• Berita
  • ONO SURONO SIAP NYALON GUBERNUR: Mengukur Peran PDI Perjuangan dalam Mewujudkan Toleransi di Jawa Barat

ONO SURONO SIAP NYALON GUBERNUR: Mengukur Peran PDI Perjuangan dalam Mewujudkan Toleransi di Jawa Barat

PDI Perjuangan mengklaim sebagai partai ideologis yang menjunjung Pancasila. Sejauh mana partai banteng menegakkan nilai-nilai toleransi di masyarakat Jawa Barat?

Seorang anak membawa lambang negara Garuda Pancasila dalam perayaan hari lahir Pancasila yang diselenggarakan Karang Taruna Liogenteng Bandung (1/6/2023). (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Awla Rajul19 Mei 2024


BandungBergerak.idSebagai provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia, Jawa Barat memiliki kekayaan keberagaman, termasuk agama dan gender. Namun begitu, kelompok agama dan gender minoritas ini kerap dituding memunculkan gesekan maupun permasalahan. Pemerintah di pihak lain tidak mampu meredam dan melindungi hak-hak kelompok minoritas.

Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Barat, Ono Surono mengklaim, sebagai partai yang berideologi Pancasila, hak semua orang dan kelompok mesti dijamin. Ia juga mengklaim PDI Perjuangan senantiasa menjunjung tinggi keberagaman dan memberikan hak minoritas melalui instrumen partai yang duduk di legislatif dan eksekutif untuk mengarahkan seluruh hak warga dipastikan benar-benar bisa dirasakan.

Pada titik konflik pendirian rumah ibadah maupun gangguan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB), Ono juga mengklaim sering menugaskan kadernya untuk memfasilitasi persoalan warga dengan jalan musyawarah. Konflik KBB yang masih terjadi di Jawa Barat dinilainya tidak terlepas dari peran pemerintah yang belum bisa menyatukan persepsi di setiap level masyarakat, meski dilakukan dengan pendekatan yang tidak formal.

“Ada gak forum yang dibuat pemerintah yang pada akhirnya semua bisa bicara?” tanya Ono Surono retoris dalam siniar Suara Pinggiran bersama BandungBergerak.id bertajuk “Sebelum Menjadi Gubernur”.

Selain absennya forum yang terbuka, ia juga menilai instrumen pemerintah belum bisa melakukan potensi mitigasi. Hal inilah yang membuat pada akhirnya seluruh pihak tergopoh-gopoh dan panik setelah ada masalah terjadi. Ia menekankan penting diskusi dan pertemuan antartokoh yang berbeda agama untuk saling menjaga toleransi.

“Setelah ribut, disegel, didemo, malahan terjadi kekerasan di sana baru kita turun, baru kita panik, tanpa kita mengetahui dasar akar permasalahannya dahulu. Sehingga paling tidak ke depan, instrumen pemerintah ke depan itu harus bisa melakukan mitigasi. Mitigasi potensi-potensi itu, mungkin sampai tingkat desa,” ungkapnya.

Ia mengklaim, potensi mitigasi dan ruang diskusi bagi semua pihak bisa diwujudkan. Ono memberi contoh di Kuningan. Setiap saat, memang ada pemicu pada persoalan Ahmadiyah, Sunda Wiwitan dengan masyarakat. Dengan beberapa kali difasilitasi dan dimediasi oleh pihaknya, ia mengklaim hingga saat ini tidak terjadi hal-hal yang dikhawatirkan.

“Terakhir misal ada kasus pembangunan masjid (Ahmadiyah) di Tasikmalaya. Kita juga perintahkan ke Bupati Tasik yang kebetulan kader PDIP untuk memfasilitasi itu,” terang Ono. “Ternyata memang kita harus tahu akar permasalahannya seperti apa. Saya yakin kalau komunikasinya berjalan baik dan kita siapkan instrumen untuk melakukan mitigasi supaya tidak terjadi kasus, saya yakin angka intoleransi di Jawa Barat bisa turun.”

Itu pada tataran konteks perbedaan agama dan keyakinan. Dalam hal perbedaan gender, Ono mengaku dirinya maupun PDIP belum pernah berinteraksi atau secara khusus menerima pengaduan dari kelompok LGBTQ. Beda halnya dengan kelompok difabel yang sering menyampaikan permasalahan dan aspirasi ke PDIP.

Namun begitu, sebagai ketua partai yang berideologi Pancasila, ia menyatakan janjinya akan memastikan melindungi semua warga Jabar untuk bisa mendapatkan dan mengakses program. Termasuk di antaranya menggunakan hak-hak dalam beragama. Sebab, Jawa Barat harus menjadi provinsi yang toleran dari sisi mana pun.

“Ke depan untuk bisa menjadikan Jawa Barat sebagai provinsi dengan tingkat intoleransi yang sangat tinggi, ya harus kita ubah. Mulai dari komunikasi, pendekatan, sampai juga menghasilkan produk-produk yang pada akhirnya bisa membantu mereka (kelompok rentan),” ungkap Ono.

Baca Juga: ONO SURONO SIAP NYALON GUBERNUR: Menolak Pengembangan Kawasan Industri Baru
ONO SURONO SIAP NYALON GUBERNUR: Klaim Meningkatkan Kesejahteraan Nelayan dan Masyarakat Pesisir
HARU SUANDHARU SIAP NYALON GUBERNUR: Menyoal Kebijakan Diskrimatif, dari Perda Anti-LGBT hingga Pelarangan Ahmadiyah

Ono Surono, Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Barat digadang-gadang mengikuti Pemilihan Gubernur Jawa Barat (Pilgub Jabar). (Tangkapan Layar Virliya Putricantika/BandungBergerak)
Ono Surono, Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Barat digadang-gadang mengikuti Pemilihan Gubernur Jawa Barat (Pilgub Jabar). (Tangkapan Layar Virliya Putricantika/BandungBergerak)

(Katanya) Mengecam Intoleransi

Ono Surono pernah menyoroti pemerintah Kabupaten Purwakarta yang melakukan penyegelan sebuah padepokan yang digunakan sebgai rumah ibadah, 2023 lalu. Ia menyebutkan, melalui undang-undang, negara dan pemerintah harus menjamin kebebasan dan hak warga untuk memeluk agama, termasuk beribadah. Penyegelan rumah ibadah merupakan bentuk pelanggaran Undang Undang Dasar.

“Mestinya Bupati Purwakarta Anne Ratna Mustika tidak menggunakan kacamata kuda, langsung menyegel begitu saja karena ini menyangkut sarana ibadah,” kata Ono saat dikonfirmasi, Minggu, 2 Mei 2024, dikutip dari siaran pers PDI Perjuangan Jawa Barat.

Dalam artikel itu, Ono menegaskan agar Bupati Purwakarta mengumpukan para tokoh dan bermusyawarah agar tempat tersebut bisa digunakan untuk beribadah. Ia juga menekankan, seharusnya pemerintah mempermudah proses izin pendirian rumah ibadah, bukan malah melakukan penyegelan.

Pada persoalan penyegelan Masjid Al Aqso milik jemaat Ahamdiyah di Tasikmalaya pada 2020 lalu, sulit melacak kebenaran informasi klaim Ono, bahwa ia mendorong Bupati Tasikmalaya untuk memfasilitasi. Namun memang, Bupati Tasikmalaya, Ade Sugianto, yang menjabat dua periode 2018-2021 dan 2021-2024 merupakan politsi dari partai PDI Perjuangan.

Selain itu, melalui laman resmi PDI Perjuangan, pencarian kata kunci seperti Ahmadiyah, Syiah, Penghayat Kepercayaan, dan LGBT, sedikit sekali artikel terkait yang muncul. Kalaupun ada, bukanlah artikel terkait yang membahas dukungan maupun menyentil persoalan.

Misalnya pada kata kunci pencarian Ahmadiyah, hanya satu artikel yang muncul yang berjudul “Para Tokoh Agama Deklarasi Pemilu 2024 Damai tanpa Politisasi Agama”. Kata Ahmadiyah dalam artikel tersebut hanya merujuk pada salah satu perwakilan Ahmadiyah yang hadir dan terlibat pada kegiatan Simposium Nasional tersebut.

Kata kunci pencarian “Syiah” terbit tiga artikel, di antaranya tentang Kecaman Bamusi Jabar terkait Wali Kota Bandung yang Resmikan Gedung Annas dan kabar meninggalnya Jalaluddin Rakhmat. Kang Jalal merupakan kader PDI Perjuangan Jabar yang sering dikaitkan dengan syiah.

Adapun kata kunci “Penghayat Kepercayaan” dan “LGBT” hanya menerbitkan satu artikel terkait. Artikel yang berisi kata kunci Penghayat Kepercayaan berjudul “52 Tahun Wafatnya Bung Karno, PDIP Gelar Doa Bersama Libatkan Seluruh Umat Beragama”. Adapun artikel dengan kata kunci LGBT berjudul “Tim Hukum 01 Singgung Post-Truth di Sidang Lanjutan MK”.

Artikel yang tayang pada 18 Juni 2019 lalu itu menyinggung sejumlah hoaks yang menjadi narasi kecurangan pada pilpres 2019 lalu. Hoaks tentang legalisasi LGBT adalah salah satunya.

*Kawan-kawan bisa membaca artikel-artikel lain dari Awla Rajul, atau tulisan-tulisan menarik lain tentang Pilgub Jabar

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//