• Cerita
  • Pesta Komik di Bandung, Surga Bagi Komikus Lokal

Pesta Komik di Bandung, Surga Bagi Komikus Lokal

Industri komik lokal sedang berkembang pesat. Minim wadah yang menaunginya. Peskom hadir merangkul kreator komik untuk mempromosikannya.

Suasana Booth Anti Pulang2 Club pada ajang pesta komik di Bandung, 1 Juni 2024. (Foto: Salma Nur Fauziyah/BandungBergerak.id)

Penulis Salma Nur Fauziyah6 Juni 2024


BandungBergerak.id - “Peskom, Peskom, Peskom. Pesta kita semua. Peskom, Peskom, Peskom. Pesta Komik? Peskom!” jingle khas ini terdengar saat memasuki Atrium Mall Istana Bandung Elektronik Center (BEC). Deretan booth komik menyambut pengunjung, sebuah panggung didirikan di pojok sebelah kiri pintu masuk.

Meski dalam suasana euforia kemenangan klub sepak bola Persib Bandung, suasana Pesta Komik (Peskom) ini tetap ramai dipadati pengunjung. Tidak ada tiket masuk. Benar-benar gratis.

Terlihat beberapa komikus memamerkan karya fenomenal mereka. Dengan ramah mereka menawarkan pengunjung untuk membaca komik. Interaksi terjalin hangat membincangkan seputar karya dan proses kreatif.

Selayaknya sebuah pesta, Pesta Komik menjadi sebuah wadah para komikus lokal untuk ‘berpesta’ ria memamerkan karya. Tidak hanya kegiatan jual-beli, jumpa fans, dan apresiasi karya saja, ada juga kegiatan unjuk bakat lewat live drawing serta gambar komik secara estafet.

Kecintaan terhadap komik pula yang mendorong Akhfi datang ke Peskom yang diselenggarakan selama dua hari, 1-2 Juni 2024. Seorang arsitek yang berdomisili di Jakarta ini rela menembus jarak ribuan meter untuk dapat berbelanja komik lokal.

Akhfi juga merupakan bagian dari gerakan Baca Komik Lokal, sebuah komunitas yang fokus dalam membaca, sharing, dan saling tukar menukar bacaan khusus komik lokal Indonesia. Kegiatan Baca Komik Lokal berbasis daring, namun beberapa kali sudah menggelar acara luring di beberapa kota.

“Pesta Komik itu kerennya adalah ini khusus komik. Jadi, menurut aku harus lebih banyak lagi di luar Kota Bandung,” ungkap Akhfi. “Satu kata, Komik Indonesia lagi indah-indahnya.”

Senyum ramah terpatri setiap pengunjung menghampiri booth komik Laras Putri, seorang ilustrator, komikus, dan juga seorang ibu. Dengan antusiasme tinggi, Lele (panggilan akrab Laras) menyambut sekaligus memberikan penjelasan singkat terkait karya komik pertamanya, Jammin’ Jenna.

Jammin’ Jenna lahir dari sebuah tren kompetisi Instagram tahun 2018 untuk menggambar karakter orisinil selama delapan hari berturut-turut. Setelah usai, Lele berpikir untuk mengembangkan karakter Jenna menjadi sebuah komik strip. Selama enam tahun karakter itu terus terngiang dalam benak Lele. Hingga tahun 2023 lalu, Lele bertekad menerbitkan Jenna menjadi komik tiga seri. Tahun ini Jammin’ Jenna hadir dengan seri pertamanya, sebuah kisah romansa anak band.

“Beneran my original story yang aku bikin sendiri itu, baru si Jammin’ Jenna ini. So this is kinda big deal, this is my baby,” ungkap sang komikus yang selama ini lebih banyak membuat komik bareng-bareng dan mengerjakan komisi-komik orang lain.

Di tengah kesibukan sebagai illustrator dan komikus, Lele juga sibuk menekuni perannya sebagai seorang ibu. Keadaan ini tidak menghalangi dirinya untuk tetap berkarya. Mencari nafkah sambil mengurus anak menjadi sebuah tantangan dan memang perlu penyesuaian. Namun, menurut Lele, itu bukan sebuah hal yang mustahil dilakukan.

Selain Lele, hadir sebuah nama yang tidak asing. Maghfirare atau Adelia Maghfira (25 tahun) juga hadir menyambut para pengunjung Peskom 2024. Nama penanya mungkin sudah tidak asing bagi para penggemar komik strip atau komik empat koma bergenre komedi.

Kiprah Adelia Maghfira dalam dunia komik lokal sudah dimulai sejak tahun 2015 lalu. Sudah sembilan tahun lamanya. Jika ada orang yang ingin menikmati karya lamanya pasti akan sulit dan lama saat menggulir postingan Instagram. Maka kali ini Adel merilis komik kompilasi karya dari tahun 2015-2019.

“Hari-Hari Rare yang edisi kali ini judulnya Nonsensical. Isinya komik-komik absurd aja sih,” ujar Adel.

Ada sebuah booth dekat pintu masuk. Di belakangnya terpampang sebuah layar TV menampilkan cuplikan animasi komik dari booth itu. Judulnya begitu familiar di kalangan penyuka komik digital atau webtun. Pupus Putus Sekolah. Itulah nama komik itu.

Sang komikus, Kurnia Harta Winata, memberikan sebuah gambaran tentang komiknya. Ceritanya tentang Pupus, seorang anak yang putus sekolah yang kemudian diangkat menjadi murid rumah tangga oleh seorang profesor. Pupus yang membantu mengerjakan pekerjaan rumah dan sang profesor yang membantu Pupus untuk belajar apa pun yang ia inginkan.

“Tidak ada pesan khusus ya. Tapi ada pembicaraan. Jadi tiap season atau tiap buku, aku punya tema-tema pokok untuk dibicarakan. Kalau buku yang pertama, aku ingin membicarakan bahwa tiap anak itu unik,” beber Kurnia Harta Winata tentang komiknya.

Komik ini pun masuk ke dalam jajaran karya dalam Kurikulum Sastra. Kurnia merasa sangat kagum mengingat posisi komik itu sendiri.

“Selama ini kan komik itu seperti seni yang terpinggirkan. Di seni rupa tidak dianggap. Di sastra juga tidak dianggap. Jadi tengah-tengah. Lalu, tiba-tiba dapat label sastra dan jadikan bahan, itu kan bahan ajar anak sekolah,” ungkapnya.

Meski hal tersebut sangat menakjubkan, Kurnia berpikir bahwa hal ini menjadi sebuah pekerjaan rumah bagi para guru. Mengingat tema komiknya soal pendidikan yang tidak harus didapatkan di sekolah. Bagaimana nanti sang guru menjelaskan bahwa sekolah itu penting.

Toni Masdiono, salah satu komikus senior, turut hadir dalam Peskom. Ia berkeliling setiap booth, menyapa para komikus di sana. Komiknya yang berjudul Laosam 1892 pun terpajang di salah satu booth Komik Jaka Mekanik.

Laosam 1892 sendiri bercerita tentang pertarungan antara juragan candu (opium) di sebuah daerah bernama Laosam, yang terletak di daerah Jawa Tengah. Ide awal ini memang merujuk pada sejarah peranakan tiongkok yang menetap di daerah Lasem yang sudah lama terkenal dengan candu.

“Ada cerita aslinya Laosam itu, tapi saya enggak mau (menceritakannya). Karena saya pikir gini, sejarah di mana pun sudah rekayasa, rekayasa penguasa pastinya. Sedangkan cerita-cerita ini kan yang beredar di kalangan rakyatlah kira-kira gitu. Jadi saya bilang, okelah saya mengangkat fiksi aja,” jelas Toni soal komiknya yang bergenre fiksi sejarah.

Hal yang unik juga tampak dari komik ini. Tidak seperti komik lainnya yang penuh dengan balon kata, Laosam 1892 merupakan tipe silent comic atau komik yang tidak ada dialog sama sekali. Pembaca akan disuguhkan detail gambar yang menakjubkan. Meski begitu, tetap ada pengantar mengenai latar belakang, tokoh, hingga pengantar di tiap babak komik.

Booth Adelia atau Maghfirare di pesta komik di Bandung, 1 Juni 2024. (Foto: Salma Nur Fauziyah/BandungBergerak.id)
Booth Adelia atau Maghfirare di pesta komik di Bandung, 1 Juni 2024. (Foto: Salma Nur Fauziyah/BandungBergerak.id)

Wadah Bagi Komikus Lokal

Acara sejenis Peskom bukan hal baru di Bandung. Kegiatan sejenis pernah beberapa kali digelar, yaitu Pasar Komik Bandung atau Pakoban yang dikenal lama sebagai acara komik lokal dan digelar tiap tahun di Braga City Walk. Namun, karena pandemi Covid-19 mendera acara ini pun terpaksa vakum.

Windi Anandiha atau akrab disapa Winsoy berinisiatif untuk melanjutkan kegiatan ini. Sebelumnya ia aktif juga menjadi panitia Pakoban. Maka, ia pun meminta izin pada rekan lainnya untuk menyelenggarakan acara ini. Pesta Komik akhirnya mengudara tahun 2023 lalu.

Pemilihan Mall sebagai tempat penyelenggaraan acara adalah untuk menjangkau orang-orang awam, bukan hanya pegiat komik saja. Salah satunya untuk dapat memperkenalkan komik lokal pada mereka.

“Bahkan sekarang misalnya udah lebih canggih lagi. Udah ada yang jadi film layar lebar juga kan kayak misalnya Eggnoid kemarin karyanya Archie The Red Cat,” ujar Winsoy, melihat adaptasi film dapat menjadi sebuah jalan promosi bagi komik lokal.

Sebagai orang yang telah lama berkecimpung dalam dunia ilustrasi dan komik, Winsoy melihat perkembangan komik Indonesia makin membaik dari waktu ke waktu. Alasan utamanya adalah perkembangan teknologi. 

Teknologi yang maju mempermudah industri ini dalam semua lini. Mulai dari lini produksi, platform publikasi karya (webtun), hingga media untuk promosi dan bercengkerama bersama fans.

Baca Juga: Kritik Korupsi dalam Komik “From Bandung With Laugh”
Romantika Anak SMA di Angkot Bandung dalam Komik Bangor
Komik Katumbiri Regenboog (Jilid I)

Acara Komik Sambung Kreator Lokal di ajang pesta komik di Bandung, 1 Juni 2024. (Foto: Salma Nur Fauziyah/BandungBergerak.id)
Acara Komik Sambung Kreator Lokal di ajang pesta komik di Bandung, 1 Juni 2024. (Foto: Salma Nur Fauziyah/BandungBergerak.id)

Tidak banyak acara yang mewadahi para komikus lokal. Hal ini yang juga turut dirasakan oleh Adel atau Maghfirare. Menurutnya industri komik ini ada dan terus berkembang. Hanya saja tidak begitu banyak yang benar-benar fokus pada komik lokal.

Banyak acara serupa, tetapi mereka tidak banyak menghasilkan karya komik orisinil, melainkan karya fanart.

Komikus senior Toni Masdiono pun berpendapat, memang hanya Pakoban atau Pesta Komik ini salah satu acara yang menerima hanya komik lokal saja. “Panitia ini gak kepengin ada penerbit yang masuk dengan membawa komik luar gitu,” ujar Toni. “Nah Panitia ini tetap sampai hari ini menjaga itu. Menurut saya itu satu hal bagus.”

Memang dalam hal kurasi karya, Winsoy mengaku membatasi kreator yang mendaftar. Hanya kreator yang memang punya karya orisinil atau Intelectual Property (IP). Meski tidak ada yang salah dengan menjual barang lewat fanart. Tetapi, dengan adanya hal ini Winsoy ingin para kreator lain terpacu untuk terus berkarya menghasilkan karya orisinil.

“Semoga si Peskom lebih besar lagi. Jadi bisa menarik banyak orang untuk datang lagi,” harap Winsoy.

Komikus Kurnia Harta Winata berharap Peskom bisa terus berlanjut di tahun berikutnya dan tambah ramai. Ia juga berharap jika perkomikan lokal Indonesia bisa dapat terus memenuhi keinginan pembaca yang makin beragam. Dan yang paling penting dapat menghidupi kreatornya.

Harapan juga datang dari Lele. Ia berharap para kreator harus terus bikin karya dan bisa mandiri. Karena akan mustahil jika berharap dengan pihak lain, seperti pemerintah. Lele melihat karya kreator Indonesia sudah bagus.

“Jangan minder aja sama orang-orang dari luar negeri. Karena memang kita itu bagus banget. Kita perlu pede dan perlu attitude. Dan bagaimana kerja sama orang luar itu aja,” ungkap Lele.

 *Kawan-kawan dapat membaca tulisan-tulisan lain Salma Nur Fauziyah atau artikel-artikel lain tentang Komunitas Bandung

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//