• Indonesia
  • Nani Afrida dan Bayu Wardhana Menjadi Nakhoda Aliansi Jurnalis Independen Periode 2024-2027

Nani Afrida dan Bayu Wardhana Menjadi Nakhoda Aliansi Jurnalis Independen Periode 2024-2027

Nani Afrida dan Bayu Wardhana menghadapi tugas berat selama tiga tahun mendatang, ketika ancaman terhadap kebebasan pers dalam pertaruhan.

Nani Afrida dan Bayu Wardhana terpilih sebagai Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal Aliansi Jurnalis Independen (AJI) periode 2024-2027. (Foto: Adi Marsiela/AJI)

Penulis Awla Rajul7 Mei 2024


BandungBergerak.id - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) baru saja melangsungkan Kongres XII selama tiga hari, 3-5 Mei 2024 di Palembang, Sumatera Selatan. Kepemimpinan serikat jurnalis yang berdiri sejak 1994 ini kini dipegang oleh Nani Afrida sebagai Ketua Umum dan Bayu Wardhana sebagai Sekretaris Jenderal untuk periode 2024-2027. Pasangan calon 01 ini menggantikan kepemimpinan AJI sebelumnya yang habis masa kepemimpinannya, Sasmito Madrim dan Ika Ningtyas.

Pasangan Nani Afrida dan Bayu Wardhana meraih suara terbanyak dalam pemilihan umum AJI yang menjadi bagian dari rangkaian kongres. Total ada empat pasangan yang maju di Pemilu AJI, yakni Nani Bayu (Paslon 01), Aloysius Budi Kurniawan dan Iman Dwianto Nugroho (Paslon 02), Ika Ningtyas Unggraini dan Laban Abraham Laisila (Paslon 03), dan Edy Can dan Asep Saefullah (Paslon 04).

Pemilu AJI 2024 ini memiliki perbedaan signifikan karena menggunakan sistem one man one vote dan elektoral. Jika pada pemilu-pemilu AJI sebelumnya ditentukan berdasarkan pemilihan oleh AJI-AJI Kota, sekarang berdasarkan suara anggota yang dihitung berdasarkan elektoral seperti pemilu Amerika Serikat.

Pemungutan suara dilakukan secara daring dan luring secara serentak di seluruh AJI Kota se-Indonesia menggunakan sistem berbasis teknologi informasi. Pasangan Nani Afrida dan Bayu Wardhana mengantongi nilai elektoral tertinggi yakni 90, disusul pasangan nomor 03 dengan nilai elektoral 48, pasangan 02 (42), dan pasangan nomor 04 (37).

Pasangan Nani Afrida dan Bayu Wardhana memiliki empat visi, yaitu melawan ancaman kebebasan pers, memperjuangkan kesejahteraan yang lebih baik untuk jurnalis, meningkatkan kapasitas jurnalistik anggota AJI, dan mendorong penguatan organisasi AJI Kota.

Dalam kata sambutannya setelah terpilih sebagai Ketua Umum AJI Indonesia, Nani menyampaikan terima kasih kepada kawan-kawan panitia Pemilu AJI yang bekerja keras dan kawan AJI yang hadir pada kongres. Pemimpin Redaksi Independen.id asal Sigli, Provinsi Aceh ini mengaku, tiga tahun mendatang akan menjadi periode yang tidak mudah untuk dijalani.

“Kita belum tahu bagaimana melaluinya. Namun yang bisa saya dan mas Bayu janjikan, kami berdua akan bekerja semampu kami, sebisa kami dan tentu saja, kembali, kita ingin memperbaiki komunikasi dengan teman-teman AJI kota,” terang Nani, di podium.

Dalam kesempatan itu, sebagai bentuk memperbaiki komunikasi dengan teman-teman AJI Kota, Nani mengaku akan membagikan nomor handphonenya agar mudah dihubungi. Meski tidak berjanji akan merespons dengan segera, namun Nani menegaskan bahwa komunikasi itu penting untuk dibangun dan dirawat.

Adapun Bayu, Sekretaris Jenderal AJI terpilih menyampaikan bahwa tantangan yang akan dihadapi ke depan adalah persoalan ancaman kebebasan pers. Adapun secara internal, persoalan komunikasi, organisasi, dan lainnya menjadi hal yang perlu dibenahi.

“Saya dan mbak Nani optimis itu akan bisa kita hadapi asal bersama-sama dengan teman-teman, 40 AJI kota, dan 1.800 anggota AJI kita hadapi bersama-sama. Tantangan eksternal maupun internal,” kata Bayu di podium, menggantikan Nani.

Perihal komunikasi dan membangun penguatan AJI Kota memang menjadi salah satu semangat yang ditegaskan oleh paslon yang diusung oleh AJI Banda Aceh ini. Keduanya sepakat untuk bekerja keras bersama-sama dengan teman-teman AJI Kota. Beberapa hal yang hendak dicapai adalah mencari strategi mencapai kesejahteraan jurnalis dan membuat AJI Kota mandiri. Kedua hal itu, persis merupakan tantangan besar yang belum terpecahkan hingga kini.

Adapun beberapa program unggulan yang dicanangkan oleh Nani-Bayu di antaranya adalah perluasan pembentukan Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ), membangun aliansi besar organisasi masyarakat sipil, menginisiasi pembentukan koperasi untuk anggota AJI, membuat sekolah buruh media, memfasilitasi pelatihan manajerial organisasi dan membangun jejaring sumber pendanaan bagi AJI Kota, memastikan kepengurusan AJI Indonesia berimbang dalam hal gender, dan lainnya.

Baca Juga: Peta Sebaran Kasus Tindak Kekerasan terhadap Pers Mahasiswa di Bandung Raya 2013-2023
Keputusan MK Menolak Uji Materi UU Pers Harus segera Disosialisasikan kepada Masyarakat
Pameran Foto PFI di Bandung, Menangkap Makna Kebenaran Jurnalistik

Tantangan terhadap Kebebasan Pers

Rangkaian Kongres AJI ke-12 diawali dengan kegiatan Indonesia Fact Checking Summit (IFCS) dan Press Freedom Conference (PFC). IFSC adalah forum nasional yang membahas tren gangguan informasi, artificial intelligence (AI), dan ekosistem media selama Pemilu 2024. Perhelatan IFCS diselenggarakan oleh AJI bersama Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) dan Mafindo (Masyarakat Anti Fitnah Indonesia). Dalam forum ini, digelar beberapa talkshow seperti kepercayaan publik pada media dan bagaimana ruang redaksi bekerja membuat berita cek fakta, serta pelatihan Debunking DeepFake.

Adapun Press Freedom Conference (PFC) mempertemukan jaringan organisasi jurnalis di Asia Tenggara yakni Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, Kamboja dan, Timor Leste untuk membahas kaitan antara krisis iklim, demokrasi dan kebebasan pers. Kegiatan ini sekaligus memperingati Hari Kebebasan Pers Internasional yang dirayakan setiap 3 Mei.

Konferensi Kebebasan Pers mengambil tema “Menjaga Kebebasan Pers untuk Keadilan Iklim dan Demokrasi”. Ketua Panitia Kongres XII AJI, Mahdi Muhammad menyebut, tema itu dipilih karena perubahan iklim menjadi isu yang menarik perhatian publik. Selain itu, jurnalis yang meliput isu lingkungan memiliki ancaman serius yang potensinya terus meningkat.

Data dari Reporter Without Borders atau RSF menunjukkan hingga tahun 2020 terdapat 53 pelanggaran dan ancaman terhadap jurnalis yang meliput isu lingkungan hidup. Dalam beberapa dekade terakhir, 20 jurnalis tewas saat meliput isu lingkungan. Sebanyak 10 orang di antaranya meninggal dunia pada periode 2015-2020. 

Di Indonesia serangan terjadi dalam bentuk pelecehan atau intimidasi. Merujuk data AJI pada 2023, tergambarkan bahwa 15 jurnalis Indonesia mendapat intimidasi karena meliput isu lingkungan hidup.

“Kami yakin tren intimidasi berpotensi meningkat,” kata Mahdi Muhammad, dikutip dari siaran pers AJI Indonesia. 

Sementara itu, data Amnesty International Indonesia menunjukkan tantangan serius terkait hak asasi manusia (HAM) di Indonesia. Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menyebut tahun 2023 adalah tahun yang suram karena tergambar dari tingginya angka serangan terhadap para pembela HAM yang bergerak di sektor lingkungan, korupsi pembelaan perempuan, dan masyarakat adat. 

Amnesty International Indonesia mencatat 95 serangan terhadap pembela HAM terjadi sepanjang 2023 dengan 268 korban. Jumlah tersebut mengalami kenaikan 63 persen dibandingkan tahun sebelumnya, tertinggi sejak 2019.

Jika dilihat tren 5 tahun, jurnalis menempati urutan pertama dari segi jumlah yang terus menerus mendapatkan serangan fisik terkait aktivitas pemberitaan yang dilakukan. Tahun 2023 menjadi tahun tertinggi jumlah jurnalis yang mengalami kriminalisasi sebanyak 89 jurnalis. Serupa dengan aktivis Papua yang juga mengalami kenaikan sejak tiga tahun terakhir, 2021, 2022 dan 2023 tertinggi sebanyak 108 orang.

*Kawan-kawan bisa membaca artikel-artikel lain dari Awla Rajul, atau tulisan-tulisan menarik lain tentang Kebebasan Pers

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//