• Kampus
  • Tantangan Kontestan Pilgub Jabar 2024, Mulai Dari Pendidikan Gratis hingga Ledakan Jumlah Penduduk

Tantangan Kontestan Pilgub Jabar 2024, Mulai Dari Pendidikan Gratis hingga Ledakan Jumlah Penduduk

Jawa Barat menanggung beban berat, mulai dari ledakan jumlah penduduk, pendidikan, kemiskinan, kesenjangan sosial. Di bidang pendidikan, jumlah SMA sangat kurang.

Acara Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Politik dan Demokrasi (Pusdi Poldem) FISIP Unpad dan Polsight di The Palais Dago Hotel, Senin, 20 Mei 2024. (Foto: Bagas dari Pusdi Poldem)

Penulis Iman Herdiana24 Mei 2024


BandungBergerak.idDalam beberapa bulan ke depan, Pilkada Jawa Barat (Pilgub Jabar) akan berlangsung. Ada berbagai isu dan masalah substantif yang perlu dipecahkan, mulai dari ledakan jumlah penduduk, pendidikan, kemiskinan, kesenjangan sosial, dan persoalan lainnya. Di bidang pendidikan, distribusi sekolah baik negeri maupun swasta sangat menumpuk di pusat kota.

Ketua Ombudsman Jawa Barat Dan Satriana mengamati distribusi sekolah di Jawa Barat bagi swasta mungkin dapat dibenarkan untuk alasan-alasan bisnis, misalnya menyerap siswa sebanyak mungkin. Namun anehnya, pemerintah malah mengikuti pola tersebut dan bukan, misalnya, berdasarkan pola permukiman.

“[Akibatnya], mereka (anak-anak yang berada di daerah pedalaman) harus pergi lebih jauh lagi untuk bisa bersekolah. Mereka harus mengeluarkan biaya lebih banyak lagi untuk bisa mengakses pendidikan yang layak. Ini lucu. mestinya pemerintah hadir bagi ‘the poorest of the poor’, hadir menempatkan sekolah-sekolah ketika swasta tidak berminat di tempat-tempat pinggiran,” ujar Dan Satriana, dikutip dari siaran pers, Jumat, 24 Mei 2024.

Dan Satriana menyampaikan hal tersebut dalam Diskusi Terarah (Focus Group Discussion/FGD) oleh Pusat Studi Politik dan Demokrasi (Pusdi Poldem) FISIP Unpad dan Polsight di The Palais Dago Hotel, Senin, 20 Mei 2024.

FGD dengan tajuk “Bonus Demografi, Kualitas SDM dan Pemerataan Pembangunan” mengundang tiga narasumber: Kepala Bidang Sosial dan Kependudukan BP2D Provinsi Jawa Barat Inge Wahyuni; Ketua Ombudsman Jawa Barat Dan Satriana; Ketua Program Studi Magister Ekonomi Terapan FEB Unpad Bayu Kharisma. Juga menghadirkan beberapa penanggap dari perwakilan partai politik, di antaranya Haru Suandharu (PKS), Buky Wibawa Karya Guna (Partai Gerindra), Yunandar Rukhiadi Eka Perwira (PDIP), dan Yomanius Untung (Golkar).

Dan Satriana melanjutkan, Jawa Barat, tentu saja, memiliki beberapa prestasi membanggakan, misalnya pemberlakuan SPP (Sumbangan Pembinaan Pendidikan) gratis pada jenjang SMA/SMK sejak tahun 2020. Namun, jika dilihat lebih dalam lagi, kebijakan “sekolah gratis” secara tidak langsung telah merugikan guru, menyusahkan orang tua (karena kenyataannya tidak benar-benar bebas biaya), dan merugikan peserta didik (karena kualitas sarana dan prasana pembelajaran menurun).

“Saya kira dalam hal politik anggaran,” tambahnya, “sudah saatnya kita menggunakan pendekatan universal… Teman-teman yang kaya punya hak masuk ke sekolah yang difasilitasi pemerintah, baik negeri maupun swasta, karena dia membayar pajak. Yang tidak mampu, tentu saja, memiliki hak yang sama untuk masuk ke dalam sekolah negerti, karena mereka tidak punya alternatif lain selain dibantu oleh pemerintah. Itulah logika universal.”

Ia juga memaparkan data bahwa Jawa Barat adalah provinsi dengan angka putus sekolah terbesar di Indonesia, setara 12,79 persen dalam akumulasi nasional pada tahun 2022-2023. Lebih mirisnya lagi, terdapat 5.784 siswa SD dan 1.618 siswa SMP yang putus sekolah di Jawa Barat—jenjang pendidikan yang sebenarnya dijamin dan diwajibkan oleh pemerintah.

Baca Juga: Birokrasi Pemkot Bandung dan Pemprov Jabar Direpotkan oleh Ratusan Aplikasi Bikinan Sendiri?
Data Tingkat Partisipasi Warga Difabel di Kota Bandung dalam Pilgub Jabar 2018: Tingkat Partisipasinya Lebih Rendah Dibanding pada Pilwalkot 2018
BUKU BANDUNG #51: Kisah Jin dalam Botol dan Pilgub Jabar Pascaruntuhnya Orde Baru

Jawa Barat dan Ledakan Penduduk

Kepala Bidang Sosial dan Kependudukan BP2D Provinsi Jawa Barat Inge Wahyuni menyampaikan populasi Jawa Barat sering kali dianggap sebagai miniaturnya populasi Indonesia, dengan Generasi Z memiliki porsi terbesar (27,88 persen) dan generasi pra-boomer memiliki porsi terkecil (1,59 persen). Jumlah penduduk Jawa Barat justru bertambah dari tahun ke tahun.

“Proyeksi penduduk yang sudah disusun dan dipublikasikan [secara] resmi oleh BPS (Badan Pusat Statistik) menunjukkan bahwa jumlah penduduk Jawa Barat di tahun 2035 itu bisa mencapai angka 54 juta jiwa,” ungkap Inge tentang proyeksi demografi Jawa Barat di masa mendatang. “Kalau tidak salah, ini setara dengan [jumlah] penduduk Korea Selatan, dan sama jumlahnya dengan jumlah penduduk lima negara di Timur Tengah [jika disatukan].”

Menurutnya, salah satu masalah kependudukan yang patut dicemaskan adalah Rasio Ketergantungan (Dependency Ratio). Meskipun rasio ketergantungan saat ini (yaitu, 42) dianggap ideal, proyeksi masa depan Jawa Barat menunjukkan tanda-tanda akan terjadinya kenaikan menjadi 53. Ini berarti, setiap 100 orang usia produktif akan menanggung 53 orang tanggungan—sesuatu yang berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan sosial.

Ketua Program Studi Magister Ekonomi Terapan FEB Unpad Bayu Kharisma menyoroti masalah pemerataan pembangunan di Jawa Barat yang masih mengantongi banyak pekerjaanrumah. Dalam hal ketimpangan pendapatan, misalnya, Jawa Barat memiliki rasio gini (kesenjangan) 0,425 pada Maret 2023. Berdasarkan daerah tempat tinggal, rasio gini di daerah perkotaan maupun pedesaan sama-sama mengalami kenaikan, yang berarti kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin kian melebar—terutama di daerah perkotaan.

Bayu berpendapat bahwa pemerataan pembangunan di antaranya harus memastikan semua wilayah memiliki akses ke infrastruktur penting yang disesuaikan dengan kebutuhan spesifik mereka. Dengan berfokus pada peningkatan kuantitas dan kualitas infrastruktur, konektivitas, pengembangan sumber daya manusia (terutama di daerah yang selama ini kurang terlayani), dan praktik-praktik yang ramah lingkungan, dia meyakini bahwa Jawa Barat akan mampu mencapai pemerataan pembangunan.

“Misalkan tadi dibandingkan antara Ciwidey dan Kota Bandung; amat-sangat menyedihkan perbedaannya,” tuturnya. “Karena itu, harapannya adalah bagaimana kita bisa menyiapkan sumber daya manusia, terutama di daerah pinggiran… Dan terakhir bagaimana transformasi digital itu penting. Karena berdasarkan hasil studi, ternyata dengan adanya digitalisasi itu bisa mengurangi tingkat ketimpangan, baik antar individu maupun TIK antar daerah (atau antar kabupaten/kota).”

Paparan materi dan argumen dari ketiga narasumber tersebut ditanggapi oleh penanggap dan peserta. Haru Suandharu berpikiran serupa bahwa kebijakan menggratiskan sekolah hanyalah “gagayaan”, sebab kenyataannya belum sepenuhnya sanggup dan sangat membebani pemerintah. Sementara itu, Buky Wibawa Karya Guna, Dekan FISIP Unpas Kunkurat, dan dosen ITB Epin Saepudin sama-sama mengkhawatirkan bahwa bonus demografi, jika tidak dikelola dengan baik, justru akan menjadi semacam “bencana demografi”. 

FGD  Pusdi Poldem FISIP Unpad dan Polsight ini menekankan, bonus demografi, kualitas SDM, dan pemerataan pembangunan di Jawa Barat masih menjadi isu yang sangat aktual sehingga patut menjadi perhatian baik oleh partai politik secara keseluruhan maupun para kontestan yang nantinya maju dalam Pilkada yang rencana akan berlangsung pada November 2024. Para kontestan harus menjawab permasalahan-permasalahan tersebut dengan langkah, strategi, dan program-program yang terukur dan relevan.

*Kawan-kawan bisa membaca artikel lain tentang Pilgub Jabar 2024 dalam tautan berikut ini

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//