BANDUNG HARI INI: Lahirnya PT Pindad, Pabrik Senjata Kiaracondong
Cikal bakal PT Pindad yang sempat bernama Pabrik Senjata Kiaracondong muncul sejak era Belanda. Pernah dituding menjual alutsista ke Myanmar meski dibantah.
Penulis Awla Rajul29 April 2024
BandungBergerak.id - Hari ini, bertepatan dengan 29 April 1950, diperingati sebagai hari lahirnya PT. Pindad, satu-satunya perusahaan di Indonesia yang bergerak di bidang industri manufaktur, jasa, dan perdagangan produk pertahanan yang memproduksi senjata, munisi, dan kendaraan khusus (alutsista). Pabrik alutsista berlokasi di Kiaracondong, Bandung ini memiliki sejarah pendirian yang cukup panjang.
Selain memiliki pamor positif sebagai industri produk dalam negeri di bidang alutsista, PT Pindad pernah diterpa isu minor tentang penjualan senjata ke negara konflik. Meski isu ini segera ditepis manajemen.
Cikal-bakal Pindad, bermula dari pendirian sebuah bengkel di Surabaya pada 1808. Gubernur Jenderal Hindia Belanda waktu itu, William Herman Daendels mendirikan bengkel itu untuk pengadaan, pemeliharaan dan perbaikan alat-alat perkakas senjata Belanda yang bernama Constructie Winkel (CW).
Selain bengkel senjata, Daendels mendirikan bengkel munisi berkaliber besar bernama Proyektiel Fabriek (PF) dan laboratorium Kimia di Semarang. Belanda juga mendirikan bengkel pembuatan dan perbaikan munisi dan bahan peledak untuk angkatan laut yang bernama Pyrotechnische Werkplaats (PW) di Surabaya pada tahun 1850.
Setahun setelah pendirian PW, CW diubah namanya menjadi Artilerie Constructie Winkel (ACW). PW dan ACW, dua bengkel persenjataan ini lantas disatukan di bawah ACW pada tahun 1861. Kebijakan ini membuat ACW memiliki tiga lini produksi, yaitu unit produksi senjata dan alat-alat perkakasnya, amunisi dan barang lain yang berhubungan dengan peledak, dan laboratoriun penelitian bahan dan barang hasil produksi.
Pada pertengahan 1914 saat berlangsungnya Perang Dunia I, Belanda mempertimbangkan untuk memindahkan instalasi penting, di antaranya ACW. Bandung menjadi relokasi yang dinilai strategis sebab berkontur perbukitan dan pegunungan yang dapat menjadi bentang pertahanan alami. Bandung juga sudah memiliki jalur transportasi darat yang memadai, yaitu Jalan Raya Pos dan tidak jauh dengan pusat pemerintahan Hindia Belanda, Batavia.
ACW dipindahkan ke Bandung pada rentang 1918-1920. Sekitar tahun 1932, empat instalasi pertahanan Hindia Belanda yang direlokasi ke Bandung, yaitu ACW, PF, laboratorium kimia, serta Institut Pendirikan Pemeliharaan dan Perbaikan Senjata yang bernama Geweemarkerschool dilebur menjadi Artilerie Inrichtingen (AI).
Saat masa pendudukan Jepang, tak ada perubahan yang berarti kecuali penamaan setiap unit menggunakan bahasa Jepang, seperti Daichi Ichi Kozo untuk ACW, Dai Ni Kozo untuk Geweemarkerschool, Dai San Kozo untuk PF, dan Dai Shi Kozo untuk PW. Setalah proklamasi kemerdekaan, tepatnya 9 Oktober 1945, Laskar Pemuda merebut ACW dari tangan Jepang dan menamainya Pabrik Senjata Kiaracondong.
Sayangnya, penguasaan oleh pemuda ini tak bertahan lama. Sekutu kembali ke Indonesia dan mengambil alih kekuasaan. Pabrik Senjata Kiaracondong dibagi menjadi dua, yaitu pabrik ACW, PF, dan PW digabungkan menjadi Leger Produktie Bedrijven (LPB), di bawah tantara sekutu NICA. Adapun Geweemarkerschool dijadikan pabrik lainya yang diberi mala Central Reparatie Werkplaats.
Pasca-Belanda menyatakan kedaulatan Indonesia pada 27 Desember 1949, Belanda menyerahkan aset-aset secara bertahap kepada pemerintah Indonesia, di antaranya LPB. 29 Aprill 1950, LPB berganti nama menjadi Pabrik Senjata dan Mesiu (PSM) dan diserahkan kepadan TNI-AD. Tanggal 29 April lantas dikenang sebagai hari lahir Pindad.
Dari TNI ke BUMN
Setelah diserahkan kepada TNI-AD, PSM mulai melakukan serangkaian percobaan membuat laras senjata. Saat mengalami krisis tenaga ahli akibat para pekerja asing harus kembali ke negara asalnya, PSM melakukan perampingan lini produksi. PSM juga melakukan serangakaian modernisasi dengan memberi mesin baru untuk pembuatan senjata, munisi, suku cadang, material, dan alat perlengkapan militer lainnya.
PSM diubah namanya menjadi Pabrik Alat Peralatan Angkatan Darat (Pabal Ad) pada 1 Desember 1958. Dengan mengubah nama ini, Pabal AD turut serta memproduksi peralatan militer lain, selain senjata dan munisi untuk mengurangi ketergantungan dengan negara lain. Pada periode ini, Pabal AD melakukan perkembangan teknologi persenjataan dan menjalin kerja sama dengan perusahaan Eropa.
Pabal AD lantas diubah namanya menjadi Perindustrian TNI Angkatan Darat (Pindad) tahun 1962. Pengembangan ini dilakukan agar Pindad lebih fokus pada pembinaan yang disesuaikan dengan prinsip-prinsip pengelolaan terpadu dan kemajuan teknologi. Produksi yang dilakukan juga fokus untuk mendukung kebutuhan TNI AD.
Nama Pindad lantas diubah lagi menjadi Komando Perindustrian TNI Angkatan Darat (Kopindad) pada 31 Januari 1972. Perubahan ini dilakukan saat pemerintah tengah melakukan penataan departemen. Perubahan ini memiliki dampak positif terhadap kinerja Kopindad.
“Dalam perkembangan selanjutnya, sebagai realisasi Keputusan Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima Angkatan Bersenjata No. Kep/18/IV/1976 tertanggal 28 April 1976 tentang Pokok-pokok Organisasi dan Prosedur Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat nama Kopindad dikembalikan menjadi Pindad,” dikutip dari laman resmi Pindad.
Pengembalian nama ini membuat Pindad dari komando utama pembinaan menjadi badan pelaksana utama di lingkungan TNI AD. Perubahan nama ini diharapkan agar Pindad dapat mengembangkan kemampuan teknologi dan produkvitas untuk memenuhi kebutuhan logistik TNI AD. Pindad juga diharapkan bisa mengembangkan sarana nonmiliter di berbagai bidang.
Namun begitu, karena masih dibawa Departemen Pertahanan dan Keamanan (Dephankam), Pindad memiliki keterbatasan ruang gerak, terikat peraturan, dan ketergantungan anggaran dari Dephankam. Kondisi ini membuat Pindad sulit mengembangkan produksi. Sebab Pindad sering kali dinilai membebani Dephankam untuk biaya peneliian, pengembangan, serta investasi. Dephankam lantas menyarankan pemisahan antara war making actities dengan war support activites.
“Kegiatan Pindad memproduksi prasarana dan perlengkapan militer adalah bagian war support activities sehingga harus dipisahkan dari Dephankam dan menjadi perseroan terbatas yang sahamnya dimiliki oleh pemerintah Indonesia,” dikutip dari laman Pindad.
Tanggal 29 April 1983 Pindad resmi beralih status menjadi perseroan terbatas (PT) dengan nama PT Pindad. Nama ‘Pindad’ bukanlah singkatan, melainkan nama utuh. Bersamaan dengan penetapannya sebagai Perseroan terbatas melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 4 tahun 1983 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk pendirian perusahaan perseroan (Persero) dalam bidang industri logam, Pindad menjadi badan usaha milik negara (BUMN) yang seluruh kepemilikannya dimiliki oleh negara.
Hari lahir Pindad 29 April bukan hanya diperingati karena momentum perubahan nama dan penyerahannya kepada TNI-AD pada 1950. Tetapi juga saat diresmikan menjadi perseroan terbatas dan menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada 29 April 1983 usai dikelola oleh TNI AD.
Penandatanganan serah terima pengelolaan Pindad waktu itu dilakukan dari Kasad Jenderal TNI Rudini kepada Ketua Badan Pengkajian Penerapan Teknologi (BPPT), B.J. Habibie. Dengan mengemban amanah sebagai BUMN, Pindad dapat memproduksi pelataran militer dan menghasilkan produk komersial berorientasi bisnis.
Baca Juga: BANDUNG HARI INI: Orasi Budaya Pramoedya Ananta Toer di Gedung Indonesia Menggugat
BANDUNG HARI INI: Suaka Perekam Ingatan Kolektif Konferensi Asia Afrika
BANDUNG HARI INI: Meninggalnya Bintang Kehidupan
Diterpa Isu Penjualan Senjata ke Myanmar
Pindad saat ini merupakan anggota holding BUMN Industri Pertahanan dari empat perusahaan lainnya yang tergabung dalam DEFEND ID. Selain Pindad yang fokus pada produksi senjata, munisi, dan peralatan berat, ada PT. LEN, Dahana, PT. Dirgantara Indonesia, dan PT. PAL Indonesia.
Pindad memproduksi produk alusista untuk pertahanan dan keamanan dan prosuk komersial lainnya untuk kepentingan pemerintah maupun swasta. Beberapa produk dan jasa yang dihasilkan adalah senjata, munisi, kendaraan khusus, alat berat, peralatan, infrastruktur perhubungan, jasa layanan pertambangan, dan jasa keamanan siber.
Berbagai jenis senjata diproduksi oleh Pindad, mulai senjata laras panjang, senjata genggam, pistol, dan lainnya. Adapun kendaraan khusus yang diproduksi di antaranya merupakan kendaraan tempur, seperti Kendaraan Taktis 4x4 “Komodo” dan Panser 6x6 “ANOA” hingga tank. Sedangkan alat berat merupukan produk pendukung industri konstruksi dan pertambangan, berupa ekskavator dan jasa permesinan. Belakangan Pindad juga memproduksi produk industrial, seperti traktor, crane, train air brake system, generator, peledak komersial, hingga insenerator.
“Pindad akan terus mengembangkan produk dari sisi kualitas dan varian produk, baik alutsista maupun produk industrial, sebagai wujud nyata bakti untuk negeri,” sambutan dari Direktur Utama PT Pindad, Abraham Mose di laman resmi Pindad.
Belakangan, pabrik senjata ini sempat diterpa isu monor. BBC Indonesia memberitakan, tiga Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Indonesia dituding masih menjual persenjataan ke pemerintah Myanmar yang tengah dikecam atas tuduhan menindas warga sipil pascakudeta pada Februari 2022. Induk usaha BUMN yang menaungi ketiga perusahaan tersebut mengaku "tidak ada kerja sama" dengan Myanmar.
“Tiga perusahaan pelat merah Indonesia yang bergerak di industri pertahanan itu mencakup PT PINDAD, PT PAL, dan PT. Dirgantara Indonesia (Persero), dilaporkan ke Komnas HAM, Senin (02/10), dengan dugaan melanggar regulasi Indonesia serta perjanjian internasional,” demikian laporan BBC.
Pihak yang melaporkan tiga produsen alutsista itu adalah organisasi HAM non-pemerintah yang berafiliasi dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Myanmar Accountability Project; Wakil Direktur Eksekutif Chin Human Rights Organization, Za Uk; dan mantan Jaksa Agung Indonesia sekaligus eks pelapor khusus hak asasi manusia untuk PBB, Marzuki Darusman.
Mereka mendasarkan laporan mereka, antara lain, pada temuan Pelapor Khusus PBB untuk Myanmar, Tom Andrews, yang menyebut tiga BUMN tersebut memiliki hubungan dagang persenjataan dengan Myanmar sebelum kudeta tahun 2022. Mereka menduga, jual-beli itu terus berlanjut ketika pemerintah junta militer Myanmar kembali berkuasa.
Tudingan ini sudah dibantah DEFEND ID. Dalam siaran pers 4 Oktober 2023, Holding BUMN Industri Pertahanan (DEFEND ID) menegaskan tidak pernah melakukan ekspor produk industri pertahanan ke Myanmar pasca-1 Februari 2021, sejalan dengan Resolusi Majelis Umum PBB nomor 75/287 yang melarang suplai senjata ke Myanmar.
DEFEND ID lewat PT Len Industri (Persero) sebagai induk holding serta beranggotakan PT Dahana, PT Pindad, PT Dirgantara Indonesia, dan PT PAL Indonesia, mendukung penuh resolusi PBB dalam upaya menghentikan kekerasan di Myanmar.
“Sebagai perusahaan yang memiliki kemampuan produksi untuk mendukung sistem pertahanan yang dimiliki negara, DEFEND ID selalu selaras dengan sikap Pemerintah Indonesia. DEFEND ID selalu patuh dan berpegang teguh pada regulasi yang berlaku termasuk kebijakan politik luar negeri Indonesia,” demikian pernyataan resmi DEFEND ID.
Dinyatakan pula bahwa PT Pindad tidak pernah melakukan ekspor ke Myanmar setelah adanya himbauan DK PBB pada 1 Februari 2021 terkait kekerasan di Myanmar. Adapun kegiatan ekspor ke Myanmar dilakukan pada tahun 2016 berupa produk amunisi spesifikasi sport untuk keperluan keikutsertaan Myanmar pada kompetisi olahraga tembak ASEAN Armies Rifle Meet (AARM) 2016.
“Demikian juga halnya dengan PTDI dan PT PAL yang dipastikan tak memiliki kerja sama penjualan produk ke Myanmar. Dapat kami sampaikan tidak ada kerja sama maupun penjualan produk alpahankam dari kedua perusahaan tersebut ke Myanmar,” kata DEFEND ID.
*Kawan-kawan bisa membaca artikel-artikel lain dari Awla Rajul, atau tulisan-tulisan menarik lain tentang Bandung Hari Ini