BANDUNG HARI INI: Menengok Pasar Sarijadi, Tujuh Tahun Setelah Revitalisasi
Tujuh tahun setelah Pasar Sarijadi direvitalisasi menjadi yang "paling keren paling inovatif", para pedagang masih bergulat dengan sepi. Berharap pada pemerintah.
Penulis Salma Nur Fauziyah23 Mei 2024
BandungBergerak.id – Pada Selasa, 23 Mei 2017, tepat hari ini tujuh (7) tahun lalu, Pasar Sarijadi hasil revitalisasi diresmikan oleh wali kota Bandung ketika itu Ridwan Kamil. Kini pasar yang diklaim “paling keren paling inovatif secara arsitektur se-Indonesia” tersebut masih saja terseok-seok. Lantai 2 dan 3 mulai terisi, tetapi pasar tradisional di lantai dasar dan lantai 1 masih sepi pembeli.
“Kalau gak ada langganan dari kantin-kantin, wah, yang selewat-lewat mah parah. Sepi,” ujar Maryani, biasa disapa Yani, 60 tahun, salah satu pedagang sayuran di Pasar Sarijadi yang sudah berjualan sejak tahun 1986, ditemui Selasa, 21 Mei 2024.
Meski sudah berumur lanjut, Yani dan suaminya masih bertahan di pasar. Tidak ada kegiatan lain yang bisa lakukan selain berjualan. Pasar tradisional yang minim pengunjung tidak menjadi alasan untuk berhenti. Namun, karena pemasukan terbesar Yani datang dari kantin-kantin sekitar kampus, ketika liburan semester tiba pendapatannya anjlok.
Supriyadi, 70 tahun, juga pedagang lama di Pasar Sarijadi. Sebelumnya, ia pernah berdagang di Pasar Sederhana dan Pasar Gegerkalong. Di Pasar Sarijadi, Supriyadi pertama kali berjualan kelapa parut. Sejak tahun 1993, ia menambah lini jualan sembako. Saat ini ia mulai membuka dagangan makanan ringan. Jadi, ada tiga usaha Supriyadi di pasar di kawasan Bandung utara itu dan tetap saja ia merasa cemas dengan arus pendapatan.
“Bingung sekarang pendapatan, teh. Aduh...” ujar Supriyadi.
Tidak seperti Yani, Supriyadi tidak mempunyai pelanggan tetap dari kantin-kantin. Pembeli yang datang adalah para penghuni perumahan di sekitar pasar dan mahasiswa yang mampir untuk membeli beras. Sebagai pedagang, ia berharap Pemkot Bandung dapat membangkitkan kembali pasar tradisional ini sekaligus menertibkan pasar liar.
Ujang, salah satu penjual peralatan plastik di Pasar Sarijadi, mengaku sudah berjualan sejak tahun 1997. Sama seperti Supriyadi, sebelumnya ia juga adalah seorang penjual kelapa parut. Namun, karena penurunan minat dari konsumen yang lebih memilih santan instan, ia akhirnya berhenti dan beralih usaha.
Sebagai salah satu pedagang yang sudah lama berjualan di sana, Ujang berharap agar pihak pengelola dapat menemukan solusi yang tepat untuk meramaikan lagi pasar. Dengan begitu, para pedagang betah berjualan.
“Mendatangkan penjualnya dan mendatangkan konsumennya. Kalau konsumennya yang datang aja tapi gak ada pedagangnya percuma juga, kan?” ujar Ujang.
Baca Juga: Cerita Pedagang Pasar Banjaran Penolak Proyek Revitalisasi: Tidak Didengarkan Bupati, Takut Pasar Dibakar
Pedagang Pasar Baru Menuntut Ruang Dagang Mereka Tidak Digembok
Janji-janji Revitalisasi
Pasar Sarijadi terletak di Kelurahan Sukajadi, Kecamatan Sukasari, Kota Bandung. Pasar ini didirikan pada tahun 1985 di atas tanah seluas 3.538,34 meter persegi dengan status tanah hibah dari perumnas. Dengan dana pembangunan senilai 77.527.000 rupiah bersumber dana Inpres (Instruksi Presiden), tersedia 110 ruang dagang yang terdiri dari 90 kios dan 20 meja.
Dalam perjalanannya, Pasar Sarijadi semakin kehilangan pamor, kalah bersaing dengan pasar swasta Sari Rahayu di daerah Cibogo, yang dikenal luas sebagai Pasar Cibogo. Ketika program revitalisasi mulai digulirkan, ditandai dengan acara peletakan batu pertama pada Rabu, 17 September 2014, Pasar Sarijadi hanya diisi oleh 19 pedagang aktif. Kondisi bangunan pasar memprihatinkan.
“Hari ini kita tunjukkan ke Indonesia, dimulai di Bandung, yang namanya pasar tradisional akan gaul, akan keren, akan kreatif, sehingga keberhasilannya akan diukur oleh orang menengah atas yang jika nongkrongnya di pasar ini berarti berhasil,” kata wali kota Ridwan Kamil di hari bersejarah itu, termuat dalam siaran pers Humas Pemkot Bandung.
Ridwan menjanjikan minimal selusin pasar tradisional baru di lima tahun kepemimpinannya yang dimulai pada September 2013. Ia ingin “menarik pedagang di jalanan dan orang-orang yang biasa belanja di supermarket agar kembali belanja di pasar tradisional”.
Revitalisasi Pasar Sarijadi menggunakan konsep pasar tropis dengan bangunan seluas 5.200 meter persegi yang terdiri dari tiga lantai. Fasilitas ruang dagangnya mencapai 194 unit. Selain itu, direncanakan ada lapangan futsal, area foodcourt, dan hunian kos-kosan dengan 16 unit kamar.
Direktur Utama PD Pasar Bermartabat Rinal Siswadi mengungkap nilai investasi pembangunan Pasar Sarijadi mencapai 19,5 milyar. “Apabila proyeksi kenaikan pendapatan rata-rata sebesar 10 persen per tahun, maka kami optimistis akan break event point (BEP) pada tahun ke-7,” ucapnya.
Setelah peletakan batu pertama itu, proses pembangunan Pasar Sarijadi jauh dari mulus. Ada persoalan perizinan yang mengganjalnya. Baru tiga tahun kemudian, tepatnya 23 Mei 2017, pasar diresmikan. Tersedia 55 lapak dan 10 gerobak di lantai dasar, dengan 21 orang pedagang lama yang siap menempati.
Pada hari peresmian itulah, Ridwan Kamil membangga-banggakan pasar hasil revitalisasi tersebut. “Hari ini mungkin pasar yang paling keren paling inovatif secara arsitektur adalah Pasar Sarijadi se-Indonesia,” ujarnya.
Ragam Upaya Membangkitkan Pasar
Pada tahun 2021, ketika pandemi Covid-19 mulai sedikit melandai, BandungBergerak mengunjungi Pasar Sarijadi dan menuliskan laporannya. Kondisi pasar sepi dan hanya lantai satu saja yang terisi oleh para pedagang. Selebihnya, lantai dua dan tiga, tidak tersentuh sama sekali.
Saat ini perbedaan terlihat di lantai dua dan tiga. Kios-kios mulai terisi meski beberapa sudutnya masih kosong dan sepi. Kedua lantai di atas yang dikelola oleh pihak ketiga (Interval) ini mulai ramai menjelang sore oleh kunjungan orang-orang muda dan mahasiswa dari kampus sekitar. Keberadaan pelayanan Samsat menambah ‘kehidupan’ di pasar ini. Orang-orang muda
“Sekarang sudah mau beranjak normal lagi lah,” ujar Kepala Pasar Sarijadi, Yulia Ulfah, ditemui di kantornya Selasa, 21 Mei 2024. “Bertahap.”
Ada peristiwa menarik ketika Yulia pertama kali datang ke Pasar Sarijadi menggunakan ojek online. Sang sopir ojek yang tinggal di daerah Sarijadi mengaku kaget mengetahui bahwa bangunan itu ternyata pasar, bukan pabrik garmen. Belajar pengalaman tersebut, Yulia meminta para pengurus RW dan kelurahan untuk memperkenalkan pasar kepada warga perumahan sekitar.
Meski menyebut mulai ada pertumbuhan, Yulia mengakui bahwa kondisi pasar tradisional di lantai dasar lebih lengang dibandingkan dua lantai di atasnya. Penyebabnya, selain ketiadaan pedagang yang menjual bahan makanan pokok yang lengkap, adalah akses transportasi angkutan kota (angkot) yang tidak memadai.
“Jadi saingannya sama Pasar Cibogo yang lebih lengkap dan ada akses angkot,” kata Yulia.
Disebutkan, pernah ada wacana Pemkot Bandung merelokasi para pedagang di Pasar Cibogo yang dikategorikan sebagai pasar tumpah ke Pasar Sarijadi. Namun, karena keterbatasan daya tampung tempat dan juga status lantai dua serta tiga yang sudah dikelola swasta, wacana ini urung terwujud.
*Kawan-kawan dapat membaca tulisan-tulisan lain Salma Nur Fauziyah atau artikel-artikel lain tentang Pasar Tradisional