Mempertimbangkan Kesulitan Warga Setempat dalam Menghadapi Braga Free Vehicle
Program mengurangi kemacetan di Bandung yang paling baru bernama Braga Free Vehicle alias Braga Bebas Kendaraan. Ada warga yang pro maupun kontra.
Penulis Muhammad Akmal Firmansyah4 Mei 2024
BandungBergerak.id - Jalan Braga memiliki wajah lain dari Kota Bandung: bangunan-bangunan tua dan antik, tempat-tempat nongkrong ekslusif, kuliner khas, lukisan, macet, dan perkampungan padat penduduk. Kabar terbaru, Pemkot Bandung mulai memberlakukan Braga Free Vehicle atau Braga bebas dari kendaraan mulai 4-5 Mei 2024.
Warga Gang Affandi, Jalan Braga, Garen (26 tahun) mengatakan setuju dengan upaya yang akan dilakukan Pemkot Bandung dalam melakukan penataan Jalan Braga yang kerap disergap kemacetan. Namun, ia menggeluhkan akses alternatif pulang ke arah rumahnya menjadi jauh karena penutupan.
“Sebetulnya enak kalau digitukan. Berarti kan macet, bingung kalau macet, aya mending lewat belakang tapi muter tuh lebih jauh,” kata Garen, kepada BandungBergerak, Sabtu, 27 April 2024.
Hal sama diungkapkan Dedi (44 tahun), warga Braga yang sehari-hari menjadi ojek online ini. Menurutnya, kebijakan membebaskan kendaraan di Jalan Braga akan menyusahkan penghuni di kampung kota sekitar Braga.
“Beuki ripuh atuh. Jalan parkirnya di mana segini aja parkinya di mana. Kalau ia bisa lewat gerbang belakang, tapi kan ada jam waktu tertentu suka ditutup kalau malam jadi gak bebas,” ujar Dedi.
Jika gerbang belakang ditutup, Dedi terpaksa memutar jalan melalui Banceuy. Masalahnya jembatan di Banceuy tidak bisa dilalui motor.
Menurut Dedi banyak warga yang tidak setuju dengan program Braga Bebas Kendaraan. Hal ini akan dirundingkan kembali oleh para penggurus warga.
Ketua RW 06 Braga Istiti Suryani mendukung Pemkot Bandung menerapkan Braga Free Vehicle. Menurutnya, Braga Bebas Kendaraan baik bagi pertumbuhan wisata di kawasan kota tua ini.
“Kami mewakili warga di Jalan Braga sangat mendukung dan optimis dengan agenda Braga Free Veliche. Ini waktunya warga dan wisatawan dapat menikmati suasana di Braga tanpa hingar bingar seperti ini,” ujar Istiti Suryani, dikutip dari siaran pers.
Kantong Parkir
Untuk menyambut Braga Free Vehicle, Pelaksana Harian Kepala Dishub Kota Bandung Asep Koswara mengatakan pihaknya telah menyiapkan titik-titik parkir di kawasan Braga. Yang dibagi menjadi dua area, yakni parkir off street dan on street.
Area parkir off street berada di Kawasan Balaikota Bandung, Taman Dewi Sartika, DInas Sumber Daya Air Jawa Barat, Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang Provinsi Jawa Barat, Bank BJB, Bank Bandung, dan Kantor Pos Jalan Banceuy. Sementara parkir on street yang disiapkan antara lain di kawasan Viaduct, Jalan CIkapundung, dan Jalan Braga Pendek.
Pemkot Bandung melalui DIshub Bandung akan menyiapkan Bandung Tour on Bus (Bandros) sebagai angkutan yang bisa dimanfaatkan wisatawan untuk menginap di perhotelan yang ada di kawasan Bandung.
Ketua DPRD Bandung Tedy Rusmawan menuturkan, penataan ulang Braga harus dilihat dari tiga aspek yaitu lalu lintas, sarana parkir, serta bangunan-bangunan bersejarah, khususnya di kawasan Jalan Braga. Ia mendorong agar Jalan Braga jadi magnet kembali untuk lokasi wisata Kota Bandung.
Baca Juga: Braga Free Vehicle atau Car Free Day Sama Saja
Problem di Balik Kecantikan Jalan Braga
Syarif Pelukis di Jalan Braga, Berawal dari Kontraktor Bangunan kini Menjadi Seniman
Menggembalikan Citra Braga
Pj Wali Kota Bandung Bambang Tirtoyuliono menyakini penarapan kawasan Braga Bebas Kendaraan agar menggembalikan kembali ikon Braga. “Kita coba kembalikan legend dan heritagenya jalan Braga. Jadi siapapun yang ingin menikmati Jalan Braga ini bisa menikmati kawasan ini dengan maksimal,” katanya dalam acara Bandung Menjawab, Senin 29 April 2024.
Penataan kawasan Braga telah berlangsung sejak zaman Hindia Belanda. Penggembangan dilakukan selama 10 tahun pada dekade 1910-an ketika Bandung menjadi pasar pakaian berkulaitas yang dijual oleh orang-orang Eropa.
“Jalan Braga kemudian menjadi ramai karena banyak usahawan-usahawan terutama berkebangsaan Belanda didirikan toko-toko, bar, dan tempat hiburan di kawasan itu seperti toko Onderling Belang,” tulis Nurtati Soewarno, Taufan Hidjaz, Eka Virdianti dalam Mengembalikan Citra Kawasan Jalan Braga Bandung (2018).
Tahun 1920-an perkembangan Paris sebagai kiblat model pakaian menjadikan di Bandung muncul toko-toko pakaian. Kawasan Braga menjadi pusat perbelanjaan dan gaya hidup orang Eropa di Hindia Belanda masa itu. Semaraknya kawasan Braga hanya berlangsung 1920-an sampai 1942, karena konstelasi perkembangan politik dunia yang memunculkan gejolak sangat kuat dan kemudian akhirnya memunculkan perang dunia yang berimbas pada terputusnya perkembangan kawasan Braga sebagai pusat gaya hidup dan belanja orang Belanda.
Di zaman kemerdekaan kawasan Braga banyak berubah dari aspek arsitektur dan aspek fungsi bangunan. Para peneliti penulis buku Mengembalikan CItra Kawasan Jalan Braga Bandung ini menilai para perancang kota lebih sering melihat kota sebagai benda fisik tinimbang benda budaya.
Akibatnya Braga yang merupakan kawasan konservasi seperti kota tua yang ada di Indonesia mengalami degradasi dan penurunan kualitas dan aktivitasnya. Oleh karena itu, para peneliti Itenas ini mengajurkan untuk menghidupkan kembali fungsi-fungsi bangunan di Jalan Braga serta aktivitas masyarakat sebagai pelaku di dalam kawasan.
Meskipun begitu, citra Braga sebagai kawasan ekslusif memang belum kembali, tapi Braga kini hidup sebagai sebuah kawasan perdagangan dengan karakter spesifik.
*Kawan-kawan dapat membaca karya-karya lain dari Muhammad Akmal Firmansyah, atau artikel-artikel lain tentang Jalan Braga