• Cerita
  • BANDUNG HARI INI: Suaka Perekam Ingatan Kolektif Konferensi Asia Afrika

BANDUNG HARI INI: Suaka Perekam Ingatan Kolektif Konferensi Asia Afrika

Tanggal 24 April 1980 Museum Konferensi Asia Afrika, Bandung resmi berdiri untuk merawat ingatan bangsa-bangsa yang menolak penjajahan di atas dunia.

Gedung heritage Museum KAA jadi salah satu penanda kota di Jalan Asia Afrika, Bandung, Jumat (3/12/2021). Jalan Asia Afrika merupakan bagian dari De Grote Post Weg atau Jalan Deandels yang membentang dari Anyer sampai Panarukan. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Salma Nur Fauziyah24 April 2024


BandungBergerak.id - Hari ini, bertepatan dengan 24 April 1980, Museum Konperensi Asia Afrika diresmikan oleh Presiden Suharto. Momentum ini bertepatan dengan peringatan ke-25 tahun Konperensi Asia Afrika (KAA). Museum KAA merupakan memorabilia untuk menjaga ingatan masyarakat tentang bersatunya negara-negara tertindas melawan kolonialisme.

Kini sudah 69 tahun berlalu sejak Konferensi Asia Afrika dilaksanakan pada 1955 silam. Jejak dan ingatan peristiwa terbesar abad ke-20 itu masih dapat kita temui dan telusuri di Museum Konperensi Asia Afrika yang berdiri satu gedung dengan Gedung Merdeka, Jalan Asia Afrika, Bandung.

Terletak di penghujung Jalan Braga, Museum KAA dapat menjadi sebuah destinasi wisata yang melengkapi jalan-jalan ke kawasan paling ikonik di Bandung. Museum ini bisa jadi wisata pamungkas setelah mengitari kawasan kota tua.

Konferensi Asia-Afrika menjadi salah satu peristiwa sejarah yang paling berpengaruh di zamannya. Para petinggi negara di Asia dan Afrika berkumpul untuk berbagi pandangan tentang dunia yang gawat dan di ambang perang nuklir. Mereka menyerukan perdamaian, menolak imperialisme dan kolonialisme barat.

Hasil dari konferensi ini terangkum dalam Dasasila Bandung, sepuluh prinsip dasar yang menjadi pedoman bagi bangsa Asia Afrika dalam membangun solidaritas, kerja sama antarnegara (baik ekonomi serta kebudayaan), tidak mengintervensi satu sama lain, dan hidup berdampingan bersama dengan damai.

Wildan Sena Utama dalam bukunya, Konferensi Asia Afrika 1955: Asal Usul Intelektual dan Warisannya bagi Gerakan Global Anti-Imperialisme menjelaskan, KAA menghasilkan komunike final yang berisi sepuluh prinsip usaha memajukan perdamaian dan kerja sama di dunia yang kemudian dikenal dengan nama Dasasila Bandung. Konferensi ditutup dengan pidato ketua KAA, Ali Sastroamidjojo:

“Apa yang telah kita lakukan di Bandung saat ini sebagai tonggak sejarah, dan juga mengingatkan apa yang menjadi consensus bersama dalam konferensi ini sesungguhnya ialah pesan toleransi dan perdamaian dunia” (Wildan Sena Utama, 2017).

Selain prinsip moral yang dihasilkan, pergelaran politik internasional ini membawa dampak yang signifikan bagi kompas perpolitikan global. Sebutlah Gerakan Non-Blok yang dianggap oleh banyak sejarawan sebagai hasil terpenting KAA. Pascaterselenggaranya KAA terjadi pula gelombang kemerdekaan di negara-negara Afrika (beberapa di Asia) hingga mengakibatkan perubahan struktur keanggotaan PBB.

Pencapaian luar biasa dan semangat menjaga perdamaian dunia ini menjadi buah bibir bagi para petinggi negara-negara Asia dan Afrika. Sehingga membuat mereka penasaran dan ingin mengunjungi tempat perhelatan konferensi pertama bagi orang-orang kulit berwarna tersebut.

Sebagai Menteri Luar Negeri RI (1978-1988) yang mesti berhadapan dengan para perwakilan dari negara lain, Mochtar Kusumaatmadja terdorong untuk mengabadikan peristiwa itu menjadi sebuah Museum Konperensi Asia Afrika di gedung bekas pelaksaanaan momentum bersejarah tersebut.

Menurut booklet yang dikeluarkan resmi Museum KAA, museum ini digagas oleh Mochtar Kusumaatmadja dan gagasan itu dikemukakan dalam forum Panitia Peringatan 25 Tahun Konferensi Asia Afrika tahun 1980. Hal itu pun menjadi fokus panitia peringatan pada saat itu.

Gagasan ini kemudian diwujudkan oleh Joop Ave sebagai Ketua Harian Panitia Peringatan 25 Tahun Konferensi Asia Afrika dan DirekturJenderal Protokol dan Konsuler Departemen Luar Negeri.

Pendirian Museum KAA bekerja sama dengan Departemen Penerangan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Pemerintah Daerah Tingkat I Provinsi Jawa Barat, dan Universitas Padjajaran (Unpad). Dalam perencanaan teknisnya pihak panitia turut menggandeng PT Decenta, Bandung. Museum Konperensi Asia Afrika kemudian diresmikan tepat 44 tahun lalu tanggal 24 April 1980 oleh Presiden Suharto.

Baca Juga: BANDUNG HARI INI: Orasi Budaya Pramoedya Ananta Toer di Gedung Indonesia Menggugat
BANDUNG HARI INI: Meninggalnya Bintang Kehidupan
BANDUNG HARI INI: Doa Tragedi Kanjuruhan di Cikapayang, Kekerasan dan Gas Air Mata Berulang
BANDUNG HARI INI: Mengenang Konferensi Asia Afrika yang Mengusung Semangat Antipenjajahan

Wisatawan melihat display foto-foto suasana bagian dalam Musium Konferensi Asia Afrika, Bandung, 21 Oktober 2021. Komunitas Asian African Reading Club (AARC) menghidupi kegiatan di Museum KAA. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)
Wisatawan melihat display foto-foto suasana bagian dalam Musium Konferensi Asia Afrika, Bandung, 21 Oktober 2021. Komunitas Asian African Reading Club (AARC) menghidupi kegiatan di Museum KAA. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Tentang Museum KAA

Sebagai suaka memorabilia peristiwa sejarah politik internasional bagi negara-negara Asia dan Afrika, Museum Konperensi Asia Afrika hadir menyajikan informasi, mengelola berkas serta pustaka, melakukan penelitian, dan menunjang kegiatan pengembangan berkaitan dengan Konferensi Asia Afrika.

Begitu masuk ke dalam museum, pengunjung akan disambut dengan diorama para perdana menteri dari kelima negara sponsor KAA. Di ruangan pameran tetap ini, selain diorama, para pengunjung dapat melihat begitu banyak koleksi benda dan nonbenda yang berkaitan dengan konferensi. Ada kursi rotan yang disediakan Sekretariat KAA dalam menjamu tamu negara, ada beberapa perangkat yang digunakan oleh para jurnalis dalam meliput KAA, juga rekaman suara pidato Sukarno dalam sidang pembukaan yang berjudul ‘Let a new Asia and a new Africa Be Born’. Pidato ini sayup-sayup terdengar ketika kita berdiri di sekitar panel Dasasila Bandung dan terjemahannya ke dalam 29 bahasa.

Museum ini buka selama empat hari, yaitu Selasa, Kamis, Sabtu, dan Minggu dari jam 09.00 WIB hingga 15.00 WIB. Masuk ke dalam museum ini tidak dipungut biaya apa pun (termasuk pelayanan edukator museum), cocok bagi kalian yang ingin berwisata sejarah gratisan.

Selain ruang pameran tetap, Museum KAA juga memiliki perpustakaan yang menyajikan banyak koleksi buku berkaitan dengan KAA dan juga ilmu sosial politik lainnya. Terdapat pula ruang audiovisual untuk menonton film dan ruangan galeri. Ruangan ini juga sering dijadikan sebagai tempat kegiatan para komunitas, salah satunya komunitas kemitraan museum, Sahabat Konferensi Asia Afrika. 

Tidak hanya itu, para pengunjung dapat berkunjung ke ruangan sidang konferensi yang terdapat di Gedung Merdeka. Ruang konferensi ini menjadi akhir perjalanan menelusuri memori tentang Konferensi Asia Afrika, di sana terdapat kursi-kursi merah yang pernah diduduki oleh para petinggi negara Asia Afrika.

*Kawan-kawan dapat menyimak karya-karya lain Salma Nur Fauziyah, atau artikel-artikel lain tentang Bandung Hari Ini

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//