• Kolom
  • MEMOAR ANAK BETAWI PERANTAU #30: Mulai Bekerja sebagai Cakara

MEMOAR ANAK BETAWI PERANTAU #30: Mulai Bekerja sebagai Cakara

Karyawan yang baru diterima wajib menjalani enam bulan proses pelatihan terlebih dahulu. Kami disebut sebagai Cakara atau Calon Karyawan di PT Nurtanio Bandung.

Asmali

Anak Betawi yang menghabiskan lebih dari 40 tahun hidupnya di Bandung. Banyak menghabiskan waktu membaca buku-buku bertema agama dan sosial.

Bangunan terminal bandara Husein Sastranegara. (Foto: BandungAirport.com)

28 April 2024


BandungBergerak.id – Sejak sepekan aku kembali ke Jakarta untuk mengurus Tahlilan Baba di rumah, kini waktunya aku kembali ke Bandung. Aku merasa cukup beruntung memiliki atasan yang baik dan mempersilakanku, karyawan baru ini untuk izin sepekan. Betapa pengertiannya, pikirku. Memang bisa dibilang ini adalah bagian terberat dalam hidupku. Aku paham, Enyak masih berat melihatku pergi meninggalkan rumah. Tetapi semua toh sudah jalan-Nya.

Aku masih ingat ucapan ibuku, anak laki-laki itu jauh langkahnya, sekarang jadi kenyataan. Dan aku percaya doa orang tua akan mengiringi perjalananku di perantauan kelak.

Setelah bolak balik Bandung-Jakarta lebih sering, aku mulai merasa terbiasa. Perjalanan pun terasa lebih cepat. Dari Jakarta aku berangkat Senin pagi-pagi sekali dan langsung menuju kantor. Bismillah, hariku bekerja dimulai juga.

Namun di masa itu, seorang karyawan perlu menjalani enam bulan proses pelatihan terlebih dahulu. Kami disebut sebagai Cakara atau Calon Karyawan PT Nurtanio Bandung. Sebagai Cakara, kami belum menerima 100 persen gaji melainkan hanya 80 persennya saja. Selain itu kami juga mendapat uang transport, makan siang, dan wearpack untuk kerja, serta alat makan masing-masing. Oh iya, ada juga pakaian olahraga untuk senam sehat setiap paginya yang dipimpin oleh dua instruktur dari TNI AU.

Selama pendidikan di diklat aku belajar mengukur dan mengikir dengan membuat bermacam macam bentuk material. Termasuk membuat sudut dan siku dengan berbagai macam ketebalan sesuai dengan yang ada pada gambar kerja. Alat ukur dan kikir sudah disiapkan di gudang tools, termasuk peminjaman. Apabila tool yang kami pinjam hilang atau rusak, maka kami Cakara akan kena sanksi. Pada saat itu aku di diklat termasuk angkatan yang kesepuluh. Artinya ada sembilan angkatan siswa sebelumku di divisi ini.

Selama pendidikan aku juga mendapatkan jaminan kesehatan dari dokter perusahaan. Tapi Alhamdulillah, seingatku selama berjalan pendidikan, aku belum pernah ke poliklinik. Bagiku, rasanya kerja dengan semua kondisi ini sangat terjamin sekali. Apalagi untuk orang yang merantau seperti aku. Sehingga aku tidak perlu memikirkan banyak hal untuk keperluan dasar. Seperti makan misalnya, aku hanya tinggal mempersiapkan sarapan dan makan malam karena makan siang sudah ditanggung kantor.

Baca Juga: MEMOAR ANAK BETAWI PERANTAU #27: Hari Itu Aku Tiba di Bandung
MEMOAR ANAK BETAWI PERANTAU #28: Hari Pertama Kerja
MEMOAR ANAK BETAWI PERANTAU #29: Pelajaran Hidup di Rantau dari Almarhum Baba

Jadwal Pelatihan

Biasanya kami memulai dengan senam sehat dan dilanjutkan dengan proses pendidikan. Lalu di jam makan siang, kami akan berbaris ke kantin yang di sana sudah tersedia nasi dengan lauknya yang tertata rapi lengkap dengan kerupuk kaleng dan buah. Seakan menggiurkan sekali bagi aku yang tidak begitu biasa sarapan. Sepertinya perut ini sudah terpanggil untuk segera diisi asupan.

Setelah lama berbaris, tepat pada pukul 11.00 kami baru diperbolehkan masuk ke area kantin dengan tetap berbaris rapi dan mengambil tempat duduk. Satu meja diisi oleh empat Cakara. Karena Nurtanio ini ada di lingkungan TNI AU, tidak heran kalau kemudian kami juga dididik semi-militer. Sebelum makan kami diminta duduk sikap sempurna dan tidak diperbolehkan makan sampai doa bersama dimulai. Selama makan juga tidak di perbolehkan bicara apalagi memukul-mukul baki tempat makan.

Setiap harinya menu makan selalu berganti. Begitu juga buahnya. Adakalanya pisang, buah nanas, buah semangka, dan buah pepaya. Kalau kerupuk kaleng tidak pernah ketinggalan. Begitu terasa nikmatnya makan bersama teman-teman dan rasa syukur pada saat perut lapar membutuhkan asupan untuk menambah tenaga. Setelah selesai makan kami beristirahat bersama teman-teman ada yang di bawah pohon ada juga yang di samping kantin sambil tidur-tiduran melepas lelah.

Selepas istirahat makan dan salat, kami kembali ke tempat praktik untuk melanjutkan pelatihan kembali. Ada yang meneruskan pekerjaan bagi yang belum selesai dan ada pula yang menyetorkan hasil kerjanya bagi yang sudah selesai dikerjakan untuk selanjutnya akan mendapatkan tugas yang baru. Pada pukul 16.00 kami mulai bersih-bersih meja kerja tempat kami praktik dan pada pukul 16.30 kami berbaris rapi sambil memegang kartu absen untuk ditandai di mesin absen sambil menuju jalan pulang.

Selepas praktik di diklat, pada sore harinya, aku pulang ke tempat kosku dengan berjalan kaki. Pada jam pulang terlihat hiruk pikuknya bubaran karyawan membuat macet semua sudut jalan. Tidak hanya yang berjalan kaki tetapi juga ada yang membawa kendaraan baik roda dua dan empat. Di awal masa pelatihan ini pemandangan yang mengasyikkan bagiku.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//