• Kolom
  • SUARA SETARA: Menanamkan Nilai Sensitivitas Gender pada Laki-Laki

SUARA SETARA: Menanamkan Nilai Sensitivitas Gender pada Laki-Laki

Sasaran edukasi sensitivitas gender masih lebih banyak pada perempuan. Padahal pendidikan sensitivitas gender pada laki-laki juga sangat penting.

Adam Firdyansyah

Pendidikan Bahasa Jerman - Gender Research Student Center (Great) UPI

Sejumlah aktivis memperingati International Women's Day di Kota Bandung, Selasa (8/3/2022). Masa yang tergabung dalam Persatuan Rakyat untuk Pembebasan Perempuan menyatakan sejumlah tuntutan, salah satunya penegakan hukum atas tindakan kekerasan seksual. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak.id)

6 September 2022


BandungBergerak.idEdukasi sensitivitas gender semakin digaungkan pada masa sekarang. Isu yang sudah digiatkan sejak dulu seakan menemukan momentumnya hari ini. Semakin banyak orang-orang atau masyarakat yang mulai terbuka dan mau menerima ilmu pengetahuan sensitivitas gender yang di dalamnya mencakup kesetaraan gender.

Namun, sangat disayangkan sasaran edukasi sensitivitas gender masih lebih banyak pada perempuan. Padahal laki-laki juga penting untuk mendapatkan edukasi yang sama.

Sensitivitas gender penting diketahui oleh laki-laki karena isu ini berkaitan erat dengan kesetaraan gender. Laki-laki yang juga merupakan bagian dari masyarakat tentu harus mempelajari sensitvitas gender demi ikut serta dalam menciptakan lingkungan yang aman.

Akan tetapi, pendekatan edukasi sensitivitas gender pada laki-laki dan perempuan tentu berbeda. Edukasi pada perempuan bisa melibatkan contoh-contoh penindasan yang selama ini terjadi, seperti banyaknya kekerasan pada perempuan, ketimpangan gender, subordinasi, perampasan hak, dan lain-lain yang menyebabkan perempuan harus bangkit dan melawan dengan edukasi sensitivitas dan kesetaraan gender.

Namun, pembahasan hal-hal tersebut akan menjadi kurang relate dengan laki-laki karena tidak mengalami penindasan yang serupa. Belum lagi dengan laki-laki yang masih memiliki pola pikir patriarkis dan berpandangan konservatif terhadap konsep gender sehingga enggan untuk mempelajari konsep gender. Banyaknya miskonsepsi di masyarakat yang mengatakan perempuan ingin melawan laki-laki dan ingin menang sendiri juga menyebabkan laki-laki semakin antikesetaraan gender.

Baca Juga: SUARA SETARA: Sebelum Merayakan Hari Kemerdekaan, Refleksi terhadap Kasus Kekerasan Seksual di Zaman Jepang
SUARA SETARA: Makna Inklusif untuk Siapa? Bagaimana dengan Ragam Keagamaan?
SUARA SETARA: Perempuan sebagai Pecinta Alam di Tengah Pembangunan yang Maskulin

Edukasi Sensitivitas Gender terhadap Laki-Laki

Lalu, bagaimana cara memberikan edukasi sensitivitas gender terhadap laki-laki agar tujuan dan pesan dapat tersampaikan dengan baik? Berikut beberapa hal yang dapat diterapkan:

1. Menghadirkan bahan ajar yang sesuai

Seperti yang sudah tertulis pada paragraf sebelumnya bahwa pendekatan edukasi sensitivitas gender terhadap perempuan dan laki-laki tidak bisa disamakan metode dan bahan bahasannya. Bahan ajar yang sesuai di sini maksudnya adalah menghadirkan pokok bahasan yang lebih umum seperti pengertian gender, mengapa ada pengkotak-kotakan gender (laki-laki harus kuat dan perempuan harus lemah-lembut), mengapa perempuan menjadi gender yang tertindas, bagaimana peran laki-laki dalam menciptakan lingkungan ramah gender, dsb. Pokok bahasan seperti ini akan lebih menggugah rasa ingin tahu seseorang untuk mencari tahu lebih banyak.

2. Mengajak berpikir dan menganalisis 

Secara lahiriah, laki-laki cenderung menggunakan otak kiri ketika berpikir. Laki-laki lebih suka melihat sesuatu yang mudah dan suka menganalisis sesuatu. Maka dari itu, metode andragogi bisa dipakai untuk mengajak peserta didik menceritakan pengalaman seputar gender yang pernah dialami dan menganalisisnya. Setelah itu, berikan beberapa pertanyaan berdasarkan hasil analisis peserta didik.

3. Memberikan tujuan yang jelas

Apa yang menjadi tujuan setelah mempelajari sensitivtas gender harus dijelaskan dengan jelas agar minat belajar semakin tinggi. Selain itu, tujuan belajar dapat meningkatkan motivasi untuk mengimplementasikan dari apa yang sudah dipelajari.

Tiga poin tersebut dapat diterapkan dalam edukasi sensitivitas gender terhadap laki-laki. Walau bagaimanapun, laki-laki harus tetap mendapatkan edukasi konsep gender karena sangat berguna untuk diri sendiri dalam menghadapi stereotip terhadap laki-laki dan ketika nanti memiliki pasangan agar tahu bagaimana cara menghargai hak-hak dari pasangannya.

Semoga makin banyak laki-laki yang tertarik belajar konsep gender untuk menciptakan ruang aman bersama.

*Tulisan kolom SUARA SETARA merupakan bagian dari kolaborasi antara BandungBergerak.id dan Gender Research Student Center Universitas Pendidikan Indonesia (GREAT UPI) Bandung 

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//