Keputusan MK Menolak Uji Materi UU Pers Harus segera Disosialisasikan kepada Masyarakat
Mahkamah Konstitusi menolak gugatan uji materiil Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Keputusan ini disyukuri Dewan Pers.
Penulis Iman Herdiana1 September 2022
BandungBergerak.id - Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan uji materiil terhadap Undang Undang Pers yang diajukan sejumlah pihak yang mengaku berprofesi wartawan, perlu diapresiasi. Keputusan MK ini juga harus segera disosialisasikan kepada masyarakat.
“Menurut saya, keputusan MK ini harus segera disosialisasikan kepada masyarakat agar tidak ada lagi kebingungan dalam menghadapi tindakan oknum yang mengaku wartawan namun tidak tunduk kepada UU Pers 40 tahun 1999 dan kode etik yang disahkan Dewan Pers yang dilantik presiden,” kata Nursyawal, dosen jurnalistik dan penyiaran Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (Stikom) Bandung, saat dihubungi BandungBergerak.id, yang dikutip Kamis (1/9/2022).
Sebagai ahli pers bersertifikat Dewan Pers, Nursyawal mengatakan keputusan Mahkamah Konstitusi perlu diapresiasi karena tiga hal. Pertama, putusan ini memperkuat posisi Dewan Pers dalam sistem kenegaraan Republik Indonesia, dengan payung hukum Undang Undang Pers. Sementara lembaga sejenis yang namanya sama seperti Dewan Pers Indonesia, adalah tidak sah.
Kedua, kata Nursyawal, Dewan Pers yang dilantik presiden juga sah, termasuk seluruh keputusan dan pendapat-pendapat hukumnya. Ketiga, posisi sebagai lembaga satu-satunya yang berfungsi sebagai penerbit sertifikasi kompetensi wartawan juga dikuatkan.
“Sebab saat ini ada banyak pihak yang menerbitkan sertifikat kompetensi wartawan, bahkan ada di antaranya adalah lembaga pemerintah bernama BNSP,” kata Nursyawal.
Sehingga mulai saat ini, organisasi di luar Dewan Pers serta sertifikat kompetensi wartawan yang dikeluarkan oleh organisasi atau lembaga di luar Dewan Pers sendiri, adalah abal-abal.
“Keberadaan Dewan Pers sebagai satu-satunya organisasi pelaksana Undang Undang Pers berbeda dengan monopoli organisasi wartawan di zaman Orde Baru,” tambah Nursyawal.
Mahkamah Konstitusi Menolak Seluruh Gugatan Uji Materiil UU Per
Keputusan Mahkamah Konstitusi yang mengadili permohonan uji materi atau judicial review tentang Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers berlangsung (Rabu, 31/8/2022) di Jakarta. Dalam keputusannya, MK menolak gugatan uji materiil UU Pers ini.
“Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK, Usman Anwar, yang memimpin sidang. Dengan demikian permohonan uji materiil terhadap UU Pers itu pun gugur.
MK membantah beberapa argumen yang diajukan pemohon. Tudingan, bahwa hanya Dewan Pers yang membuat aturan organisasi pers dimentahkan oleh MK. Menurut MK, Dewan Pers memfasilitasi pembahasan bersama dalam pembentukan peraturan organisasi konstituen pers. Dalam hal ini tidak ada intervensi dari pemerintah maupun Dewan Pers. Fungsi memfasilitasi, dinilai MK sesuai dengan semangat independensi dan kemandirian organisasi pers.
Adanya tuduhan bahwa Pasal 15 ayat 2 UU Pers membuat Dewan Pers memonopoli pembuatan peraturan tentang pers juga dibantah MK. “Tuduhan monopoli pembuatan peraturan oleh Dewan Pers adalah tidak berdasar,” tutur Usman.
Tentang gugatan atas uji kompetensi wartawan (UKW), MK menyatakan, bahwa hal itu merupakan persoalan konkret dan bukan norma (aturan). Masalah ini juga sudah diputuskan pada tahun 2019 dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Soal kemerdekaan pers, MK menyatakan, Pasal 15 ayat 2 huruf (f) dan Pasal 15 ayat 5 UU Pers tidak melanggar kebebasan pers. Bahkan kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat pun tidak dihalangi oleh pasal tersebut.
Baca Juga: AJI Bandung Mengecam Kekerasan terhadap Jurnalis di Kabupaten Sukabumi
Cerita Jurnalis Bandung Saat Mengabadikan 731 Hari Pandemi Covid-19 di Jawa Barat
Geliat Zine dari Masa ke Masa dan Relevansinya Hari Ini
Dewan Pers Bersyukur
Menanggapi keputusan tersebut, Wakil Ketua Dewan Pers, M Agung Dharmajaya, mengaku bersyukur. Ia berpendapat, sembilan hakim MK telah menjalankan tugasnya dengan pikiran jernih dan bersikap adil.
“Itu juga menandakan tidak ada hal yang kontradiktif antara Pasal 15 ayat 2 huruf (f) dan Pasal 15 ayat 5 dalam UU Pers dengan UUD 1945. Justru pasal-pasal dalam UU Pers itu sinkron dengan UUD 1945,” ungkap dia.
Sedangkan anggota Dewan Pers, Ninik Rahayu, mengutarakan secara umum apa yang digugat oleh para pemohon adalah masalah konkret dan bukan norma. Itu sebabnya dia mengimbau agar semua konstituen pers yang merasa tidak puas atas ketentuan yang dibuat oleh organisasi pers hendaknya memberi masukan. Masukan itu akan melengkapi dan memperbaiki ketentuan yang dibuat oleh insan pers tersebut.
“Dengan keputusan MK ini, kami berharap semua pihak bisa mematuhi. Tak hanya terbatas pada insan dan organisasi pers, akan tetapi pemerintah pun perlu mematuhinya,” kata dia.
Uji materiil UU Pers ini dimohonkan oleh Heintje Grinston Mandagie, Hans M Kawengian, dan Soegiarto Santoso. Mereka mengajukan uji materiil UU Pers ke MK pada 12 Agustus 2021. Adapun dari Dewan Pers yang ikut menyaksikan jalannya persidangan adalah M Agung Dharmajaya, Ninik Rahayu, dan Asmono Wikan. Mereka hadir secara daring mendampingi pengacara Dewan Pers, Wina Armada SH.