Pengurangan Sampah Kota Bandung Belum Signifikan, Pengoperasian TPPAS Regional Legok Nangka Masih Lama
Bandung Raya maupun Kota Bandung masih dibayang-bayangi darurat sampah, jika tidak serius melakukan pengurangan dan pemilahan sampah organik dan nonorganik.
Penulis Iman Herdiana1 Juli 2024
BandungBergerak.id - Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Regional Sarimukti mencapai kapasitas maksimalnya pada akhir tahun 2023 lalu dan sampai saat ini masih digunakan sebagai tempat pembuangan sampah untuk wilayah Bandung Raya. Sementara TPPAS Regional Legok Nangka sebagai pengganti Sarimukti kemungkinan bisa beroperasi 6 tahun lagi, yakni 2029. Artinya, Bandung Raya masih dibayang-bayangi darurat sampah, jika tidak ada langkah pengurangan sampah yang signifikan.
Menghadapi ancaman darurat sampah, Yaksa Pelestari Bumi Berkelanjutan (YPBB) yang berpusat di Bandung meluncurkan police brief berjudul “Upaya Menjawab Darurat Sampah dan Ancaman Perubahan Iklim”. Poin utama police brief ini merekomendasikan agar Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat menjalankan pemilahan sampah.
Agar efektif, pemilahan sampah perlu diiringi dengan larangan pembuangan sampah organik tanpa pembakaran ke TPA. Langkah ini diyakini akan membantu “menunda” penuhnya TPA. “Tanpa diberlakukannya pelarangan tersebut, TPA dapat mengalami kelebihan kapasitas lebih cepat dan daerah dapat mengalami darurat sampah kembali,” demikian dikutip dari police brief YPBB yang diakses Senin, 1 Juli 2024.
Menurut YPBB, pelarangan pembuangan sampah organik ke TPA mesti dibarengi dengan larangan pembakaran sampah. Hal ini akan meningkatkan kinerja Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam mengurangi emisi karbon dari sektor pengelolaan sampah secara signifikan.
Terlebih, lanjut YPBB, Pemprov Jabar mesti bersiap memenuhi target pengurangan emisi gas rumah kaca nasional yang semakin tinggi dalam 10 tahun ke depan. Sampah sendiri merupakan penghasil zat metana yang akan menimbulkan gas rumah kaca. Metana adalah gas rumah kaca dengan kekuatan 84-86 kali lipat dibandingkan karbon dioksida.
“Mengurangi emisi metana adalah salah satu cara tercepat untuk mengurangi pemanasan global. Sementara berdasarkan Climate Transparancy Report (2022), kontributor terbesar emisi metana di Indonesia adalah sektor pengelolaan limbah dan sampah,” terang YPBB.
Emisi GRK dari seluruh TPA Provinsi Jawa Barat pada tahun 2030 diperkirakan mencapai 2.567.476 ton CO?eq. Studi YPBB dan GAIA memperlihatkan bahwa pelarangan sampah organik ke TPA hanya dari Kota Bandung saja dapat menurunkan emisi GRK sebesar 575.428 ton CO?eq, atau sekitar 22 persen dari emisi GRK total di TPA. Angka penurunan ini hampir setara dengan skenario ambisius yang tertuang dalam RPRKD Provinsi Jawa Barat tahun 2020, yaitu penurunan GRK di TPA sebesar 29 persen pada tahun 2030.
Studi YPBB dan GAIA memperlihatkan bahwa pengelolaan sampah yang mengutamakan pada pencegahan sampah organik ke TPA mampu mengurangi emisi karbon sebesar 90 persen dibandingkan dengan pengelolaan berbasis sampah tercampur dan 75 persen lebih rendah dibandingkan pendekatan berbasis insinerator atau pembakaran.
“Apabila sampah dari Kota Bandung saja dibakar menggunakan insinerator, maka akan menghasilkan emisi karbon sebesar 447,864 CO?eq. Artinya, proses pembakaran sampah hanya akan “mengubah” bentuk emisi” dari pengelolaan sampah, yakni dari metana (yang terbentuk di TPA) menjadi Karbon dioksida,” papar YPBB.
Studi terkait karakterisasi sampah di TPPAS Sarimukti menunjukkan separuh dari seluruh jenis sampah yang ada di TPA adalah sampah organik. Di sisi lain, YPBB melihat jika dibandingkan dengan data timbulan sampah di wilayah Bandung Raya, maka terlihat bahwa belum terdapat banyak perubahan komposisi sampah baik di wilayah timbulan maupun di TPA. “Hal ini berarti bahwa upaya penurunan timbulan sampah masih sangat rendah,” lanjut YPBB.
Kebijakan pelarangan membuang sampah organik ke TPA tanpa pembakaran telah dipraktikkan di Seoul, Korea Selatan sejak 2005. Seoul berhasil menjaga sekitar 90 persen sampah organik untuk tidak diproses di TPA atau insinerator dan akhirnya diterapkan pada 16 kota serta provinsi lainnya.
Baca Juga: Aktivis Lingkungan Menyerukan Bumi Pasundan agar Bebas dari Plastik dan Polutan, Pengelolaan Sampah Jawa Barat masih Bermasalah
Polusi Kabut Asap dari Kebakaran Sampah TPA Sarimukti Menyerang Kampung dan Sekolah
Kebakaran yang Menerjang TPA Sarimukti Menjadi Potret Buruk Pengelolaan Sampah Bandung Raya
TPPAS Regional Legok Nangka
TPPAS Regional Legok Nangka tidak akan beroperasi dalam waktu dekat. Terbaru, Pemprov Jabar menandatangani perjanjian kerja sama dengan PT Jabar Enviromental Solutions (JES) dalam pengelolaan TPPAS ini, Jumat, 28 Juni 2024. Perjanjian ini juga mengatur periode konsesi selama 20 tahun per Tanggal Operasi Komersial (COD) yang diharapkan bisa dimulai Februari 2029.
Menurut Penjabat Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin, perjanjian ini sebagai langkah mempercepat operasional TPPAS Regional Legok Nangka. "Proyek TPPAS Regional Legoknangka adalah bukti komitmen kami untuk Jawa Barat yang lebih hijau dan bersih. Kolaborasi ini akan membuka jalan bagi pengelolaan sampah yang canggih dan pembangunan berkelanjutan di Bandung Raya," ujar Bey Machmudin usai acara penandatanganan.
TPPAS Regional Legoknangka akan dibangun di atas lahan seluas 20 hektare di Kecamatan Nagreg, Kabupaten Bandung. TPPAS Legoknangka akan menampung sampah di Bandung Raya yakni Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi, plus Kabupaten Sumedang. TPPAS Legoknangka ditargetkan bisa mengelola 2.000 ton sampah di Bandung Raya.
Kota Bandung sebagai salah satu daerah penghasil sampah terbesar di Bandung Raya, harap-harap cemas dengan darurat sampah yang kerap berulang. Wakil Ketua Komisi C DPRD Kota Bandung Agus Gunawan mengatakan jumlah produksi sampah Kota Bandung mencapai 1.600 ton per hari. Hal ini menjadi sebuah persoalan serius. Terlebih kapasitas TPA Sarimukti sudah mencapai batas maksimum penampungannya.
"Mudah-mudahan dengan situasi yang baik ini, terkait persoalan sampah di Kota Bandung bisa diatasi dengan baik," kata Agus, mengenai perjanjian TPPAS Regional Legok Nangka.
Penjabat Wali Kota Bandung Bambang Tirtoyuliono mengklaim Pemkot Bandung telah menerapkan strategi pengurangan sampah dari sumbernya. Di antaranya dengan metode komposting skala rumah tangga dan rumah magot di 151 kelurahan.
“Selain itu, kami juga meng-upgrade Tempat Penampungan Sementara (TPS) menjadi Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST), menguatkan kelembagaan, dan memberdayakan masyarakat melalui kolaborasi dengan pemerintah pusat dalam Improvement of Solid Waste Management Project (ISWMP)," papar Bambang, saat menyampaikan jawaban atas pandangan umum fraksi-fraksi dalam Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandung terhadap Raperda Kota Bandung tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD T.A 2023, Jumat, 28 Juni 2024.
*Kawan-kawan bisa membaca lebih lanjut mengenai artikel-artikel tentang Bandung Darurat Sampah