• Kolom
  • PAYUNG HITAM #30: Brutum Amor Fati

PAYUNG HITAM #30: Brutum Amor Fati

“Kita harus tetap berdiri untuk terus berjuang, tidak ada pembenaran atas nama penggusuran.”

Adhea Rizky Febrian

Warga Dago Elos Bandung

Dari kiri  Oki, Angga, Lia (perwakilan dari warga), Budi (Tim Kuasa) dalam konferensi pers atas menjadi tersangkanya Muller bersaudara. Selasa, 7 Mei 2024. (Foto: Ryamizar Hutasuhut/BandungBergerak.id)

16 Mei 2024


BandungBergerak.id – Indahnya bisa hidup di wilayah kampung kota, tempat yang strategis memudahkan akses ke mana pun, sehari-hari melihat dan melakukan aktivitas yang menyenangkan. Dago Elos tempat di mana kegiatan tersebut hidup.

Riuh pasar di pagi hari. Kesibukan warga di siang hari. Kegiatan olahraga di sore hingga larut malam. Belum lagi berkumpulnya warga di hari-hari momentum atau kegiatan kesenian yang selalu ramai.

Tenang, senang bisa tumbuh di tempat yang warganya mempunyai rasa empati. Bersyukur tidak pernah henti dirasakan.

Bagaimana tidak, aku begitu mempunyai rasa yang mendalam untuk tempat ini.

Dengan keindahan itu, muncullah manusia serakah yang ingin merenggut kebahagiaan itu dengan menggusur. Tahun 2016 muncul teror gugatan dari keluarga Muller (Heri, Dodi, dan Pipin), mereka mengaku sebagai ahli waris tanah seluas 6,9 hektare di wilayah Dago Elos dengan beralaskan Surat Eigendom Verponding.

Demi mempertahankan ruang hidup, banyak upaya yang akhirnya ditempuh oleh warga. Penggalangan donasi untuk banding kasasi, kegiatan festival untuk menjaring solidaritas, membuat aksi protes, hingga membuat kelas belajar hukum.

Kami pernah menang di kasasi, tapi dipersulit saat sertifikasi. BPN tidak pernah melayani kami sekalipun. Dari tahun 80-an warga sudah mengajukan untuk sertifikasi, tapi sampai saat ini mereka masih belum menggubris hal tersebut.

Hingga keluarlah putusan PK yang membuat Muller cs. memenangkan kembali pengadilan tersebut dengan dalih “kekhilafan hakim”.

Di kelas belajar, warga terus menelusuri permainan apa yang harus kami menangkan ini, sampai kami menemukan begitu banyak kejanggalan di dalam bukti-bukti yang dihadirkan Muller Cs. dan PT Dago Inti Graha di pengadilan. Akhirnya warga dan tim Advokasi Dago Melawan memutuskan untuk melaporkan tindakan pidana tersebut kepada aparat kepolisian.

Baca Juga: PAYUNG HITAM #27: Menggugat Demokrasi Kotak Suara
PAYUNG HITAM #28: Menuju Mahkamah Rakyat Luar Biasa, Menggugat Rezim Presiden Jokowi dan Kroni-kroninya
PAYUNG HITAM #29: Babak Baru Dago Elos

Bukankah Kewajiban Polisi Menerima Laporan?

Tanggal 21 September 2022 Polda Jabar menolak laporan pidana tersebut karena kurangnya bukti dan merekomendasikan untuk melapor ke Polrestabes Bandung.

Tanggal 2 Maret 2023 Polrestabes Bandung menolak laporan dan berperilaku kasar kepada warga dan tim advokasi. “Mun zaman baheula geus ku aing gebug,” ucap penyidik bernama Widodo. Kami pun melaporkan tindakan tersebut ke Komnas HAM pada 5 Juni 2023.

Tanggal 14 Agustus 2023 warga kembali melaporkan tindak pidana tersebut ke Polrestabes Bandung. Alhasil yang kita dapatkan adalah penolakan kembali oleh Kasat Reskrim AKBP Agah Sonjaya dengan alasan, “Hanya warga yang bersertifikat yang boleh melapor.”

Kejadian penolakan yang terus-menerus dialami warga memicu amarah yang meledak-ledak. Kami memutuskan meluapkan kekecewaan itu dengan melakukan aksi protes di Terminal Dago. Lalu apa yang kami dapatkan? Pasti jauh dari apa yang kami inginkan.

Pihak Polrestabes Bandung merespons dengan penyerangan penembakan gas air mata yang mereka lakukan ke kerumunan warga, padahal mereka sedang mencoba bernegosiasi bersama warga dan Tim Advokasi untuk menerima laporan tersebut. Lebih dari pada itu gas air mata juga mereka tembakan ke pemukiman warga, menggeledah rumah, melakukan penangkapan secara acak, hingga perilaku kasar.

“Dago Elos yang dirawat oleh warganya diacak-acak, karena menuntut haknya sebagai warga yang harusnya dilayani. Semua warga, tim advokasi, dan teman-teman solidaritas menjadi korban atas perilaku aparat. Pengalaman malam yang mencekam itu akan terus melekat sampai kapan pun.”

Salah satu tulisan anak Dago Elos yang dipajang di Pameran Arsip Dago Elos di Fragment Project, Jalan Ir. H. Djuanda, Bandung,  4 - 5 Mei 2024. (Foto: Fitri Amanda/BandungBergerak.id)
Salah satu tulisan anak Dago Elos yang dipajang di Pameran Arsip Dago Elos di Fragment Project, Jalan Ir. H. Djuanda, Bandung, 4 - 5 Mei 2024. (Foto: Fitri Amanda/BandungBergerak.id)

Serangan Tidak Membuat Kami Takut!

Pasca kejadian itu warga terus merapatkan barisan dan berpegangan lebih erat. “Kita harus tetap berdiri untuk terus berjuang, tidak ada pembenaran atas nama penggusuran.”

Kami pun telah melaporkan tindakan kejam itu kepada Komnas HAM, Kompolnas, dan Div. Propam Mabes Polri pada Oktober 2023.

Tragedi 14 Agustus 2023 di Dago Elos sempat menjadi trending topik, banyak siaran berita nasional yang menyiarkan kabar Dago Elos, sosial media pun dipenuhi dengan gambar dan video penyerangan malam itu. Hingga di esok harinya tanggal 15 Agustus 2023 Polda Jabar mengambil alih laporan pidana warga.

Tapi penerimaan laporan itu masih saja menyebalkan, penyidikan kami berlangsung dari petang hingga larut malam, belum lagi saat pemberian keterangan kami harus membuat video ucapan terima kasih untuk Polda tepat di jam 12 malam bersamaan dengan konferensi pers yang mereka buat. Di situasi tersebut para pelapor tidak pikir panjang. Kami mengiyakan permintaan itu karena setelah hari yang melelahkan kemarin dan energi yang masih belum pulih, di malam itu yang kami inginkan hanya menyelesaikan pelaporan dan bergegas pulang untuk istirahat sejenak lalu bangun kembali untuk mempersiapkan perjuangan kami.  

“Apa harus ada kejadian seperti itu dulu agar laporan warga Dago Elos bisa diterima? Pelaporan sebelumnya kurang meriah ya? Atau di pelaporan sebelumnya tidak ada panggung yang bisa dinaiki?”

Pemulihan warga setelah kejadian 14 Agustus 2023 tidaklah mudah. Kecemasan yang bertambah membuat aktivitas yang dilakukan sehari hari sempat berhenti. Anak-anak sekolah pun terpaksa meliburkan diri karena masih takut untuk meninggalkan ruang hidup mereka.

Hari demi hari dilewati ketakutan warga berubah menjadi bahan bakar untuk energi mereka, bara yang masih menyala tidak membuat mereka terbelenggu dalam ketakutan.

Pelaporan yang sudah berlarut selama berbulan-bulan, Polda Jabar belum juga mengganyang Muller Cs. dan Jo Budi Hartanto (PT. Dago Inti Graha) menjadi tersangka.

Adili Pengadilan Negeri!

Sementara itu Pengadilan Negeri sudah mengeluarkan surat Aanmaning. Warga merespons dengan mendatangi surat panggilan teguran tersebut.

Tanggal 20 Februari warga menghadiri panggilan surat Aanmaning dari Pengadilan Negeri Bandung. Sebelum memasuki ruang pengadilan, warga diminta untuk menuliskan daftar hadir yang sudah disediakan.

Di dalam ruangan tersebut, selain warga Dago Elos terdapat Wakil Ketua Pengadilan, Panitera, Juru Sita, kuasa hukum dari Muller cs. dan Jo Budi Hartanto, juga para media. Saat Wakil Ketua Pengadilan mulai membuka pembicaraan, kami warga yang hadir di absen menggunakan list sesuai nama-nama orang yang digugat oleh Muller Cs. dan Jo Budi Hartanto (PT Dago Inti Graha).

Ketika mulai memanggil nama-nama warga itu muncullah kejanggalan di ruang pengadilan, nama-nama orang dalam gugatan yang sudah meninggal dan diwakilkan oleh walinya dianggap tidak hadir oleh hakim. Lalu mereka memutuskan untuk memberikan Surat Aanmaning kedua di 19 Maret 2024 karena semua tergugat diwajibkan hadir dalam undangan tersebut.

“Sangat terasa kejanggalannya bukan? Di mana manusia yang sudah tidak bernyawa dan orang tua yang sudah tidak bisa  untuk meninggalkan rumah karena sakit pun tidak menjadi pertimbangan mereka. Apakah mereka memutuskan dengan keadaan sadar?”

Disituasi janggal itu ada seseorang yang merasakan kepanikan, terlihat dari tangan dan kakinya yang bergetar saat beberapa nama tergugat disebutkan dengan alamat yang sama. Nama yang tidak pernah ada dalam list warga Dago Elos, alamat yang tidak sesuai dengan nama yang tertera, ditambah juga dengan riuhnya warga saat mulai merasakan kejanggalan terjadi. Ya dia adalah Alfin kuasa hukum dari Muller Cs. dan Jo Budi Hartanto (PT Dago Inti Graha)

 “GAS AIR MATA DAN SENJATA PERNAH KAMI HADANG MESKIPUN KELAK PELURU MENERJANG DEMI KEADILAN KAMI TIDAK AKAN HENGKANG,” kata-kata penyemangat yang kami pamerkan melalui spanduk yang terpasang di pintu masuk Terminal Dago. Itu bukan sekedar kata tapi aksi nyata.

*Tulisan kolom PAYUNG HITAM merupakan bagian dari kolaborasi antara BandungBergerak.id dan Aksi Kamisan Bandung

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//