• Berita
  • Memetakan Penyakit TBC di Kota Bandung, Perempuan dalam Posisi Rentan

Memetakan Penyakit TBC di Kota Bandung, Perempuan dalam Posisi Rentan

Tahun 2023 Kota Bandung menempati urutan ke-10 dari 27 Kabupaten Kota di Jawa Barat dengan penemuan sebanyak 18.314 kasus TBC (130 persen).

Lorong di kawasan padat penduduk Braga, Kota Bandung, 10 Desember 2022. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana31 Mei 2024


BandungBergerak.idKota Bandung selalu masuk 10 besar daerah dengan kasus penyakit tuberkulosis atau TBC tertinggi di Jawa Barat. Penelitian ilmiah menunjukkan, perempuan yang tinggal di daerah padat penduduk dan berusia produktif tergolong ke dalam kelompok paling rentan. Diperlukan kebijakan serius untuk menurunkan paparan kuman TBC.

Baru-baru ini, Pemerintah Kota Bandung bersama Kementerian Kesehatan dan Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) melaksanakan program Bersama Menuju Eliminasi dan Bebas dari tuberkulosis (USAID Bebas TB). Kerja sama ini juga sebagai upaya meningkatkan kualitas layanan TBC di Kota Bandung.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung Anhar Hadian mengatakan, beberapa langkah strategis telah diambil untuk mempercepat penanggulangan TBC sesuai dengan Perpres nomor 67 tahun 2021, seperti pembentukan tim percepatan penanggulangan TBC, penyediaan anggaran untuk penanganan TBC, dan memasukan penanggulangan TBC dalam rencana pembangunan daerah.

"Targetnya tahun 2030 di Kota Bandung bisa bebas TB. Untuk itu kerja sama ini tentunya dapat mengakselerasi target tersebut," kata Anhar saat acara Desimenasi Rencana Kerja Program USAID Bebas TB di Balai Kota Bandung, Kamis, 30 Mei 2024.

Ia menyebut, tahun 2023, Kota Bandung menempati urutan ke-10 dari 27 Kabupaten Kota di Jawa Barat dengan penemuan kasus TBC sebanyak 18.314 kasus TBC (130 persen). Sedangkan untuk pencapaian (Standar Pelayanan Minimal (SPM) penemuan kasus terduga TBC di Kota Bandung sudah di atas 100 persen.

TBC menjadi masalah kesehatan serius di Indonesia, dengan 1.060.000 kasus baru setiap tahun. USAID meluncurkan Program Bebas TB untuk membantu Indonesia mencapai eliminasi TBC pada 2030. Di Jawa Barat, terdapat empat kabupaten kota yang menjadi fokus utama program ini, yakni Kota Bandung, Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bogor.

Menurut aporan Program Penanggulangan Tuberkulosis Tahun 2022 Kemenkes RI yang disusun Koordinator Tim Kerja TBC Tiffany Tiara Pakasi, tuberculosis merupakan salah satu 10 penyebab kematian tertinggi di seluruh dunia dan penyebab utama kematian dari agen infeksius. Secara global diperkirakan 10.6 juta (range 9,8-11,3 juta) orang sakit TBC; 1,4 juta (range 1,3-1,5 juta) kematian akibat TBC termasuk HIV-negatif dan 187.000 kematian (range 158.000–218.000) termasuk HIV-positif.

Estimasi insiden TBC Indonesia tahun 2021 sebesar 969.000 atau 354 per 100.000 penduduk; TB-HIV sebesar 22.000 kasus per tahun atau 8,1 per 100.000 penduduk. Kematian karena TBC diperkirakan sebesar 144.000 atau 52 per 100.000 penduduk dan kematian TBC-HIV sebesar 6.500 atau 2,4 per 100.000 penduduk.

Baca Juga: Penyakit Sifilis di Bandung di Masa Kolonial
Covid-19 Diprediksi Menjadi Penyakit Endemik seperti Malaria
Seledri Memiliki Potensi Pengobatan Penyakit Batu Ginjal

Kaum Hawa Kota Bandung

Nysa Ro Aina Zulfa dan Nurhayati A. Prihartono dari Departemen Epidemiologi Universitas Indonesia pernah meneliti kasus TBC di Kota Bandung. Laporannya dipublikasikan dalam Jurnal Integrasi Kesehatan dan Sains dengan judul “Karakteristik Pasien Tuberkulosis di Kota Bandung Tahun 2021”. 

“Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (M. tb) yang dapat menyerang paru maupun organ lainnya. Mycobacterium tuberculosis dapat menular antarindividu melalui rute aerosol sehingga penularan bergantung pada jumlah droplet yang terhirup dan lamanya waktu individu untuk menghirup udara yang mengandung droplet M. tb,” terang Nysa Ro Aina Zulfa dan Nurhayati A, diakses Jumat, 31 Mei 2024.

Nysa Ro Aina Zulfa dan Nurhayati A memaparkan, indikator menggambarkan keberhasilan pengendalian TB terbagi menjadi tiga indikator, yaitu angka pengobatan TB yang lengkap (complete rate), angka kesembuhan (cure rate), dan angka keberhasilan pengobatan (success rate). Pada tahun 2020 Kota Bandung memiliki complete rate sebesar 66,2 persen; cure rate sebesar 56,5 persen; dan success rate sebesar 88,7 persen.

“Angka ini sudah melebihi batas maksimal indikator kebehasilan pengendalian TB di Indonesia, yaitu mencapai 15 persen. Meskipun indikator pengendalian TB di Kota Bandung sudah di atas 15 persen, namun masih terdapat kesenjangan antara target pengendalian TB yang harus dicapai dan Kota Bandung masih masuk tiga besar wilayah di Jawa Barat dengan penemuan kasus TB tertinggi,” ungkap Nysa Ro Aina Zulfa dan Nurhayati A.

Kedua peneliti menggambarkan karakteristik usia pengidap TBC di Kota Bandung. Pada tahun dilakukannya penelitian (2021), pasien TB di Kota Bandung berjumlah 6.302 pasien. Dari total pasien TB di Kota Bandung terdapat 3.497 (56 persen) pasien berusia 18–40 tahun, 3.259 (52 persen) pasien berjenis kelamin perempuan, dan 3.414 (54 persen) dengan riwayat pekerjaan lain-lain (tidak bekerja, pensiunan, jenis pekerjaan lainnya), kemudian diikuti oleh jenis pekerjaan ibu rumah tangga (IRT) sebanyak 939 pasien (15 persen).

Dilihat dari segi geografi, menunjukkan jumlah pasien tuberkulosis terbanyak berada di Kecamatan Babakan Ciparay dengan jumlah kasus sekitar 530 kasus, Bojongloa Kaler sekitar 440 kasus, dan Batununggal sekitar 380 kasus, sedangkan jumlah paling sedikit ada di Kecamatan Cinambo, yaitu 61 kasus.

“Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien TB paling tinggi terdapat pada usia 18–40 tahun (usia produktif) karena pada usia produktif mayoritas orang memiliki mobilitas yang lebih tinggi dalam melakukan aktivitas baik untuk bekerja maupun melakukan interaksi sosial. Mobilitas yang tinggi ini dapat meningkatkan risiko terpaparnya kuman penyebab TB atau terinfeksi M. tb sebagai agen penyebab sakit TB,” terang kedua peneliti.

Pasien TB berdasarkan karakteristik jenis kelamin lebih tinggi terdapat pada perempuan dengan jumlah 3.259 (52 persen) dibanding dengan laki-laki 3.043 (49 persen). Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya pada tahun 2018 di Kota Bandung yang menunjukkan proporsi kejadian TB pada laki-laki lebih tinggi dibanding dengan perempuan.

Gender memiliki pengaruh terhadap determinan penyakit TB yang meliputi penemuan kasus, diagnosis, dan pengobatan. Kejadian TB dapat terjadi pada perempuan maupun laki-laki, namun terdapat beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan risiko terinfeksi M. tb seperti kurang akses ke layanan kesehatan, tinggal di daerah dengan kasus TB yang tinggi, sistem kekebalan tubuh yang rendah, dan paparan berkelanjutan dari individu yang terinfeksi.

“Beberapa studi menunjukkan bahwa faktor risiko tersebut memiliki dampak yang lebih besar pada perempuan, terutama perempuan yang mengalami diskriminasi dengan akses yang terbatas ke tempat layanan kesehatan,” terang peneliti.

Penelitian ini menyimpulkan, pasien tuberkulosis di Kota Bandung pada tahun 2021 lebih banyak terjadi pada perempuan, usia 18–40 tahun, dan ibu rumah tangga. Berdasarkan wilayah tempat tinggal Kecamatan Babakan Ciparay mempunyai kepadatan penduduk dan penderita tuberkulosis tinggi dibanding dengan kecamatan lainnya di Kota Bandung pada tahun 2021.

“Data tersebut diharapakn dapat menjadi perhatian bagi para pemangku kebijakan, tenaga kesehatan, dan masyarakat untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas akibat tuberkulosis secara komprehensif,” harap peneliti.

*Kawan-kawan bisa mengakses artikel-artikel lain tentang penyakit dan kesehatan dalam tautan berikut ini

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//