Perceraian di Kota Bandung Bukan Sekadar Angka, Ada Masalah Kesejahteraan Ekonomi yang Membelit Warga
Selain faktor ekonomi, ketidakharmonisan rumah tangga dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) juga turut melatarbelakangi kasus perceraian di Kota Bandung.
Penulis Iman Herdiana26 April 2024
BandungBergerak.id - Pemerintah Kota Bandung merilis angka perceraian di Kota Bandung tahun 2023 sebesar 5.861 kasus. Jumlah ini diklaim menurun dibandingkan data Pegadilan Agama 2022 sebesar 7.365 perkara perceraian. Namun, dalam kurun lima tahun ke belakang angka penurunan ini tidaklah signifikan. Dari sisi penyebab, kasus cerai gugat didominasi masalah kesejahteraan ekonomi, ketidakharmonisan, hingga Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
“Fenomena perceraian yang terjadi di Kota Bandung merupakan masalah yang serius dan membutuhkan langkah preventif dari pemerintah terkait,” demikian analisis yang dilakukan Intan Saziqil Fitri dari UIN Sunan Gunung Djati (SGD) Bandung, dalam Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam, diakses Jumat, 26 April 2024.
Intan Saziqil Fitri yang menulis penelitian ilmiah berjudul “Faktor Penyebab Tingginya Angka Cerai Gugat di Pengadilan Agama Bandung” menyatakan, di tingkat pengadilan upaya mendamaikan pihak yang bercerai sudah dilakukan melalui mediasi. Namun, faktanya angka perceraian tetap meningkat.
Intan menganalisa angka perceraian di Kota Bandung dalam kurun lima tahun, 2017-2021. Tercatat, perceraian didominasi dengan cerai gugat, perceraian yang diajukan oleh pihak perempuan. Sedangkan perceraian yang diajukan oleh pihak laki-laki disebut dengan istilah cerai talak.
Berdasarkan data dari Pengadilan Agama Bandung, tahun 2017 total perceraian di Kota Bandung mencapai 5.414 kasus, yang terdiri dari cerai gugat 4.150 kasus dan cerai talak 1.309 kasus. Tahun 2018 terjadi 5.669 kasus perceraian, 2019 sebanyak 6.085 perceraian, 2020 sebanyak 6.158 perceraian, dan 2021 sebanyak 6.178 kasus. Tiap tahunnya angka cerai gugat selalu mendominasi dibandingkan cerai talak.
“Dapat dilihat bahwa kasus cerai gugat (di Kota Bandung) dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang signifikan yaitu dari tahun 2017 sampai dengan 2021,” tulis Intan.
Intan kemudian memaparkan faktor dominan penyebab gugat cerai adalah ekonomi. Pada 2017 adalah 1.965, tahun 2018 sebanyak 2.295 kasus, 2019 terjadi 2.909 kasus, 2020 terjadi 2.275 kasus, dan 2021 terjadi 1.720 kasus. Faktor penyebab perceraian tertinggi kedua adalah tidak adanya keharmonisan atau adanya pertengkaran dan perselisihan, salah satu pihak meninggalkan, dan faktor Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Faktor tidak keharmonisan rumah tangga dan KDRT bukan menjadi faktor dominan yang menyebabkan gugatan cerai di Pengadilan Agama Bandung. Intan mencatat, faktor-faktor ini mempunyai keterkaitan sehingga menjadi alasan pihak istri mengajukan gugatan cerai.
Intan juga menggali lebih dalam lagi penyebab cerai gugat oleh istri. Menurutnya, sebanyak 45 persen jurnal penelitian menyatakan bahwa faktor ekonomi menjadi salah satu penyebab perceraian.
“Faktor ekonomi ini bermula dari berbagai macam masalah, seperti suami yang tidak dapat memenuhi kebutuhan rumah tangga karena tidak adanya pekerjaan tetap atau suami malas bekerja sehingga pemasukan keluarga menjadi tidak jelas dari mana yang berdampak pada berkurangnya pemenuhan kebutuhan keluarga. Bagi istri ini tidak sesuai dengan harapan dari pernikahan yang dilakukan untuk memperoleh keuntungan karena memiliki suami yang bekerja,” papat Intan.
Baca Juga: Kasus KDRT Dibuat Konten Prank, Matinya Nalar Berpikir Demi Adsense
SUARA SETARA: Menanamkan Nilai Sensitivitas Gender pada Laki-Laki
SUARA SETARA: Kenapa Perempuan Harus Rapi?
Klaim Pemkot Bandung Soal Penurunan Jumlah Perceraian
Sebelumnya, Pemkot merilis tentang penurunan angka perceraian di Kota Bandung. Instagram resmi @bdg.data Pemkot Bandung menulis, pada 2023 Kota Bandung menempati urutan ke-6 dengan jumlah kasus perceraian tertinggi di Jawa Barat, mencapai 5.861 kasus. Total kasus perceraian di Jawa Barat pada 2023 mencapai 102.280 kasus.
Pemkot Bandung menyatakan, pihaknya memiliki sejumlah instrumen untuk penguatan keluarga. Salah satunya Puspaga Kota Bandung, yang merupakan program dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Bandung.
“Program penguatan keluarga berbasis perlindungan terhadap anak dan perempuan ini sejalan dengan upaya mencegah potensi konflik di level keluarga, yang berujung perceraian ataupun kekerasan terhadap anak dan perempuan,” demikian pernyataan resmi Pemkot Bandung.
Selain mengedukasi orang tua lewat peningkatan pemahaman keluarga, Puspaga juga meningkatkan peran semua anggota dalam keluarga. Warga Bandung diminta agar tidak ragu berkonsultasi dengan Puspaga Kota Bandung atau DP3A Kota Bandung terkait ketahanan keluarga. Akses atau kanal media sosial yang mudah dijumpai antara lain melalui akun Instagram @puspaga.bdg atau @bdg.dp3a.
*Kawan-kawan bisa mengakses liputan-liputan terkait Kota Bandung dalam tautan berikut ini