• Berita
  • Bahasa-bahasa Lokal di Indonesia di Ambang Kepunahan, DPR Didesak Mengesahkan UU Bahasa Daerah

Bahasa-bahasa Lokal di Indonesia di Ambang Kepunahan, DPR Didesak Mengesahkan UU Bahasa Daerah

Ratusan bahasa daerah di Indonesia dalam posisi rentan punah. Pembahasan RUU Bahasa Daerah di DPR mesti dilanjutkan.

Komunitas Jatinangor Aksara Sunda kini memiliki 68 anggota aktif yang tersebar tak hanya di Bandung dan Sumedang, tapi sampai ke Bogor dan Karawang. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

Penulis Muhammad Akmal Firmansyah14 Juni 2024


BandungBergerak.id- Indonesia krisis bahasa daerah. Koalisi Masyarakat Penutur Bahasa Daerah mendesak agar pembahasan Rancangan Undang-Undangan (RUU) Bahasa Daerah dilanjutkan kembali oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Koordinator Koalisi Masyarakat Penutur Bahasa Daerah, Cecep Burdansyah mengatakan, RUU ini merupakan inisiatif dari Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI. Sayangnya, RUU kandas di tangan DPR RI pada Selasa, 4 Juni 2024 lalu.

“Komisi X telah menyerahkan draft RUU kepada pimpinan sidang DPR untuk tidak melanjutkan pembahasan RUU Bahasa Daerah. RUU Bahasa Daerah merupakan inisiatif DPD RI. Menurut landasan pemikiran DPD, upaya untuk pemartabatan bahasa daerah harus dengan cara menjadikan bahasa daerah sebagai mata pelajaran wajib di sekolah,” ujar Cecep Burdansyah, dalam pernyataan sikap yang disampaikan di Perpustakaan Ajip Rosidi, Jalan Garut, Bandung, Selasa, 11 Juni 2024.

Cecep menyebut dari hasil kajian riset Badan Pengebangan dan Pembinaan Bahasa, terdapat 718 bahasa daerah, 778 dialek, dan 43 subdialek yang menjadi kekayaan budaya Indonesia. Akan tetapi, kekayaan tersebut mengalami kondisi yang sangat rentan.

“Data di lapangan, masih berdasarkan hasil pemetaan Badan Bahasa tahun 2021, kondisi bahasa daerah sangat berbeda-beda. Sebanyak 18 bahasa relatif masih aman, 31 bahasa dalam kondisi rentan, 43 bahasa mengalami kemunduran, 29 bahasa terancam punah, 8 bahasa dalam kondisi kritis, dan 11 bahasa telah punah alias sama sekali tak ada penuturnya,” terang Cecep.

Kondisi yang mengkhawatirkan ini, apabila pemerintah tidak tegas dan memiliki relugasi, Cecep khawatir lambat laun bahasa daerah akan ditinggalkan oleh penutur sejatinya. Terlebih di tengah masifnya teknologi digital dan pengaruh dari luar yang tidak bisa dibendung.

Penulis dan sastrawan Sunda ini menyayangkan sikap Komisi X yang tidak melanjutkan pembahasan RUU Bahasa Daerah dengan berbagai alasan. Padahal sejak tahun 2023 di DPD dan Kemenbudristek RI telah membahas RUU ini secara intensif.

“DPR memang menyatakan bahwa pembahasan RUU Bahasa Daerah hanya ditunda. RUU ini akan dilanjutkan oleh DPR dan pemerintah periode 2024-2029,” jelas Cecep.

Namun, janji tersebut belum tentu terealisasi mengingat suasana, kepentingan, dan perhatian anggota DPR pasti akan berbeda lagi. Sementara RUU Bahasa Daerah bukan inisiatif DPR melainkan DPD. 

Sikap Koalisi Masyarakat Penutur Bahasa Daerah 

Koalisi Masyarakat Penutur Bahasa Daerah yang terdiri penulis, guru, dan aktivis menganggap RUU Bahasa Daerah telah dijegal oleh wakil rakyat. Oleh karenanya mereka menyatakan sikap sebagai berikut:

1. DPR dan pemerintah harus bertanggung jawab atas kemunduran bahasa daerah di masyarakat yang terus-menerus. Hal ini karena tidak ada komitmen dalam menyelesaikan RUU Bahasa Daerah menjadi UU sebagai upaya pelindungan bahasa daerah;

2. DPD RI untuk menyatakan sikap politik terhadap dihentikannya pembahasan RUU Bahasa Daerah, dan terus berjuang untuk mewujudkan RUU Bahasa Daerah menjadi UU;

3. Presiden Jokowi untuk membuka kembali pembahasan RUU Bahasa Daerah sampai selesai sebagai legasi Pemerintahan Jokowi;

4. Pemerintahan era Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dan DPR periode 2024-2029 untuk memperhatikan nasib bahasa daerah agar dihormati dan dipelihara sebagaimana Pasal 32 ayat (2): “Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional, dan menjadikan bahasa daerah sebagai mata pelajaran wajib di sekolah mulai dari pendidikan usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Baca Juga: Menanamkan Benih Cinta pada Bahasa Daerah di Festival Drama Basa Sunda 2023
Arteria Dahlan dan Posisi Bahasa Daerah yang sudah Tersudut
Bahasa Prokem dan Eksistensi Bahasa Indonesia

Kondisi Bahasa Bali

Salah satu bahasa daerah yang eksistensinya terdesak adalah bahasa Bali. I Made Sudiana, peneliti PR PBS - BRIN, memaparkan hasil pengamatannya mengenai bahasa Bali dalam pembelajaran dan pergaulan di Provinsi Bali.

Bahasa Bali merupakan salah satu bahasa daerah di Indonesia yang kaya akan nilai, terutama nilai budaya dan karakter bangsa. Seiring dengan perkembangan zaman dan globalisasi, penggunaan bahasa Bali mengalami tantangan signifikan. 

Dalam pembelajaran formal, bahasa Bali memang diajarkan di sekolah sebagai mata pelajaran wajib muatan lokal. “Muatan lokal adalah mata pelajaran bahasa bali yang wajib diajarkan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan negeri dan swasta di wilayah Provinsi Bali, pada pendidikan dasar dan menengah,” tutur Sudiana, diakses dari BRIN

Karena menjadi bagian dari kurikulum pendidikan, maka bahasa Bali dipelajari juga oleh siswa yang bukan penutur asli bahasa Bali. Pada kenyataannya, Sudiana menyimpulkan bahwa bahan atau materi pembelajaran bahasa Bali kurang kontekstual.

Penguasaan dasar anak didik tentang bahasa Bali berbeda-beda, cenderung timpang sangat jauh. Siswa merasa bahasa Bali tidak penting karena tidak menghasilkan. Siswa juga trauma dengan pelajaran bahasa bali karena banyak sekali benda-benda yang sudah tidak mereka kenal.

Sudiana mengamati juga, bahasa Bali lebih banyak digunakan dalam kegiatan adat dan agama. Bahasa ini dianggap kurang pas untuk menyampaikan hal-hal yang bersifat kekinian dan modern. Pada umumnya, minat masyarakat untuk belajar bahasa Bali rendah.

Golongan muda jarang yang mampu berbahasa Bali untuk kegiatan formal keadatan. Kesinambungan antargenerasi dalam rumah tangga terjadi gradasi, cenderung melemah.

“Hal ini terjadi karena kecenderungan bahasa Bali sudah tidak lagi dijadikan sebagai bahasa pergaulan dalam keluarga inti,” terangnya.

*Kawan-kawan silakan membaca tulisan lain Muhammad Akmal Firmansyah atau artikel-artikel tentang Bahasa Daerah

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//