Joko Pinurbo Pergi Meninggalkan Puisi
Joko Pinurbo berpulang setelah melewati lika-liku jalan terjal puisi. Karya-karya yang ditinggalkannya akan tetap dikenang oleh berbagai generasi.
Penulis Muhammad Akmal Firmansyah27 April 2024
BandungBergerak.id - Joko Pinurbo, akrab dipanggil Jokpin berpulang, Sabtu, 27 April 2024. Jokpin merupakan penyair kelahiran Jawa Barat yang mendedikasikan hidupnya pada puisi dan sastra Indonesia. Jokpin meninggal di usia 61 tahun, puisi-puisi Jokpin menawarkan kebaruan pada Sastra Indonesia.
Tanggal 29 Oktober 2021 lalu Jokpin mengisi Mata Kuliah Bahasa Indonesia Temu Wicara Bulan Bahasa Unpar. Ia menceritakan bagaimana awal proses kreatifnya.
“Saya belajar menulis puisi berdasarkan dokumentasi yang tertinggal di SMA saya sudah menulis puisi dari umur 15 tahun menulis puisi,” kata Joko Pinurbo, di laman Youtube Universitas Katolik Parahyangan, diakses Sabtu, 27 April 2024.
Penulis puisi Perjamuan Khong Guan ini menuturkan, penemuannya terkait daya ungkap puisi membutuhkan waktu sekitar 20 tahun. Menurutnya, menjadi penyair harus belajar setiap hari.
“Daya ungkap untuk karakter saya, perjuangan saya sangat panjang dan berliku-liku. Kalau ada anak muda ingin menjadi penyair saya minta berpikir 9 kali dulu. Bukan soal kemampuan menulis puisi, akan tahan mental mengarungi puisi, penyair harus setiap saat belajar setiap hari,” tutur Jokpin.
Puisi-puisi Jokpin adalah bentuk eksistensi diri. Pria jebolan beralamamater di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Sanata Dharma ini menulis puisi awalnya karena sekadar senang, tetapi akhirnya Jokpin menyadari bahwa puisi adalah kabar yang mengandung nilai- nilai kemanusiaan.
Penulis puisi Celana ini menginkan agar orang-orang yang membaca puisinya teringankan beban hidupnya. “Hanya saya tidak ingin berkhotbah seperti pastor atau ustaz, jadi lewat permainan kata atau bahasa,” jelas Jokpin, dikutip dari laman resmi Universitas Sanata Dharma.
Inspirasi Puisi-Puisi Jokpin
Jokpin menekuni menulis puisi sejak SMA. Ia bersyukur karena diwajibkan membaca buku-buku yang ada di perpustakaan sekolah. Di sinilah awal mula perkenalannya dengan puisi. Menurutnya, penyair seperti Chairil Anwar, Sapardi Djoko Damono, dan Anthony de Mello menjadi inspirasi dalam menulis puisinya.
“Saya mendapatkan inspirasi untuk mengolah puisi-puisi yang saya tulis dari Pak Sapardi, karena belliau yang memberi inspirasi bahwa puisi mampu mengolah objek sederhana sehari-hari. Ada juga Anthony de Mello, lewat burung berkicau, doa sang katak. Bahkan ada yang menyebut puisi saya itu karya de Mello dalam versi yang lebih Indonesia. Saya memang terinspirasi cara berceritanya maupun menjadikan cara bercerita sebagai alegori. Puisi itu banyak bermain dengan alegori yang mungkin tidak bisa dilakukan di cabang ilmu yang lain,” ujar Jokpin.
Selain karya-karya para penyair, kitab suci juga menjadi sumber inspirasi lain dalam penulisan puisi Jokpin. Ia menuturkan dalam kumpulan puisi Kabar Sukacinta (2021) yang menarasikan kembali beberapa fragmen kitab suci.
“Saya tulis menarasikan kembali beberapa fragmen dalam kitab suci. Yang tentu saja tidak bisa ditulis ulang tapi kita olah dengan narasi berbeda. Saya tidak mau mengulang kata dari kitab suci. Kitab suci sampai sekarang masih menjadi inspirasi saya. Ini buku puisi untuk semua orang, untuk siapa pun,” tutur Jokpin.
Baca Juga: Sastra Perlawanan
Gelar Sastra: Aku Ini Binatang Jalang, Pertunjukan Teater Bel dengan Banyak Unsur Kesenian
Hati dan Api Unggun Peradaban Manusia
Karier Kepenyairan Jokpin
Beberapa karya Joko Pinurbo telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Ia memenangkan Penghargaan Buku Puisi Dewan Kesenian Jakarta (2001), Penghargaan Sastra Badan Bahasa Kemendikbud (2002), Khatulistiwa Literary Award (2005,2015), dan penghargaan-penghargaan lainnya.
Pencapaian Jokpin tentu mengalami kehidupan yang berliku. Dalam artikel Joko Pinurbo: Membekali Bakat dengan Ketekunan dan Kekuataan Mental yang tayang di USD Yogyakarta dikatakan, Jokpin pernah membakar tiga bendel karya puisinya pada tahun 90-an. Ia sempat mengalami kebuntuan dalam berkarya dan merasa putus asa akibat tidak ada kemajuan dalam penulisan puisinya. Lalu, ia berpikir harus melakukan sesuatu yang baru dan radikal.
Jokpin lalu melakukan riset terhadap puisi-puisi karya penyair lain mengenai objek yang belum dan tidak ditulis. Kumpulan puisi pertama Jokpin berjudul Celana terbit di usia 37 tahun.
Setelah menerbitkan buku pertama hingga ketiga, ia kembali merasa stagnan dalam menulis. Ia harus memulai dari nol lagi dan harus menemukan inspirasi-inspirasi baru untuk menulis.
Perjamuan Khong Guan merupakan ide gila Jokpin yang dapatkan dari fenomena sehari-hari. Jokpin ditahbiskan sebagai lurah puisi sebab gayanya yang jenaka, satire, ironi, eksistensialis, dengan bahasa sederhana yang “memerdekakan gaya puisi, melemahkan iman”.
“Gaya puisi yang melemahkan iman menurut Jokpin adalah gaya-gaya puisi konvensional yang kurang dalam eksplorasinya, romantis yang penuh sanjungan, dan tidak meninggalkan kesan apa-apa, namun pada mulanya Jokpin pun pernah menggunakan gaya yang seperti itu hingga ia menemukan gayanya sendiri,” tulis Sarwo Edi Wardana, dalam Joko Pinurbo, Lurah Puisi Indonesia Masa Kini.
Suatu waktu Jokpin menulis bahwa ia dibesarkan oleh bahasa Indonesia yang pintar dan lucu walau kadang rumit dan membingungkan. Bahasa Indonesia mengajarinya cara mengarang ilmu sehingga ia tahu bahwa sumber segala kisah adalah kasih; bahwa ingin berawal dari angan; bahwa ibu tak pernah kehilangan iba; bahwa segala yang baik akan berbiak; bahwa orang ramah tak mudah marah.
Selamat jalan Jokpin, engkau telah meninggalkan banyak karya puisi untuk generasi ke generasi.
*Kawan-kawan dapat membaca karya-karya lain dari Muhammad Akmal Firmansyah, atau artikel-artiikel lain tentang Sastra atau Puisi