2024 lalu. Kejadian itu menyebabkan empat buruh meninggal dunia akibat menghirup gas beracun saat melakukan perawatan septic tank. Tepat tiga bulan yang lalu, kejadian serupa juga menyebabkan dua buruh meninggal dunia saat memperbaiki saluran air limbah di Meikarta, Bekasi.
Berdasarkan laporan tahunan BPJS Ketenagakerjaan, data kecelakaan kerja nasional selama tiga tahun terakhir terus meningkat. Tahun 2021 angka kecelakaan kerja berjumlah 234.371 kasus. Kemudian pada 2022 naik menjadi 298.137 kasus hingga Oktober 2023 jumlahnya menjadi 315.579 kasus. Data ini mengindikasikan bahwa pelaksanaan K3 harus terus menjadi perhatian dan prioritas bagi dunia kerja di Indonesia.
Penjabat Sekretaris Daerah Jawa Barat Taufiq Budi Santoso mengimbau kepada seluruh perusahaan di Jabar agar menerapkan sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) secara ketat.
"Dengan budaya K3, maka angka kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja bisa ditekan," ujar Taufiq, Jumat, 12 Januari 2024.
Baca Juga: Dilema Buruh-buruh Muda dalam Deru Pembangunan Majalengka
Upah Buruh-buruh Kafe di Bandung Sepahit Biji Kopi
Aksi Menolak Kenaikan Harga BBM di Bandung, Mahasiswa dan Buruh Bersatulah!
Ibarat Gunung Es
Jawa Barat merupakan provinsi kantung industri di Indonesia. Bukan hanya Bandung Raya yang menjadi kantung-kantung industri, kawasan selatan dan utara Jawa Barat pun disiapkan sebagai area industrialisasi baru.
Sayangnya, angka kecelakaan kerja di provinsi yang menjadi primadona investasi ini juga menggunung. Dari total kecelakaan kerja sebanyak 347.855 di seluruh Indonesia sepanjang 2023, 62.828 kasus kecelakaan kerja terjadi di Jawa Barat.
Berdasarkan data dari jabarprov.go.id, angka kecelakaan kerja selama tiga tahun berturut-turut terus meningkat. Tahun 2021 angka kecelakaan kerja berjumlah 234.371 kasus, kasusnya meningkat di tahun 2022 menjadi 298.137 kasus.
“Seluruh angka-angka tersebut, ibarat permukaan gunung es, hanya mewakili gejala permukaan saja. Ada banyak kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang tidak tercatat, tidak diselidiki, dan tidak dilaporkan atau disembunyikan untuk keuntungan segelintir orang,” kata Aliansi Rakyat Peduli K3.
Angka kasus tersebut menyisakan keluarga, kawan, maupun kekasih yang ditinggalkan dalam keadaan berduka dan hancur. Korban kecelakaan kerja pun akan menjalani kehidupan yang berbeda pascakecelakaan, seperti harus menjadi penyandang difabel, dan sebagainya.
Maka, terkait kasus terbaru di Kahatex, Aliansi Rakyat Peduli K3 yang terdiri dari 24 organisasi masyarakat sipil mengecam pengabaikan hak-hak buruh akan tempat kerja yang sehat dan aman, gagal menjamin keselamatan kerja, sehingga terjadi kecelakaan kerja yang menyebabkan hilangnya nyawa manusia.
Aliansi juga mendesak perusahaan segera memberikan fasilitas pemeriksaan dan perawatan kesehatan berbasis risiko secara regular bagi para korban. Fasilitas itu perlu dilakukan untuk menghindari penyakit akibat kerja yang akan timbul di masa mendatang.
Perusahaan juga perlu membangun/memperbaiki sistem K3 secara menyeluruh, dengan melibatkan buruh dan tenaga ahli terkait, agar kecelakaan kerja tidak terjadi lagi di masa mendatang. Pemerintah juga perlu melakukan pemeriksaan menyeluruh yang saksama terkait kejadian yang terjadi untuk memberikan keadilan bagi buruh yang menjadi korban serta keluarganya.
Sebelumnya marak diberitakan, seorang buruh pabrik Kahatek meninggal dunia karena menghirup gas beracun saat melakukan pemeliharaan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), beberapa hari pascalebaran Idul Fitri 2024. Lima buruh lainnya dalam kondisi kritis.
BandungBergerak.id mencoba mengkonfirmasi perihal kejadian ini kepada Manajer Umum Bidang Humas dan Lingkungan PT. Kahatex Rancaekek Luddy Sutedja, Kamis, 18 April 2024. Namun, ia menolak memberi keterangan lantaran sudah banyak media yang mewawancarainya perihal kasus ini.
“Mohon maaf ya, sebenarnya kan media sudah diberi kesempatan wawancara dan sudah 12 media yang hadir, kami rasa cukup ya pak, mohon maaf,” demikian tanggapan Luddy Sutedja perihal permohonan konfirmasi.
Melansir jabarekspres.com, Luddy menjelaskan, kecelakaan kerja terjadi ketika para pekerja tengah melakukan pembersihan bak ekualisasi IPAL. Salah satu buruh turun ke bak ekualisasi, kemudian tiba-tiba korban kelimpungan dan terjatuh. Satu pekerja lainnya yang melihat kejadian itu berusaha menolong.
Pekerja lain yang turun membantu pun mengalami gejala yang sama. Para pekerja yang diduga keracunan dilarikan ke Rumah Sakit Kesehatan Kerja (RSKK) Jabar untuk mendapatkan perawatan medis.
*Kawan-kawan yang baik bisa membaca tulisan-tulisan lain dari Awla Rajul atau artikel lain tentang Buruh Bandung Raya