Pembangunan Pelabuhan Patimban Menjauhkan Nelayan dari Ikan Tangkapan
Pemerintah optimis Pelabuhan Patimban akan mendongkrak ekonomi. Di sisi lain, para nelayan mengeluhkan dampak dari pembangunan pelabuhan skala internasional ini.
Penulis Iman Herdiana16 Juni 2024
BandungBergerak.id - Pemerintah yakin pembangunan Pelabuhan Patimban, Kabupaten Subang akan mendongkrak perekonomian daerah maupun nasional. Bahkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut Pelabuhan Internasional Patimban telah menjadi episentrum baru dalam pengembangan perekonomian dan industri di luar Jakarta. Pelabuhan ini bisa mendorong roda perekonomian baru, terutama di Kawasan Rebana yang meliputi daerah Cirebon, Subang, dan Majalengka.
“Pelabuhan itu adalah alat untuk ekonomi tumbuh. Di seluruh dunia, tidak ada kota pelabuhan yang tidak maju. Oleh karena itu, Patimban dan Subang tentunya akan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang baru,” kata Airlangga, Rabu 24 Januari 2024, diakses dari laman resmi.
Meski demikian, di tengah optimisme pembangunan Pelabuhan Patimban ada dampak negatif terutama yang dirasakan nelayan sebagai kelompok masyarakat yang pertama terdampak langsung pembangunan. Salah satu dampak adalah jarak tangkapan ikan mereka semakin jauh. Ketika pelabuhan selesai dibangun, mereka juga akan terdampak beroperasinya kapal-kapal besar. Di samping itu, selama ini kehidupan para nelayan pun sudah kesulitan ketika melaut.
“Aspirasi dari kami tentu soal permodalan yang butuh bantuan, termasuk alat tangkap, dan kapal baru untuk melaut,” kata Jauhari, perwakilan nelayan sekaligus Ketua Tempat Pendaratan Ikan (TPI) Genteng Subang, Jauhari, saat kunjungan Bupati Subang dan Menhub Budi Karya di sekitar kawasan pembangunan Pelabuhan Patimban.
Danan, perwakilan dari kelompok usaha Rebon Mas juga menyampaikan permasalahan utama nelayan di sekitar kawasan Patimban saat ini adalah kurangnya modal untuk memulai kembali melaut ke wilayah yang lebih jauh. Terlebih lagi, nelayan Patimban kebanyakan sudah terbiasa dengan sistem melaut di pinggir dan tidak terlalu jauh ke lepas pantai. Selain permodalan dan alat baru, diperlukan juga pelatihan serta pembiasaan untuk para nelayan terdampak pembangunan Pelabuhan Patimban.
Keluhan yang disampaikan Jauhari dan Danan berlangsung di saat Bupati Subang Ruhimat mendampingi Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melakukan peninjauan progress pembangunan Pelabuhan Patimban, 31 Oktober 2020.
Keluhan serupa terjadi hampir setahun berikutnya, 23 Agustus 2021, ketika Bupati Subang Ruhimat didampingi Wakil Bupati Subang Agus Masykur Rosyadi dan Bupati Indramayu Nina Agustina Da'i Bachtiar beserta para Pejabat Forkopimda Menerima Audiensi Forum Masyarakat Peduli Jabar terkait dampak Pembangunan Pelabuhan Patimban di Rumah Dinas Bupati Subang.
Menurut Ketua Forum Masyarakat Peduli Jabar Asep Sumarna Toha, berdasarkan data Pemdes Patimban nelayan yang terdampak sebanyak 800 orang sementara nelayan Desa Ujunggebang Indramayu 200 orang, sehingga total 1.000 orang dengan jumlah perahu sebanyak 250 perahu.
"Kami membantu nelayan bukan untuk kepentingan pribadi tapi kepentingan masyarakat sudah menjadi tugasnya Bupati, Forkopimda Subang dan indramayu agar bersama-sama memperjuangkan rakyatnya" ujar Asep.
Dalam kesempatan tersebut Bupati Indramayu Nina Agustina Da'i Bachtiar menyampaikan, kehadirannya kali ini merupakan bentuk dukungan dalam mencari solusi permasalahan yang dihadapi para nelayan. "Kalau ada yang tidak terakomodir mohon untuk tidak saling memprovokasi," ujar Nina.
Sementara Bupati Subang Ruhimat mengungkapkan, dampak Pelabuhan Patimban tidak hanya dirasakan oleh masyarakat Kabupaten Subang, tetapi juga masyarakat Kabupaten Indramayu, bahkan masyarakat di sepanjang wilayah Pantura yang tentunya harus diberikan ruang agar bisa dicarikan solusi terbaik.
"Adapun keinginan masyarakat yang disampaikan melalui forum masyarakat peduli Jabar ini adalah suatu hal yang memang menjadi perhatian dan kajian kami, sebagai pemerintah daerah yang menjadi orangtua bagi seluruh warga masyarakatnya," katanya.
Baca Juga: Bahaya Mengancam dari Transisi Energi Sumber Panas Bumi
Tergusur Infrastruktur di Jawa Barat, Lingkungan dan Rakyat Kecil Dikesampingkan
Bandara Kertajati masih Dihinggapi Sepi, Warga Berharap ada Banyak Moda Transportasi
Kajian Ilmiah Dampak Positif Negatif Pelabuhan Patimban
Dampak positif dan negatif pembangunan proyek strategis nasional (PSN) tersebut sebenarnya sudah banyak dikaji para peniliti. Salah satunya Aziz Irsyadul Aqwam dalam peper ilmiah berjudul “Dampak Pembangunan Pelabuhan Patimban Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar” (Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta).
Aziz menjelaskan, Pelabuhan Patimban menempati hierarki Pelabuhan Utama (Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 745 tahun 2013) yang memiliki skala pelayanan dalam negeri dan internasional. Pelabuhan utama memiliki peran yang sama dengan pelabuhan bertaraf internasional yang melayani kapal dengan bobot minimal 3.000 DWT.
Berdasarkan Rencana Induk Pelabuhan Patimban (2017), Pelabuhan Patimban akan melayani kapal dengan bobot minimal 2.618 DWT yang berjenis kapal Ro-Ro dan bobot maksimal sebesar 165.000 DWT yang berjenis kapal peti kemas Maersk E Class.
Aziz juga memaparkan, kapal yang akan beraktivitas di Pelabuhan Patimban memiliki batas maksimal ketahanan kapal terhadap gelombang sebesar 0,6 m untuk kapal yang berbobot 1000 - 3000 DWT dan batas maksimal sebesar 1,2 m untuk kapal yang berbobot >50.000 DWT. Berdasarkan tinggi gelombang di perairan Pelabuhan Patimban yang dapat mencapai ketinggian lebih dari 1,5 m maka kondisi perairan pelabuhan dapat membahayakan pelayaran kapal nelayan.
“Ditinjau dari zonasi gelombang tersebut dapat kita ketahui bahwasanya para nelayan haruslah melaut lebih jauh lagi dikarenakan banyaknya kapal-kapal besar yang datang ke Pelabuhan Patimban dan juga alat tangkap para nelayan yang paling panjang ada dikedalaman 3-4 meter tidak akan berguna dikarenakan kontruksi sudah berjalan,” tulis Aziz, diakses Sabtu, 15 Juni 2024.
Aziz juga menghitung bahwa sebagian masyarakat Patimban per 2013 menurut data BPS masih menggunakan perahu jenis motor tempel. Perahu ini sangat tidak cocok dengan karena banyaknya kapal-kapal besar yang “mondar mondir”. Akibatnya, nelayan-nelayan harus melaut lebih jauh lagi.
“Di sinilah peran pemerintah sangatlah diperlukan, banyak dari para nelayan tersebut terancam tidak dapat melaut dikarenakan banyak faktor akibat dari pembangunan pelabuhan tersebut,” tulis Aziz.
*Kawan-kawan yang baik bisa membaca lebih lanjut tulisan-tulisan tentang Proyek Strategis Nasional dalam tautan berikut ini