• Berita
  • Menuju 70 Tahun Konferensi Asia Afrika, Membumikan Spirit Bandung

Menuju 70 Tahun Konferensi Asia Afrika, Membumikan Spirit Bandung

Konferensi Asia Afrika (KAA) mewariskan Spirit Bandung yang lamat-lamat terlupakan, tidak sampai pada orang-orang muda di akar rumput.

Dari kiri Andrian (23), Wanggi Hoed (35), Andy Waluya (27), pembacaan pernyataan sikap solidaritas Seni untuk Palestina, Bandung, Selasa, 30 April 2024. (Foto: Ryamizar Hutasuhut/BandungBergerak.id)

Penulis Salma Nur Fauziyah4 Mei 2024


BandungBergerak.idPembicaraan mengenai Konferensi Asia Afrika (KAA) sering kali berhenti di penyelenggaraan konferensi bertaraf internasional yang berlangsung sukses di Kota Bandung. Padahal KAA mewariskan Spirit Bandung atau Semangat Bandung yang masih tetap relevan hingga saat ini.

Meski sebagai konferensi yang sangat berpengaruh pada pertengahan abad-20, tetapi edukasi seputar KAA hanya berkutat dan bergaung di Bandung saja. Maka, perluasan Semangat Bandung ini perlu dilakukan ke masyarakat (grasshoot).

Narasi tersebut muncul dalam diskusi bertema “Menuju 70 Tahun Konferensi Asia Afrika: Retrospeksi dan Langkah Lanjut Upaya Pelestarian Semangat Bandung” di pekan terakhir peringatan KAA ke-69, di Hotel Savoy Homann, Rabu, 24 April 2024. Diskusi kelompok terpumpun yang kemudian dilanjut dengan acara Jamuan Teh Petang tentang Gastrodiplomasi Indonesia di KAA 1955 ini turut dihadiri beberapa diplomat, akademisi, dan komunitas.

“Kami melihat tidak hanya sebagai sebuah kegiatan seremonial saja, ya. Kita harapkan juga nanti dari FGD ini bisa berkembang ide-ide dan gagasan-gagasan yang fresh. 70 tahun, tahun depan ini mau ngapain,” kata Direktur Diplomasi Publik Ani Nigeriawati, dalam sambutan pembukaan diskusi.

Wildan Sena Utama, dosen Ilmu Sejarah UGM dan juga penulis buku “Konferensi Asia-Afrika 1955: Asal-Usul Intelektual dan Warisannya bagi Gerakan Global Antiimperialisme”, selanjutnya menjadi narasumber dan juga fasilitator diskusi, hadir di antaranya Teuku Rezasyah (Dosen HI UNPAD), Imam Gunarto, (Kepala ANRI), Diana E. S. Sutikno (Perwakilan PSKK Aspasaf Kemlu), dan Aji Bimarsono (Ketua Bandung Heritage).

Diskusi Menuju 70 Tahun Konferensi Asia Afrika: Retrospeksi dan Langkah Lanjut Upaya Pelestarian Semangat Bandung di Hotel Savoy Homann, Rabu, 24 April 2024. (Foto: Salma Nur Fauziyah dan Tofan Aditya/BandungBergerak.id )
Diskusi Menuju 70 Tahun Konferensi Asia Afrika: Retrospeksi dan Langkah Lanjut Upaya Pelestarian Semangat Bandung di Hotel Savoy Homann, Rabu, 24 April 2024. (Foto: Salma Nur Fauziyah dan Tofan Aditya/BandungBergerak.id )

Relevansi Semangat Bandung dengan Situasi Dunia Saat Ini

Dalam pemaparan presentasinya, Wildan menyebut Konferensi Bandung atau Konferensi Asia Afrika memiliki nilai historis tersendiri, di mana para pejuang antikolonial dan antiimperialis berkumpul untuk pertama kali di tanah mereka sendiri dan bukan lagi di kota-kota yang berada di Eropa. Semangat Bandung sebagai warisan KAA dianggap sebagai bentuk dekolonisasi global dan sistemik. Hal ini diwujudkan melalui solidaritas antikolonial internasional, perdamaian dunia, dan kerjasama transnasional.

Kondisi politik internasional yang lebih condong pada negara-negara Global North, membuat relevansi Semangat Bandung khususnya poin dekolonisasi, sangat nyata. Dekolonisasi di sini bukan sekedar peralihan kekuasaan saja, tetapi bagaimana caranya meruntuhkan warisan kolonial yang masih hegemonik di tengah politik masyarakat internasional dan bagaimana agar negara-negara Global South lebih didengar.

“Kita tidak lagi menempatkan Barat gitu dan segala hal yang dirumuskan olehnya sebagai sesuatu yang pasti ideal. Tapi, bukan berarti menjadi antibarat gitu. Menjadi lebih kritis terhadap cara berpikir barat yang eurocentric,” ujar Wildan yang kemudian mempertanyakan bagaimana cara membangun paradigma dekolonisasi ini di berbagai bidang.

Semangat Bandung sebagai wujud perdamaian dunia pun semakin relevan. Kemelut perang Rusia-Ukraina yang sedang berkecamuk atau agresi Israel ke Palestina banyak berdampak terhadap semua aspek kehidupan, khususnya ekonomi. Wujud Semangat Bandung tercermin dari tindakan Indonesia (beserta negara-negara global bagian selatan) yang konsisten dalam menyuarakan berakhirnya perang Rusia-Ukraina dan menolak agresi Israel ke Palestina.

Wildan berpendapat meski nilai KAA sangat penting, tetapi terdapat missing link di dalam gerakan akar rumput (grasshoot) itu sendiri.

“Sekarang ini, saya tidak banyak organisasi-organisasi sosial di akar rumput yang concern terhadap perdamaian dunia,” ujar dosen Ilmu Sejarah UGM. Kondisi sekarang sangat berbeda dengan tahun 50an dan 60an, di mana banyak inisiatif kolektif dari para akademisi, aktivis, serta intelektual dalam membangun organisasi perdamaian yang tentunya didukung oleh pemerintah pada saat itu.

Hal serupa turut disampaikan oleh Diana E. S. Sutikno sebagai perwakilan PSKK Aspasaf Kementerian Luar Negeri. Sebagai bagian dari kementerian yang langsung menangani persoalan internasional, Diana melihat KAA masih tetap relevan dengan kondisi politik internasional yang tidak banyak memihak kepada negara-negara selatan.

Keberadaan KAA 1955 tidak hanya untuk dikenang saja sebagai peristiwa sejarah saja, tetapi bagaimana nilai-nilai yang dihasilkannya ini dapat membuat kita untuk bangkit bergerak maju. Seperti yang sudah disinggung oleh Wildan tentang kondisi dunia yang dikepung koflik, Diana menyebutkan jika dengan kondisi saat ini memicu antisipasi terhadap perang nuklir dan Perang Dunia III.

“Jadi dunia ini masih dalam situasi dan konteks tatanan dunia internasional itu masih diskriminatif,” ujar Diana yang sebelumnya memberikan gambaran jika Dewan Keamanan PBB yang memiliki hak veto berada di tangan para negara selatan yang merupakan mayoritas anggota PBB.

Narasumber lainnya, Teuku Rezasyah, menyampaikan presentasinya dengan mengkorelasikan kaitan antara peristiwa KAA dan peringatan KAA di tahun-tahun sesudahnya. Ia pun turut menekankan negara-negara Asia-Afrika atau Global South (termasuk Amerika Latin) mempunyai potensi yang mumpuni sebagai koalisi moral untuk mendekolonisasi tantangan internasional karena mereka punya bekal berupa peradaban, jumlah penduduk, luas wilayah dan juga pertumbuhan ekonomi.

Di samping itu, Imam Gunarto menyampaikan seberapa pentingnya arsip secara umum dan arsip KAA itu sendiri. Ia turut menyampaikan berapa banyak arsip yang berkaitan KAA, mengelolanya, hingga tempat penyimpanan arsip di Kantor ANRI.

Baca Juga: BANDUNG HARI INI: Suaka Perekam Ingatan Kolektif Konferensi Asia Afrika
Merawat Spirit Konferensi Asia Afrika
Konferensi Asia Afrika 1955, Kisah Genteng Bocor Gedung Merdeka dan Mobil Pinjaman

Narasumber diskusi Menuju 70 Tahun Konferensi Asia Afrika: Retrospeksi dan Langkah Lanjut Upaya Pelestarian Semangat Bandung di Hotel Savoy Homann, Rabu, 24 April 2024. (Foto: Salma Nur Fauziyah dan Tofan Aditya/BandungBergerak.id )
Narasumber diskusi Menuju 70 Tahun Konferensi Asia Afrika: Retrospeksi dan Langkah Lanjut Upaya Pelestarian Semangat Bandung di Hotel Savoy Homann, Rabu, 24 April 2024. (Foto: Salma Nur Fauziyah dan Tofan Aditya/BandungBergerak.id )

Pandangan Teman-teman Akar Rumput Tentang KAA

Sebagai Ketua Bandung Heritage, Aji Bimarsono merasa senang saat Kota Bandung terpilih menjadi tempat penyelenggaraan KAA pada 1955 silam. Pun di saat yang bersamaan pihak Bandung Heritage berharap acara-acara perayaan ulang tahun KAA bisa dapat dilaksanakan di banyak venue yang berlokasi di Bandung.

“Kami merasa makin ke sini Bandung itu jarang sekali menjadi venue utama. Antara lain mungkin karena dianggap sarana dan pra-sarananya tidak memadai,” kata Aji.

Kondisi tempat atau gedung yang sudah tua hingga persoalan situasi keamanan Bandung saat ini mungkin menjadi pertimbangan bagi penyelenggaraan even internasional. Dengan kondisi teresebut, Aji yang mewakili Bandung Heritage merasa harap-harap cemas meski tetap memprediksi bahwa Bandung tidak menjadi venue utama lagi. Hal ini membuat nilai historis KAA kurang terasa jika dilaksanakan di tempat lain.

Melihat hal ini, menurut Aji, pelestarian Semangat Bandung tidak hanya sebatas acara formalitas pada tataran negara tetapi juga bisa dilaksanakan dalam bentuk acara komunitas.

Dalam sesi diskusi dan tanya-jawab, BandungBergerak turut menyampaikan aspirasinya perihal minimnya perbincangan KAA dalam kehidupan anak muda, khususnya mahasiwa dan komunitas.

“Warga Bandung tuh jangan hanya sekadar menjadi penikmat, penonton gitu. Tapi, kita harus jadi terlibat. Kita harus jadi penggerak,” ujar Tofan Aditya, perwakilan dari BandungBergerak, yang menyayangkan jika rangkaian peringatan KAA hanya sebatas bermain di tatanan negara saja dan tidak melibatkan akar rumput. Hal ini menjadi sebuah pekerjaan rumah bagi para tamu undangan yang hadir, khususnya instansi terkait.

Sebagai masukan untuk peringatan tahun depan, BandungBergerak menyarankan adanya program jangka panjang. Bukan hanya program jangka pendek sebatas penyelenggaraan festival yang satu hari usai dan kelanjutannya tidak ada. Program jangka panjang itu bisa dengan aktivasi-aktivasi kegiatan mengenai KAA di kampus-kampus atau pameran yang memamerkan arsip-arsip KAA koleksi ANRI.

Dari sisi seniman, Rahmat Jabaril menyampaikan pandangannya mengenai isu KAA. Rahmat mengatakan, masih banyak seniman yang tidak terlalu peduli dengan isu-isu terkait KAA. Padahal hal ini sangat strategis dalam mengembangkan kebudayaan.

Nilai-nilai spirit Konferensi Asia Afrika perlu untuk dilestarikan. Bagi Rahmat, melestarikan nilai-nilai itu terletak bagaimana kita dapat menjadikan isu KAA menjadi bahasan publik. 

“Saya setuju, nih. Dengan mas tadi. Bagaimana kemudian warga masyarakat di kita itu menjadi subjek kesadaran tentang (Konferensi) Asia-Afrika,” ujar Rahmat, menyetujui gagasan bagaimana masyarakat mesti dilibatkan dan bukan hanya berhenti di tataran pemerintahan yang sudah dipaparkan oleh pihak BandungBergerak. 

Implementasi pelestarian nilai-nilai ini beragam. Rahmat sendiri melalui Art Braga sedang berencana membuat pameran dengan para seniman dari negara-negara Asia-Afrika.

*Kawan-kawan dapat menyimak karya-karya lain Salma Nur Fauziyah, atau artikel-artikel lain tentang Konferensi Asia Afrika

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//