• Kolom
  • BUNGA DI TEMBOK: Sepuluh Jurus Membongkar Oligarki

BUNGA DI TEMBOK: Sepuluh Jurus Membongkar Oligarki

Berangkat dari pengalaman, George Junus Aditjondro merumuskan 10 jurus membongkar oligarki. Dari menggali silsilah keluarga hingga memanfaatkan whistleblowers.

Tri Joko Her Riadi

Pemimpin Redaksi BandungBergerak.id

Sampul buku Membedah Kembar Siam Penguasa Politik dan Ekonomi Indonesia: Metodologi Investigasi Korupsi Sistemik bagi Aktivis dan Wartawan karangan George Junus Aditjondro. (Foto: Tri Joko Her Riadi/BandungBergerak.id)

10 Juni 2024


BandungBergerak.id – Para filsuf boleh saja berdebat sesengit-sengitnya dalam menafsirkan dunia, kaum intelektual bisa beradu argumen semalam suntuk tentang beragam topik, para peneliti dapat tekun bertahun-tahun mencari terobosan-terobosan di berbagai bidang kehidupan, tapi pada akhirnya oligarkilah yang menentukan semuanya. Begitu kata orang. Setengah nyinyir, setengah putus asa.

Oligarki, perselingkuhan antara penguasa politik dan ekonomi, bukan isu baru di Indonesia. Banyak orang berharap praktik jahat ini turut lenyap bersama rontoknya rezim Orde Baru. Nyatanya, ia awet dengan bersalin-salin rupa. Dari presiden yang dipilih paduan suara MPR ke presiden hasil pilihan rakyat, dari sistem satu partai dominan ke sistem multipartai, oligarki sukses menyelinap. Tak hanya menyelinap, ia mengangkangi semuanya.

Untungnya, usaha membongkar praktik oligarki ini juga awet. Tak peduli seberapa besar ia berdampak, perlawanan terus ditunaikan.

Pada 2004, terbit edisi kedua buku Membedah Kembar Siam Penguasa Politik dan Ekonomi Indonesia: Metodologi Investigasi Korupsi Sistemik bagi Aktivis dan Wartawan karangan George Junus Aditjondro. Edisi pertama buku yang disunting oleh Mas Ignatius Haryanto ini terbit pada Juli 2002. Selain 10 jurus membongkar korupsi sistemik model oligarki, bagian pertama buku ukuran saku setebal 169 halaman ini “juga menyajikan kerangka teoritis sosiologi korupsi, landasan hukumnya, serta landasan politis bagi suatu pemerintahan di mana korupsi sistemik dapat ditekan serendah mungkin.”

George Junus menyodorkan lima perangkan kebijaksanaan untuk dijadikan sebagai landasan politis pemerintahan bersih: pembatasan sumbangan untuk partai-partai politik, pencegahan beli suara dalam pemilihan umum, transparansi kekayaan pejabat publik, pelepasan jabatan dunia swasta dan pembekuan saham bagi mereka yang menjadi pejabat publik, serta pelepasan semua jabatan di partai politik begitu terpilih sebagai pejabat publik. Kelimanya merupakan penjabaran pemisahan tegas antara jabatan publik dan jabatan bisnis demi mencegah benih oligarki.

Di bagian kedua buku, George Junus memaparkan secara ringkas peta oligarki yang melibatkan orang-orang penting di lingkaran dalam Suharto, Gus Dur, dan Megawati. Tanpa tedeng aling-aling, ia sebutkan kaitan di antara nama-nama sohor di lingkaran politik dan ekonomi Indonesia. Tentang Taufik Kiemas, suami Megawati, misalnya, George Junus memaparkan bagaimana namanya disebut-sebut terkait beberapa proyek strategis nasional, mulai dari tol lingkar luar Jakarta (JORR) hingga rel kereta ganda dari Merak ke Banyuwangi.

Baca Juga: BUNGA DI TEMBOK: Agil H. Ali Terseret Gerakan Mahasiswa
BUNGA DI TEMBOK: Sebuah Risalah Jurnalistik dari Ibu Kota Revolusi Yogyakarta
BUNGA DI TEMBOK: Mochtar Lubis sebagai Tahanan Orde Baru

Sepuluh Jurus Goerge Junus Aditjondro

Inilah sepuluh jurus melacak praktik korupsi yang dibagikan oleh George Junus:

  1. Menggali selengkap mungkin silsilah keluarga para pemangku jabatan publik dan sahabat-sahabat lama sejak masa muda mereka. Buku-buku biografi merupakan sumber pengetahuan. Di sana, orang-orang sukses biasanya dengan suka rela membagikan kenangan-kenangan dan nama-nama.Bukan rahasia jika mereka yang ada di puncak jabatan akan berpaling pada orang-orang yang sudah mereka kenal untuk menaruh kepercayaan: teman sekolah, teman kuliah, teman berorganisasi, dan ikatan-ikatan lain. Saya teringat penelusuran orang-orang di Jakarta dan Sulawesi Selatan untuk reportase “Menyoal Anggaran Pendidikan 20 Persen” yang terbit di koran Pikiran Rakyat pada 2013 lalu.
  2. Menggali sebanyak mungkin nama perusahaan dan yayasan yang berkaitan dengan pejabat publik. George Junus menyarankan teknik unik: mencermati, atau kalau perlu mengoleksi, iklan-iklan kematian di koran. Di sana, banyak disebut nama orang berikut jabatannya. Iklan ucapan selamat sama halnya. George Junus mencontohkan iklan ucapan selamat atas peresmian markas baru Kodam Udayana di Denpasar, Bali, pada Januari 1995. Kita patut mencurigai perusahaan-perusahaan yang tertera di sana sebagai penerima keuntungan atau proyek dari instansi tersebut.
  3. Memanfaatkan buku telepon dari berbagai kota. Jangan sepelekan buku telepon. George Junus, ketika melakukan penelisikan di Timor, berhasil memetakan jaringan perusahaan yang sedang ia investigasi dengan bantuan.
  4. Memanfaatkan internet. Internet menyediakan sejumlah besar informasi yang berguna dalam investigasi lewat penelusuran situs web. Tantangan utamanya adalah menemukan situs-situs yang tepat secara efektif. Jurnalisme data yang semakin banyak dipraktikkan dalam tahun-tahun belakangan ini sangat mengandalkan layanan internet. Modus pendirian perusahaan-perusahaan fiktif di luar negeri, menurut George Junus, juga bisa dilacak berkat bantuan internet. Modus ini, seperti kita tahu lewat laporan investigasi kolaboratif “Panama Papers” beberapa tahun lalu, semakin sering digunakan. Di Indonesia, Tempo yang terlibat dalam proyek terobosan ini. Beberapa nama terkenal di dunia politik dan bisnis Indonesia tersangkut.
  5. Mengidentifikasi para broker, proxy, dan ‘kasir’. Para pemain utama oligarki pastilah memiliki kaki-tangan, mereka yang mendapat kepercayaan, untuk mengurus banyak urusan, mulai dari lobi hingga penampungan duit. Dengan mengungkap ‘orang-orang’ lapangan ini, kita bisa memetakan jejaring besar hingga ke pemain utamanya.
  6. Mengumpulkan data para pemain maupun pengurus cabang olah raga. Pengurusan cabang-cabang olah raga di Indonesia sering dijadikan, apa yang disebut George Junus, sebagai tameng bisnis. Pembiayaan cabang-cabang olah raga juga dijadikan modus penghindaran pajak bagi para birokrat kapitalis.
  7. Memanfaatkan notaris dan tambahan berita negara. Dengan mengetahui nama-nama keluarga dan sahabat para elite penguasa dan pengusaha, kita bisa melacak jejak mereka dalam perusahaan-perusahaan atau yayasan-yayasan tertentu. Efektifnya kebijakan tentang keterbukaan informasi publik menjadi penting di sini.
  8. Memanfaatkan basis data konsultan-konsultan bisnis. Menyuntikkan nama keluarga besar serta sahabat, perusahaan, dan yayasan ke basis data konsultan bisnis akan memberikan kita gambaran tentang modal operasional para pejabat yang disasar.
  9. Globlalisasi investigasi ‘capital flow’ . Selain rekening di negara-negara ‘surga bebas pajak’, para koruptor biasanya juga me-luar negeri-kan hasil jarahan mereka dalam bentuk properti dan saham di perusahaan-perusahaan yang sah.
  10. Memancing dan memanfaatkan peniup peluit (whistleblowers). Peliknya memanfaatkan informasi dari seorang peniup peluit ini dikisahkan secara apik oleh Metta Dharmasaputra dalam buku “Saksi Kunci” (2013). Pelik dan melelahkan, tapi hasilnya luar biasa. Sang wartawan Tempo itu bisa membongkar skandal pajak terbesar yang pernah diketahui di Republik ini.

Begitulah sepuluh jurus membongkar praktik korupsi oligarkis yang dibagikan oleh George Junus, seorang aktivis dan penulis buku. Menyaksikan sendiri banyak hal di lapangan,  ia yakin betul oligarki masih enggan pergi dari negeri ini. Ganti presiden, ganti partai politik penguasa, ganti pula poros-poros oligarkinya, meski tetap ada saja wajah-wajah lama yang awet. Mereka menjadi benang penyambung antara Orde Baru yang otoriter dengan tahun-tahun pascareformasi yang katanya ‘sudah demokratis’.

*Kawan-kawan dapat membaca tulisan-tulisan lain Tri Joko Her Riadi, atau membaca artikel-artikel menarik lain tentang jurnalisme

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//