• Publik
  • Peta Sebaran Kasus Tindak Kekerasan terhadap Pers Mahasiswa di Bandung Raya 2013-2023

Peta Sebaran Kasus Tindak Kekerasan terhadap Pers Mahasiswa di Bandung Raya 2013-2023

Dalam 10 tahun terakhir, tercatat 34 kasus kekerasan dengan 61 tindak represif yang dialami oleh 19 lembaga pers mahasiswa (persma) di Bandung Raya.

Penulis Reza Khoerul Iman1 November 2023


BandungBergerak.id – Pers Mahasiswa telah menjadi bagian penting lingkungan perguruan tinggi. Lembaga ini menjelma media alternatif bagi mahasiswa untuk bersuara kritis terhadap isu yang ada di kampus atau juga di tengah masyarakat. Peran vital ini menjadikan pers mahasiswa sebagai corong pergerakan yang khas lewat produk jurnalistik yang dihasilkan. 

Di kawasan Bandung Raya, meliputi Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, dan sebagian Kabupaten Sumedang, jumlah pers mahasiswa relatif banyak, selaras dengan jumlah perguruan tinggi yang memang menjamur. Forum Komunikasi Pers Mahasiswa Bandung (FKPMB) mencatat sebanyak 38 pers mahasiswa sebagai anggota jejaringnya.

Di sepanjang perjalanan, bukan hal yang mudah menjalankan dan mengelola pers mahasiswa. Mereka menghadapi risiko yang besar dalam menjalankan tugas-tugas kejurnalistikan. Pers mahasiswa terbukti masih rentan mengalami tindak kekerasan atau represif baik oleh pihak di dalam kampus maupun pihak di luar kampus.  

Dalam survei yang dilakukan oleh BandungBergerak.id bersama beberapa pers mahasiswa pada Mei-Juli 2023, diketahui sebanyak 34 kasus kekerasan dengan 61 tindak represif yang menimpa 19 lembaga pers mahasiswa. Bentuknya beragam, mulai dari perintah pencabutan berita hingga ancaman pelaporan pidana. Survei dilakukan lewat penyebaran formulir daring (offline) yang sebagian di antaranya kemudian dilanjutkan dengan proses wawancara luring (offline).

Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Suaka UIN Sunan Gunung Djati menjadi pers mahasiswa dengan kasus tertinggi, yaitu lima kasus. LPM Akasara Telkom University dan LPM Jumpa Universitas Pasundan (Unpas) menyusul dengan masing-masing empat kasus tindak represif.

Dilihat dari jenisnya, tindak kekerasan verbal menjadi yang paling banyak terjadi, sebanyak 15 kasus, disusul dengan ancaman pencabutan berita sebanyak 14 kasus. Di peringkat ketiga, terdapat kasus intimidasi dan teror sebanyak 10 kasus.

Dilihat dari pelaku tindak represif, pihak-pihak di lingkungan kampus, mulai dari pejabat dan staf kampus hingga organisasi mahasiswa lain, ada di urutan pertama. Pejabat kampus menjadi pelaku tindak kekerasan terbanyak dengan sembilan kasus, disusul mahasiswa dan organisasi mahasiswa dengan masing-masing tujuh kasus. Sementara itu, staf kampus tercatat menjadi pelaku enam kasus tindak represif terhadap persma.

Koordinator Divisi Advokasi Ketenagakerjaan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandung Ahmad Fauzan Sazli menyebut bahwa sebenarnya masih ada sejumlah kasus kekerasan lain yang belum tercatat. Meski demikian, ia mengapresiasi upaya pencatatan ini untuk dijadikan bekal pennting dalam langkah mitigasi di masa mendatang. Yang kemudian penting untuk selalu diingatkan adalah kepatuhan terhadap kode etik dalam setiap kerja reportase.

“Mitigasi yang paling utama adalah temen-temen mematuhi kode etik jurnalistik. Jadi temen-temen dapat menghindar dari jerat hukum, ancaman kekerasan, dan sebagainya karena sudah melakukan peliputan sesuai dengan kode etik jurnalistik yang benar,” ungkapnya Jumat, 21 Juli 2023 di Sekretariat AJI Bandung.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung Lasma Natalia menyatakan langkah advokasi dapat menjadi jalan bagi pers mahasiswa untuk melawan balik tindak represif yang mereka terima. Namun, sejauh mana advokasi akan efektif sangat tergantung pada keberanian dan kapasitas korban.

“Balik lagi, kami itu bergerak berdasarkan kebutuhan korban kapasitas korban,” ucap Lasma, Jumat, 21 Juli 2023 di Kantor LBH Bandung.

*Reportase ini merupakan bagian dari kerja kolaboratif BandungBergerak.id dengan enam lembaga pers mahasiswa di Bandung Raya dengan dukungan program Jaring Aman oleh PPMN

Editor: Tri Joko Her Riadi

COMMENTS

//