Berdasarkan Pengalaman Warga, PPDB selalu Dibayang-bayangi Pungli
Pengalaman PPDB dialami Dini (32 tahun), warga Cileunyi, Kabupaten Bandung. Sepupunya Dini mendaftar PPDB via “jalur belakang”.
Penulis Iman Herdiana16 Mei 2024
BandungBergerak.id - Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) selalu dibayang-bayangi persoalan lama yang terus berulang, seperti tidak meratanya jumlah sekolah hingga pungutan liar (suap) kepada orang tua murid sebagai syarat masuk diterima sekolah negeri. Begitu juga PPDB 2024 ini, walaupun pemerintah daerah telah mewanti-wanti tidak akan mentolelir suap.
Pengalaman PPDB atau pendaftaran sekolah dialami Dini (32 tahun), bukan nama sebenarnya, warga Cileunyi, Kabupaten Bandung. Sepupu Dini mendaftar PPDB tiga tahun lalu di sebuah SMK negeri di Kota Bandung. Waktu itu sistem PPDB masih sistem klaster belum sistem zonasi. Namun pungli masih ada, sang sepupu terpaksa masuk lewat pintu belakang.
“Ga bisa masuk (PPDB). Cari-cari info, dapat dari ormas, transaksinya lima jutaan (rupiah),” cerita Dini, saat dihubungi BandungBergerak, Kamis, 16 Mei 2024.
Menurutnya, ormas tersebut sudah biasa memasuk-masukan anak sekolah melalui jalur belakang. Namun mereka pun melakukan semacam seleksi pada setiap calon murid. “Jadi harus yang kenal dulu baru bisa didaftarkan,” katanya.
Pengalaman lain juga dialami keponakan Dini. Ceritanya terjadi tahun 2008. Paman Dini mendaftarkan anaknya ke SMP negeri. Waktu itu sang paman membutuhkan dana sekitar dua juta rupiah untuk dibayar ke orang dalam sekolah.
“Yang SMP ini saya juga ingatnya ketika paman saya ke rumah buru-buru, mau minjam uang buat ke sekolah,” kata Dini.
Diketahui, di masa sisten klaster PPDB mensyaratkan nilai Ujian Nasional (UN). Keponakan Dini tidak bisa lolos daftar reguler karena nilai UN-nya tidak memenuhuin persyaratan.
“Karena nilai UN-nya kurang, pake jalur seperti itu (jalur belakang) juga, kurang lebih skemanya sama. Menyetor ke seseorang yang punya "channel",” certita Dini.
Salah satu kasus mencolok terkait pungli PPDB terjadi pada 2022 di SMKN 5 Kota Bandung. Kasus ini pertama kali terungkap tim Saber Pungli Jawa Barat lewat operasi tangkap tangan (OTT) berupa permintaan uang sumbangan dan uang pramuka oleh pihak sekolah terhadap orang tua peserta PPDB.
Padahal kasus pungli PPDB ini sudah berulang kali diperingatkan oleh pemerintah daerah setiap tahunnya. Tahun ini pun Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat membuka tahapan PPDB 2024 dengan penandatanganan komitmen bersama oleh Penjabat Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin, Ketua Komisi V DPRD Jabar, Pangdam III Siliwangi, Kapolda Jabar, dan Kajati Jabar, di Aula Barat Gedung Sate, Kota Bandung, Rabu, 8 Mei 2024.
Bey Machmudin menjamin, PPDB 2024 untuk jenjang SMA, SMK, SLB di Jabar besifat terbuka, tidak ada titipan, adil, dan tegas. Persiapannya pun sudah dilakukan sejak lama dengan terus berkonsultasi dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek).
"Tidak ada “titip titipan”, semua harus transparan dan masyarakat puas dengan proses ini. Kalau ada yang tidak diterima harus jelas mengapa tidak diterima. Jadi mesti adil, jangan ada pilih kasih dan semua aturan dan penerapannya jelas di lapangan," tegas Bey.
Untuk mencegah adanya pungutan liar, pihaknya menggandeng Saber Pungli (sapu bersih pungutan liar). Bey akan menindak tegas siapapun yang terlibat pungli. Ia pun meminta masyarakat untuk tidak memercayai pihak manapun yang menawarkan bisa meloloskan dalam PPDB.
"Aturan dan tata caranya masih sama dengan tahun lalu, tapi saya minta tahun ini lebih jelas dan tegas menegakkan aturan. Kalau ada pemalsuan atau pungli akan ditindak tegas. Kami dengan tim Saber Pungli bersikap tegas," ujarnya.
Baca Juga: PPDB 2021 Jawa Barat Tuai Keluhan Warga
Siswa Berprestasi di Bandung Terancam tak Bisa Masuk SMA Negeri karena Terganjal Jarak pada Sistem PPDB Jabar
PPDB Kota Bandung: Ini Persyaratan, Jadwal, dan Tahapan Lengkapnya
Korupsi Pendidikan
Kasus pungli PPDB selalu berulang. Menurut Indonesia Corruption Watch (ICW) tahun 2016-2021 terdapat 76 dari 242 kasus korupsi pendidikan yang ditindak penegak hukum terjadi di sekolah. Sebanyak 18 persen di antaranya berbentuk pungli.
“Angka ini terdengar tidak banyak. Namun, perlu diingat bahwa pungli di sekolah sering kali tidak terungkap atau berakhir di meja penegak hukum. Hal ini tak lepas dari masalah ketakutan untuk melapor dan pungli yang semakin dinormalisasi di lingkungan sekolah,” kata Almas Sjafrina dari ICW, dikutip dari keterangan resmi.
Di sisi lain, ICW menyatakan pencegahan dan penanganan yang efektif terkait pungli di sekolah perlu semakin menjadi prioritas Kemendikbudristek, pemerintah daerah, dan bahkan penegak hukum. Pungli dan beragam persoalan dalam PPDB adalah persoalan berulang yang diyakini akan berulang sepanjang kursi sekolah negeri masih tidak mencukupi peserta didik baru, sekolah swasta tidak bebas biaya, dan belum meratanya mutu atau kualitas sekolah.
“Sehingga, penanganan praktik curang tidak cukup. Perlu ada perbaikan sistem yang bermuara pada ketentuan yang ditetapkan Kemendikbudristek,” kata Almas Sjafrina.
*Kawan-kawan bisa menyimak liputan lain tentang PPDB dalam tautan berikut ini