• Liputan Khusus
  • Malu-malu Membawa Isu Kelompok Minoritas Rentan dalam Pilgub Jabar 2024

Malu-malu Membawa Isu Kelompok Minoritas Rentan dalam Pilgub Jabar 2024

Partai politik mulai menyinggung persiapan pilkada serentak Jawa Barat. Belum ada yang berani mengangkat isu spesifik terkait kelompok minoritas rentan.

Seorang pelajar melintas di Pecinan, Bandung, 28 Januari 2022. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Ahmad Fikri15 Mei 2024


BandungBergerak.id - Media sosial sejumlah partai politik di Jawa Barat dalam sebulan terakhir ini mulai memunculkan isu pemilihan kepala daerah. Di antaranya ada yang mulai menayangkan unggahan perekrutan bakal calon kepala daerah, hingga menyelipkan tagar yang menunjukkan nama tokoh yang digadang-gadang menjadi calon kepala daerah. Semua sedang memasang ancang-ancang.

Instagram DPD PDI Perjuangan Jawa Barat @dpdpdiperjuanganjabar misalnya dalam unggahannya tanggal 27 April 2024 menampilkan tangkapan layar situs partai tersebut yang mengumumkan dimulainya konsolidasi partai menghadapi pilkada serentak 27 November 2024 nanti. Mengutip unggahan tersebut, partai dengan lambang moncong putih itu mengumumkan sudah menerima pendaftaran 140 bakal calon kepala daerah di Jawa Barat.

Isu terkait pilkada juga mulai mewarnai unggahan media sosial DPW PKS Jawa Barat @pksjabar. Pada unggahannya tanggal 18 April 2024 misalnya, @pksjabar menayangkan video pendek hasil tangkapan layar dari kumpulan jawaban dari pertanyaan, "Buat Pilkada, PKS bagusnya Koalisi sama siapa menurut teman-teman?" Sebelumnya di kanal Youtube partai tersebut, PKSTV Jabar juga menayangkan video pendek tanggal 7 April 2024 dengan judul "PKS bersiap Jelang Pilkada Serentak".

Media sosial Partai Nasdem Jawa Barat di Instagram @nasdem.jabar mengumumkan dimulainya perekrutan bakal calon kepala daerah lewat partai tersebut. Dalam unggahannya pada 1 Mei 2024, Instagram @nasdem.jabar menayangkan unggahan berisi pengumuman perekrutan terbuka calon kepala daerah yang dibuka di seluruh kantor Partai Nasdem di Indonesia.

Unggahan soal isu pilkada juga muncul media sosial DPD Partai Golkar Jawa Barat di Instagram @golkar.jabar. Yang berbeda, unggahan di media sosial partai tersebut pada 6 Mei 2024 menayangkan video pendek kunjungan Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Barat Ono Surono ke kantor DPW Partai Golkar Jawa Barat di Bandung. Pembicaraan dalam kunjungan itu salah satunya terkait agenda 28 pilkada serentak di Jawa Barat.

Sementara Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jawa Barat satu-satunya yang lugas menyebutkan nama Syaiful Huda, Ketua DPW PKB Jawa Barat sebagai calon gubernur. Media sosial PKB Instagram @dpwpkbjabar menayangkan unggahan berisi ucapan selamat ulang tahun pada Syaiful Huda dengan dibubuhi narasi "calon gubernur". Sinyal tersebut sudah terlihat dalam unggahan-unggahan Instagram @dpwpkbjabar mulai 3 April 2024 dengan sematan #syaifulhudagubernur atau #syaifulhudagubernurjabar2024.

Yang senada, isu yang dibawakan semua partai politik terkait pilkada masih berkisar pada pencalonan kepala daerah. Sebagian besar petinggi partai politik di Jawa Barat membenarkan.

Ketua DPW PKS Jawa Barat Haru Suandharu mengatakan, partainya saat ini baru merampungkan penjaringan bakal calon gubernur Jawa Barat. Sementara ada lima nama dari internal partainya yang diusulkan yakni dirinya, Anggota DPR RI Netty Prasetiyani Heryawan, Anggota DPRD Jawa Barat Achmad Ru'yat, serta Mohammad Idris yang baru saja menyelesaikan jabatannya sebagai wali kota Depok. Proses penjaringan tersebut dilanjutkan pada penyaringan bakal calon yang penentunya dilakukan oleh pengurus pusat, DPP PKS. Itu pun belum selesai.

“Kita sudah penjaringan, sekarang tinggal penyaringan, diserahkan ke DPP. Nanti DPP buat rekomendasi. Setelah rekomendasi harus koalisi,” kata dia, saat ditemui di sela Rapat Paripurna DPRD Jawa Barat di Kantor DPRD Jawa Barat di Bandung, 30 April 2024.

Haru mengatakan, syarat pengajuan calon gubernur sedikitnya mengantungi 20 persen kursi di DPRD Jawa Barat. Kursi yang dipergunakan adalah hasil perolehan pemilihan legislatif 2024 yang baru saja rampung. Hitungan sementara, perolehan kursi partainya di DPRD Jawa Barat turun dua kursi, yakni hanya memperoleh 19 kursi. Perolehan suara tersebut tidak memungkinkan bagi PKS untuk mengusung calon gubernur sendirian. “Kita harus ngobrol dengan semua partai di Jawa Barat,” kata dia.

Haru mengatakan, urusan “ngobrol” tersebut tidak mudah. Pengurus di Jawa Barat misalnya, hanya sebatas menjajaki pertemuan dengan perwakilan partai yang ada di Jawa Barat. Sementara keputusan final ada di pengurus pusat. “Saya sudah ngobrol dengan beberapa teman partai, mereka juga sama sedang berproses di internal,” kata dia.

Imbas pemilihan presiden dan pemilihan legislatif yang baru saja rampung juga menjadi hitungan untuk menjajaki koalisi. PKS misalnya menjadi motor kubu pasangan calon presiden nomor urut 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.

Namun, Haru mengaku, gesekan yang terjadi karena berbeda koalisi dalam pemilihan presiden misalnya dirasanya tidak berpengaruh dalam komunikasi politik yang dijalaninya dengan partai politik lainnya di Jawa Barat. “Kita belum melihat ada pengkubuan dari pilpres, nggak. Bahkan pilpres dengan pileg kemarin gak nyambung,” kata dia.

Haru mencontohkan, kemenangan pasangan nomor urut 2 tidak berbanding lurus dengan perolehan suara partai di DPRD Jawa Barat. Perolehan suara Partai Gerindra misalnya, partainya presiden terpilih Prabowo Subianto, turun dua kursi, PDIP yang mengusung calon presiden Ganjar Pranowo juga turun 3 kursi. “Semua peserta koalisi, bahkan leadernya pada turun semua. Ada yang naik. Golkar naik 3 kursi, Nasdem 4 kursi, PKB 3 kursi,” kata dia.

Haru mengaku masih terlalu dini untuk memperkirakan koalisi, hingga jumlah pasangan calon yang akan berlaga di pemilihan gubernur Jawa Barat. “Masih cair pisan. Jadi masih agak sulit memprediksi,” kata dia.

Senada, Sekretaris DPD Partai Gerindra Jawa Barat, Abdul Harris Bobihoe mengatakan, soal keputusan akhir koalisi dan calon gubernur ada di tangan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Namun, ada sejumlah nama yang sudah di usulkan dari DPD Partai Gerindra Jawa Barat.

“Pilkada itu kewenangan penuh Pak Prabowo sebagai ketua umum partai, ketua dewan pembina. Soal nama-nama, memang beberapa sudah kita usulkan,” kata dia ditemui di sela Rapat Paripurna DPRD Jawa Barat di Kantor DPRD Jawa Barat di Bandung, 30 April 2024.

Abdul Haris menyebutkan ada tiga nama yang diusulkan daerah. Yakni Ketua DPRD Jawa Barat Taufik Hidayat, Wakil Ketua Umum Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Mochamad Iriawan alias Iwan Bule, serta mantan bupati Purwakarta yang kini menjadi Wakil Ketua Umum Dewan Pembina Partai Gerindra Dedi Mulyadi. “Tiga nama itu yang kita masukkan, sedang di godok di pusat,” kata dia.

Abdul Haris mengatakan, partainya saat ini harus berkoalisi untuk mengikuti kontestasi pemilihan gubernur. Kursi partainya di DPRD Jawa Barat turun. Partai Gerindra Jawa Barat pada pemilihan legislatif 2024 hanya berhasil merebut 20 kursi, turun dari pemilu sebelumnya dengan raihan 25 kursi. Pertemuan untuk membahas koalisi juga sedang dijajaki.

“Kita koalisi dengan yang seperti kemarin di Pilpres, tapi tidak menutup kemungkinan ada beberapa partai yang mau bergabung, kita akan jajaki untuk gabung,” kata dia.

Abdul Haris mengaku, gesekan dalam pemilihan presiden 2024 tidak berimbas dalam pembicaraan penjajakan koalisi. “Tidak ada gejolak yang luar biasa. Bahkan rencananya kami akan bertemu dengan pimpinan PDI Perjuangan Jawa Barat. Saya kira kita bicara secara baik, Jawa Barat harus tetap menjadi contoh yang baik,” kata dia.

Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Barat Ono Surono juga punya pandangan yang mirip-mirip dengan petinggi PKS Jawa Barat. Mekanisme internal partainya juga hanya bisa mengusulkan nama-nama kader partainya untuk dipertimbangkan pengurus pusat yang pada akhirnya akan ditetapkan oleh Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.

“Kita melakukan konsultasi dengan DPP partai. Dari radar yang sudah ditebar, ada beberapa figur,” kata dia di sekretariat DPD PDI Perjuangan di Bandung, 1 Mei 2024.

Ono menyebutkan sejumlah nama dari internal partainya yang digadang-gadang menjadi bakal calon gubernur Jawa Barat dari PDI Perjuangan. Ono termasuk salah satu di antaranya. Lainnya adalah Anggota DPR RI TB Hasanuddin, Wakil Ketua DPRD Jawa Barat Ineu Purwadewi Sundari, serta mantan bupati Pangandaran sekaligus Ketua DPC PDI Perjuangan Kabupaten Pangandaran Jeje Wiradinata.

“Mekanisme dan kebiasaan di PDI Perjuangan, pasti akan ada arahan-arahan dari DPP partai. Tapi mudah-mudahan mulai bulan Mei ini sudah dilakukan sosialisasi ke masyarakat figur-figur yang akan mencalonkan sebagai gubernur Jawa Barat,” kata Ono.

Soal koalisi, Ono mengaku partainya mulai menjajaki partai politik lainnya. “Kita pun melakukan komunikasi dengan partai. Semalam dengan Gerindra, kemungkinan kita juga akan komunikasi dengan PKS, PKB, dengan Golkar, dengan PPP. Dengan semua partai untuk menjajaki koalisi menghadapi pemilihan gubernur Jawa Barat,” kata dia.

Sama seperti partai lainnya, Ono mengaku, gesekan yang terjadi pada pemilihan presiden tidak berimbas pada proses komunikasi politik yang dibangun untuk mencapai koalisi. Wacana koalisi permanen yang diserukan partai koalisi pendukung calon presiden nomor urut 02 dinilainya sulit diteruskan hingga level daerah dalam pemilihan kepala daerah.

“Dan sejarah pun yang kita alami, koalisi di tingkat pusat tidak selalu linear sampai ke bawah. Jadi bergantung kebutuhan di bawah seperti apa. Itu pun kita rasakan di Jawa Barat. Masih bisa kok diskusi lama, ngobrol lama dengan Gerindra, Golkar, PKS, dengan yang lainnya. Jadi kondisi ini masih cair,” kata Ono.

Pada Agustus 2024 nanti, sebulan menjelang pelaksanaan pilkada serentak suasananya bisa saja berubah. Namun pantauan aktivitas partai-partai politik yang ditelusuri dari unggahan media sosial masing-masing sebagian besar baru menayangkan aktivitas internal partai masing-masing. Satu dua mulai menyinggung pilkada. Isu yang di angkat partai pun masih relatif umum. Belum ada yang secara spesifik mengangkat isu tertentu, apalagi yang spesifik seperti isu kelompok minoritas atau kelompok rentan.

Baca Juga: Menukas Politik Identitas, Kritik pada Partai Politik dan Pemuka Agama
Partai-partai Baru Berhaluan Kanan Berebut Calon Pemilih di Bandung Raya
DPRD Kota Bandung Tinjau Raperda Penghapusan Bantuan Dana untuk Partai Politik

Mahasiswa menggelar aksi unjuk rasa dengan tema Amanah Konstitusi & Reformasi Dibajak Jokowi di depan Gedung Sate Bandung, 7 Februari 2024.(Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)
Mahasiswa menggelar aksi unjuk rasa dengan tema Amanah Konstitusi & Reformasi Dibajak Jokowi di depan Gedung Sate Bandung, 7 Februari 2024.(Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Kelompok Minoritas dan Pilkada

Kajian yang dilakukan Muhammad Imaduddin Nasution dalam Demokrasi dan Politik Minoritas Indonesia (Jurnal Politicia, 2013) menjadi salah satu referensi yang menyoroti isu-isu kelompok minoritas dalam pemilu. Ia menyoroti sulitnya kelompok minoritas untuk berpartisipasi aktif dalam pemilu. Partisipasi politik kelompok minoritas akan sulit terwujud jika tidak ada dukungan dari pemerintah, partai politik, serta kelompok mayoritas. Mirisnya, malah sering terlupakan.

Jawa Barat sendiri menyimpan banyak persoalan terkait isu kelompok minoritas dan kelompok rentan. Etnis Cina, penyandang disabilitas, penganut agama Nasrani, Hindu, Budha, Ahmadiyah, Syiah, hingga penghayat, serta kelompok adat dengan masing-masing keyakinannya memiliki persoalannya masing-masing yang umumnya berhadapan dengan masalah diskriminasi.

Laporan Kondisi Kebebasan Beragama/Berkeyakinan (KBB) yang dikeluarkan oleh Setara Institute menjadi ilustrasinya. Laporan Setara Institute dalam setiap tahun konsisten menempatkan Jawa Barat dalam sorotan masalah pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan (KBB). Laporan Setara Institute sejak tahun 2008 hingga 2021 menempatkan Jawa Barat sebagai provinsi dengan kasus pelanggaran KBB terbanyak. Kendati pada tahun 2022, peringkatnya turun di posisi dua digeser Jawa Timur.

Presidium Jaringan Kerja Antar Umat Beragama (JAKATARUB), Risdo Simangunsong membenarkan situasi tersebut. “Selama ini Jawa Barat sebenarnya punya beberapa isu terkait hak-hak kelompok minoritas. Utamanya seperti pendirian rumah ibadah, pencatatan kependudukan di teman-teman penghayat, kegiatan keagamaan untuk teman-teman Kristiani, dan kelompok teman-teman Ahmadyah dan Syiah. Isu-isu yang boleh dibilang menahun di Jawa Barat,” kata dia, lewat sambutan telepon, 6 Mei 2024.

Risdo mengatakan, permasalahan terkait kelompok minoritas keberagamaan yang disebutkannya nyaris tidak akan disentuh para peserta kontestasi pemilihan kepala daerah yang mengincar kemenangan dengan mendapatkan suara pemilih sebanyak-banyaknya.

“Kebanyakan para calon pasti akan memulai dengan janji-janji yang sifatnya umum seperti kesejahteraan dan segala macam. Tidak jarang di beberapa aspek malah memberi ruang terjadinya intoleransi atau tindakan diskriminasi karena pasti ada juga yang membawa janji untuk agama mayoritas dapat prioritas tersendiri, itu jadi tantangan,” kata dia.

Risdo mengatakan, tak jarang para calon kepala daerah yang berlaga di Jawa Barat malah sengaja memunculkan politik identitas. “Jawa Barat secara umum akan bermain di ranah ini. Kalau melihat pola selama ini ada satu dua yang memainkan politik identitas, tapi tidak ada yang spesifik memang memberikan kesempatan atau afirmasi pada kelompok-kelompok rentan dalam konteks keberagamaan,” kata dia.

Ia menilai, yang menjadi sebab memang isu-isu terkait kelompok minoritas memang isu yang sensitif. Para calon kepala daerah umumnya tidak menginginkan dirinya diasosiasikan dengan kelompok-kelompok minoritas. Sebaliknya para calon kepala daerah umumnya mengambil strategi untuk mencari simpati dari kelompok-kelompok mayoritas.

“Untuk gate the vote memang besar sekali pengaruhnya. Di beberapa daerah, setelah satu periode kepala daerah yang tidak terlalu berprestasi biasanya menggunakan isu agama untuk menaikkan popularitasnya, entah itu dengan isu yang sifatnya favoritism kayak bantuan untuk kelompok keagamaan yang mayoritas,” kata Risdo.

Soal bantuan sosial memang menjadi persoalan tersendiri dalam pilkada. Hemi Lavour Febrinandez, Peneliti Bidang Hukum dari The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII) dalam penelitiannya “Korupsi Politik Bantuan Sosial pada Pilkada Serentak 2020” menyoroti ini. Ia mewanti-wanti agar DPR dan pemerintah menyusun regulasi yang konkret dalam mengatur penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh petahana dengan memanfaatkan dana bantuan sosial (bansos) yang berpotensi untuk disalahgunakan demi kepentingan pribadinya. Misalnya, dengan memanfaatkan bantuan sosial dari pemerintah untuk membangun citra politiknya. Ironisnya hal ini sulit terbukti.

Penelitian TII tersebut mencatat pada pilkada serentak 2020 sedikitnya calon petahana dari enam daerah di Indonesia diduga menjadi tempat terjadinya praktik politik dalam bentuk bansos. Namun hasil pemeriksaan penyelenggara pilkada masing-masing, tidak ada satu pun yang terbukti.

Di pemilihan gubernur Jawa Barat 2013, kasus yang hampir mirip juga terjadi. Kuasa hukum pasangan calon gubernur Rieke Dyah Pitaloka -Teten Masduki saat itu menggugat hasil pemungutan suara yang memenangkan petahana Ahmad Heryawan (Aher) yang berpasangan dengan artis Deddy Mizwar di Mahkamah Konstitusi. Salah satu materi gugatannya adalah tuduhan penggunaan bantuan sosial pemerintah provinsi Jawa Barat untuk kemenangan Aher-Deddy. Kelompok dan tokoh agama menjadi salah satu sasaran janji bansos tersebut (detik.com).

Hal yang sebaliknya pun ironis. Keberhasilan yang dilakukan petahana yang menyangkut kelompok minoritas malah cenderung disembunyikan. Jika diumbar, umumnya dalam ruang tertutup dalam kelompok yang terbatas.

“Isu itu kalau untuk favoritism pada mayoritas biasanya akan dinaikkan, tapi kalau afirmasi pada kelompok-kelompok minoritas itu biasanya disampaikan di ruang tertutup sehingga tidak ingin diasosiasikan dengan kelompok tertentu atau mendukung kelompok minoritas,” kata Risdo.

Salah satu pemberitaan yang mengemuka misalnya pada Ridwan Kamil, saat masih menjabat wali kota Bandung dan hendak berlaga di pemilihan gubernur Jawa Barat. Pikiran-rakyat.com pada 24 April 2017 memberitakan pernyataan bantahan Ridwan Kamil yang disebut-sebut memberikan izin 300 rumah ibadah di Kota Bandung yang kala itu viral di media sosial.

Risdo menilai pada pemilihan gubernur 2024 nanti situasinya akan sama saja. “Karena kita masih melihat gejolak-gejolak di dalamnya. Tapi satu yang saya yakin masih terasa adalah afirmasi pada kelompok rentan biasanya tidak akan ditonjolkan karena itu berisiko ketakutannya adalah pro pada kelompok itu,” kata dia.

Risdo pesimis ada calon gubernur yang akan berani menyampaikan secara terbuka keberpihakan pada kelompok minoritas keberagamaan yang selama ini terpinggirkan di Jawa Barat. “Saya yakin tidak ada tokoh yang sespesifik itu, dia berani berkata bahwa dia mengafirmasi kelompok agama rentan di Jawa Barat,” kata dia.

Yang diharapkan kelompok-kelompok rentan selama ini ada pada pemenuhan hak-haknya sebagai warga negara yang selama ini tertunda.

“Mewakili beberapa teman-teman, sebenarnya kita lebih berharap ada kebijakan yang signifikan. Sebenarnya tidak harus lewat hal yang frontal, tidak masalah, tapi yang penting kebijakan itu untuk mengafirmasi hak-hak yang selama ini tertunda baik dari semua kelompok-kelompok rentan. Soal pendirian rumah ibadah, hak pendidikan keagamaan, hak secara administrasi sipil, hak melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan,” kata Risdo.

Namun, Risdo masih mencoba optimis. Ia menilai situasi saat ini relatif lebih baik untuk kelompok minoritas keberagamaan di Jawa Barat. Situasi pemilihan presiden dan pemilu legislatif yang baru saja rampung misalnya tidak memperlihatkan kemunculan isu politik identitas.

“Di satu sisi patut disyukuri karena tidak mencuat secara menonjol dibandingkan 2014 atau 2019 yang begitu masif, itu sangat berbeda,” kata dia.

Risdo berharap pemilihan gubernur Jawa Barat 2024 dan pilkada serentak yang menyertainya tidak membawakan politik identitas yang pada ujungnya akan menyasar kelompok minoritas dan kelompok rentan. Kendati, idealnya pemilu menjadi momentum untuk menggali keberpihakan calon kepala daerah pada isu-isu kelompok minoritas dan kelompok rentan, namun ia pesimis.

“Okelah kalau dalam konteks kelompok rentan keagamaan dan kelompok rentan gender seksualitas mungkin orang sensitif, tapi even untuk hal yang baik sekalipun seperti isu perempuan dan disabilitas yang tidak terlalu banyak kontroversinya tidak ada hal yang nyata yang dilakukan,” kata Risdo.

Direktur Bandung Independent Living Center (Bilic) Zulhamka Julianto Kadir mengatakan, untuk isu yang terkait persoalan kelompok rentan disabilitas juga nasibnya setali tiga uang dalam perhelatan pilkada. Persoalan yang terus berulang adalah pemahaman para calon terhadap persoalan disabilias yang masih ada saja yang salah kaprah memandangnya sebagai pemberian hak yang khusus.

“Padahal disabilitas itu adalah bagian dari keberagaman, sama seperti manusia lainnya,” kata dia saat dihubungi lewat sambungan telepon, 6 Mei 2024.

Zulhamka mengatakan, isu disabilitas kerap dilihat hanya dari satu sisi saja. Padahal isu disabilitas itu adalah isu yang bisa masuk ke semua sektor. Kelompoknya juga sering dipandang sebelah mata karena dari segi jumlah bukan sasaran yang menarik bagi calon kepala daerah yang mengincar suara terbanyak. Padahal, tidak demikian. “Semua orang berpotensi menjadi disabilitas,” kata dia.

Zulhamka mencontohkan pada pembangunan infrastruktur bangunan. Idealnya bangunan tersebut mengadopsi universal design, desain yang menyematkan ekosistem dan lingkungan yang memberikan kemudahan bagi semua kelompok masyarakat, termasuk kelompok disabilitas.

“Ketika kita memikirkan kelompok disabilitas, kita juga secara tidak langsung memberikan kemudahan pada lansia, anak, perempuan, ibu hamil, dan lain sebagainya,” kata dia.

Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) memang telah menerbitkan aturan mengenai Universal Desain dalam Peraturan Menteri PUPR nomor 14 tahun 2017 yang memuat prinsip Desain Universal dalam persyaratan kemudahan dalam bangunan gedung. Lingkar Sosial Indonesia dalam situsnya misalnya menyebutkan prinsip Desain Universal tersebut sebagai persyaratan kemudahan bangunan gedung dengan desain yang mempertimbangkan kebutuhan dan kemampuan penyandang disabilitas, anak-anak, lanjut usia, dan ibu hamil.

“Secara konsep disabilitas itu orang yang memiliki hambatan atau kekurangan pada anggota tubuhnya,” kata Zulhamka.

Kelompok disabilitas tidak sebatas hanya fisik saja. Bilic misalnya mengkategorikan disabilitas ini dalam kategori disabilitas fisik, intelektual, mental, sensorik, serta ganda. Tidak semua disabilitas ini ada sejak lahir.

Zulhamka mencontohkan dirinya yang saat ini harus menggunakan alat bantu kursi roda dan asisten personal karena tubuhnya mengalami penurunan fungsi akibat penyakit Spinal Muscular Atrophy yang menyebabkan kekuatan ototnya menurun drastis. “Anggota tubuh saya lengkap, tapi otot tubuh saya lemah,” kata dia.

Zulhamka mengatakan, yang diperjuangkan oleh kelompok disabilitas itu adalah perbaikan pada sarana lingkungan atau ekosistem yang ada. “Ketika lingkungan sudah ramah, sudah mendukung disabilitas, maka disabilitas itu hanya bagian dari keberagaman,” kata dia.

Dalam konteks pemilihan kepala daerah, yang diinginkan kelompok disabilitas adalah komitmen masing-masing calon untuk menjalankan regulasi yang sudah ada. Regulasi yang menjadi payung hukum untuk mendukung kelompok disabilitas sudah lengkap. Regulasi yang ada sudah mencakup pemenuhan hak-hak kelompok disabilitas.

“Sudah ada Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 itu yang jadi pegangannya. Tinggal dijalani,” kata Zulhamka. “Implementasikan dengan nyata, melibatkan penyandang disabilitas.”

Zulhamka mengatakan, situasi saat ini relatif sudah lebih baik. Yang dibutuhkan tinggal konsistensi dan komitmen untuk memberikan hak-hak kelompok disabilitas yang pada ujungnya juga bisa dinikmati semua kalangan.

“Empati sudah ada, care sudah ada, awareness sudah ada walaupun belum semua, tapi action yang benar-benar nyata yang belum. Action yang kita butuhkan,” kata dia.

Suasana kampanye politik Pilpres 2024 di Bandung, 9 Februari 2024. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)
Suasana kampanye politik Pilpres 2024 di Bandung, 9 Februari 2024. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Lalu Bagaimana Komitmen Partai Politik sebagai Pengusung Calon Gubernur?

Isu kelompok minoritas dan kelompok rentan dipandang sebagai isu yang sensitif. Tidak banyak yang berani terbuka membahas isu tersebut. Lalu bagaimana tanggapan partai politik sebagai ujung tombak pengusung pencalonan kepala daerah pada isu kelompok minoritas dan kelompok rentan?

Ketua DPW PKS Jawa Barat Haru Suandharu, politisi yang digadang-gadang untuk menjadi calon gubernur Jawa Barat, misalnya memandang bahwa kelompok masyarakat jangan dipandang dalam dikotomi mayoritas dan minoritas.

“Yang minoritas jangan jadi tirani mayoritas, yang mayoritas juga jangan jadi tirani minoritas. Berhentilah mengeksploitasi sesama kita, dijadikan pencitraan, jangan. Yang perlu dibantu, dibantu. Proporsional saja,” kata dia.

Haru mengatakan, partainya terbuka pada semua kelompok masyarakat, termasuk kelompok minoritas. “Kita sudah biasa, mereka kalau ada masalah ngobrol saja. Yang bisa kita bantu, kita bantu perjuangkan bersama. Yang kalau mungkin dalam pandangan pemerintah atau dewan yang belum bisa dikerjakan atau belum kewenangan kita tetap kita sampaikan juga ke teman-teman di pusat. Menurut saya, sejauh ini gak ada yang ditelantarkan, kita berusaha,” kata dia.

Haru mengatakan, terkait isu kelompok minoritas dan rentan yang terbaik adalah penyelesaiannya. “Saya penginnya gak jadi isu, penginnya selesai. Semua kita akomodasi, semua mendapat haknya. Jadi janganlah dijadikan isu dan gak selesai, kasihan. Cuma di-obrolin doang, tapi gak dapat apa-apa, jangan. Mending gak di-obrolin tapi dia dapat, harapan saya begitu,” kata dia.

Sementara, Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Barat Ono Surono mengklaim partainya tidak alergi dengan keberagaman. “Kita bergerak melalui instrumen partai yang duduk di eksekutif, di legislatif, kita mengusahakan bagaimana hak setiap warga negara itu bisa dipastikan benar-benar dirasakan oleh masyarakat,” kata dia.

Ono yang juga salah satu politisi PDIP yang namanya masuk dalam bursa bakal calon gubernur Jawa Barat mencontohkan, kader partainya kerap ditugasi untuk membantu memfasilitasi persoalan terkait rumah ibadah.

“Karena kabupaten/kota tidak ada gereja di situ, mereka ibadah di rumah, di ruko, mereka mendapatkan gangguan. Sering kali kita menugaskan kader untuk memfasilitasi, untuk melakukan musyawarah di masyarakat,” kata dia.

Menanggapi isu intoleransi yang menjadi persoalan laten di Jawa Barat, Ono memandangnya persoalan ada pada komunikasi yang macet. Sebagian persoalan diakuinya juga berawal dari pemerintah yang memang gagap dalam upaya mendekati masyarakat.

“Dalam hal ini tidak terjalin komunikasi. Banyak masyarakat yang bicara secara ideologi agama misalnya, tapi ternyata juga mereka belum kafah. Banyak misalnya infiltrasi terkait ajaran-ajaran yang pada akhirnya membuat permusuhan. Ini tidak terlepas dari peran pemerintah bagaimana bisa merekatkan itu di setiap level masyarakat dengan pendekatan-pendekatan yang mungkin tidak perlu formal juga,” kata Ono.

Ono mengatakan, persoalan keberagamaan dalam keyakinan membutuhkan forum yang difasilitasi pemerintah yang menjamin semua kelompok bisa bicara.

“Pada akhirnya kita tergopoh-gopoh dan selalu panik setelah ada masalah tadi. Setelah disegel, didemo, malah terjadi kekerasan di sana baru kita turun tanpa kita mengerti dasar akar masalahnya dulu. Sehingga paling tidak ke depan instrumen pemerintah itu harus bisa melakukan mitigasi potensi itu sampai ke tingkat desa. Harus bisa membuka diskusi-diskusi para tokoh yang mungkin berbeda pemahaman untuk saling menjaga toleransi,” kata dia.

Ono mengatakan, yang diperlukan adalah politik yang merangkul, yang mau mendengarkan. Ia menjanjikan partainya akan selalu membuka diri pada persoalan-persoalan menyangkut kelompok minoritas dan kelompok rentan.

“Paling tidak, harus kita ketahui dulu masalahnya apa, problem mereka seperti apa,” kata dia.

*Liputan ini mendapatkan dukungan hibah dari Program Fellowship AJI Indonesia

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//