SUARA SETARA: Lansia, dari Batasan Berkarya hingga Ketimpangan Kesejahteraan
Perlu perhatian lebih terhadap kesejahteraan dan hak-hak pekerja lansia agar mereka dapat menikmati masa tua mereka dengan lebih layak dan nyaman.
Naila Cahyaningtyas Hamzah
Pegiat Gender Research Student Center (GREAT) UPI
23 April 2024
BandungBergerak.id – Ketika mendengar lansia, mungkin yang terpikirkan banyak mengenai tua, renta, dan tidak produktif. Namun, apakah benar begitu adanya?
Tidak semua lansia dapat dikatakan seperti itu, tidak semua lansia sudah tidak bisa bergerak bebas untuk produktif. Nyatanya banyak lansia yang masih mampu dan bahkan ingin hingga terpaksa untuk bekerja di usianya karena tuntutan keadaan seperti tidak ada penghasilan.
Seperti yang kita ketahui, di Indonesia batasan umur untuk bekerja serta keharusan untuk pensiun adalah suatu hal yang menghantui terutama bagi kaum lansia. Tidak peduli berapa usia kita, kita tetap memiliki kesempatan untuk terus bekerja dan berkarya. Baik muda maupun tua, semua memiliki kesempatan yang sama untuk mengejar impian mereka.
Di Indonesia, jumlah populasi lansia terus meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, persentase penduduk lansia telah meningkat sekitar dua kali lipat selama lima dekade terakhir (1971-2018), mencapai 9,27 persen atau setara dengan 24,5 juta orang pada tahun 2018. Prediksi untuk tahun 2045 menunjukkan bahwa persentase penduduk lansia di Indonesia akan meningkat sebesar 2,5 kali lipat dari tahun 2018. Hal ini menunjukkan pentingnya persiapan dan perencanaan untuk memenuhi kebutuhan dan tantangan yang mungkin dihadapi oleh populasi lansia di masa mendatang.
Baca Juga: SUARA SETARA: Fenomena “Sephora Kidsâ€, Kegagalan Feminisme?
SUARA SETARA: Sistem Patriarki yang Membuat Upah Pekerja Perempuan Jauh Lebih Rendah
SUARA SETARA: Pria Berkain, Berani Tampil Feminin atau Suatu Bentuk Crossdressing?
Lansia Menghadapi Ketimpangan dan Tantangan Nyata
Sektor pertanian merupakan sektor yang memiliki jumlah pekerja lansia paling banyak yaitu mencapai 54,23 persen. Sayangnya, sektor pekerjaan tersebut sering kali berada pada tingkat pendapatan yang rendah dibandingkan dengan sektor lainnya. Meskipun kondisi ini memprihatinkan, kita tidak boleh mengabaikan kenyataan bahwa warga lansia juga memiliki kesempatan yang sama untuk bekerja dan berkarya seperti yang lainnya. Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk meningkatkan kesejahteraan dan pengakuan terhadap kontribusi mereka dalam sektor pertanian maupun di bidang lainnya. Dengan memberikan dukungan yang memadai, kita dapat memastikan bahwa mereka dapat mengembangkan potensi mereka dan menikmati masa tua dengan lebih layak.
Pada sektor industri, banyak warga lansia yang sedang berada di puncak karier mereka dalam suatu bidang atau perusahaan, namun terpaksa harus berhenti karena batasan usia untuk bekerja. Situasi ini sering kali membuat mereka mengalami Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) karena terpaksa harus berhenti bekerja secara tiba-tiba. Selain itu, warga lansia yang biasanya produktif juga sering merasa kesepian dan ditinggalkan setelah berhenti bekerja. Di sisi lain, ada juga warga lansia yang masih harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, namun mereka sering kali tidak dapat menemukan pekerjaan yang sesuai dengan keadaan mereka
Sikap dan peran pemerintah sangat penting dalam memberikan kesempatan kepada warga lansia yang masih aktif dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka atau yang masih memiliki kemampuan untuk bekerja. Gagasan tentang memberikan warga lansia kesempatan yang sama dalam dunia kerja telah muncul sejak awal abad ke-21.
Pada Second World Assembly on Ageing di Madrid tahun 2012, Mantan Sekjen PBB Kofi Annan mendorong partisipasi warga lansia dalam kegiatan pembangunan. Pertemuan tingkat dunia tersebut menghasilkan Madrid International Plan of Action on Ageing yang bertujuan untuk mendorong warga lansia berpartisipasi dalam pembangunan. Salah satu rekomendasi utamanya adalah memberdayakan warga lansia agar dapat terus bekerja dan menjadi sumber penghasilan bagi keluarga selama mereka menginginkannya dan masih mampu produktif
Bagaimana dengan Warga Lansia di Indonesia?
Di Indonesia, separuh dari penduduk lansia masih aktif bekerja dengan berbagai motif, mulai dari aktualisasi diri hingga memenuhi kebutuhan ekonomi. Namun, disayangkan bahwa warga lansia yang masih bekerja sering kali tidak mendapatkan upah yang mencukupi. Banyak di antara mereka yang menghasilkan kurang dari satu juta rupiah per bulan, sambil harus bekerja dengan jam kerja yang berlebihan, mencapai 48 jam dalam seminggu. Hal ini menunjukkan perlunya perhatian lebih terhadap kesejahteraan dan hak-hak pekerja lansia, agar mereka dapat menikmati masa tua mereka dengan lebih layak dan nyaman.
Pada tahun 2020, Kementerian Sosial mengusulkan agar warga lansia diberikan akses dan fasilitas untuk lapangan kerja dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Kesejahteraan Lanjut Usia yang sedang digarap bersama DPR RI. Selain itu, pemerintah juga menyiapkan rancangan Strategi Nasional (Stranas) Kelanjutusiaan 2018-2025, yang menjadi strategi untuk penanganan isu kelanjutusiaan. Dengan demikian, warga lansia memiliki hak yang sama untuk menjadi produktif di mata publik. Semoga inisiatif ini menjadi kenyataan yang nyata dan bukan sekadar harapan yang menguap, karena kita semua memiliki kesetaraan untuk mengejar mimpi, harapan, dan menciptakan karya-karya yang berarti.
*Tulisan kolom SUARA SETARA merupakan bagian dari kolaborasi antara BandungBergerak.id dan Gender Research Student Center Universitas Pendidikan Indonesia (GREAT UPI) Bandung.