• Kolom
  • PAYUNG HITAM #34: Polisi dan Bom Waktu Yang Mereka Ciptakan

PAYUNG HITAM #34: Polisi dan Bom Waktu Yang Mereka Ciptakan

Peraturan Kapolri Nomor 8 tahun 2009 adalah salah satu contoh aturan yang melarang polisi melakukan penangkapan sewenang-wenang, penyiksaan dan penganiayaan.

Rizki Fauzan

Pegiat Aksi Kamisan Bandung

Aksi Kamisan Bandung di Taman Cikapayang mengecam represi aparat kepolisian di Dago Elos, Kota Bandung, Kamis (24/8/2023) sore. (Foto: Dini Putri/BandungBergerak.id)

4 Juli 2024


BandungBergerak.id – “No viral, No Justice!” “Percuma Lapor Polisi!” “Reformasi Polisi!” “Polisi Pembunuh!” Kalimat-kalimat yang dalam beberapa tahun terakhir ramai diserukan oleh masyarakat. Bagaimana mungkin institusi yang seharusnya melayani dan mengayomi masyarakat berubah menjadi malaikat pencabut nyawa?

Kekerasan Menjadi Budaya Baru Polisi!

Melansir dari laporan KontraS mencatat hanya dalam kurun waktu Juli 2023-Juni 2024 telah terjadi 645 kekerasan yang melibatkan anggota Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Dari ratusan kekerasan yang melibatkan anggota Polri tersebut menyebabkan 759 korban luka dan 38 korban tewas. Rasanya memang tidak mengagetkan jika melihat angka kekerasan sebanyak itu dilakukan dalam kurun waktu yang relatif singkat.

Masih terekam jelas dikepala kita semua tragedi Kanjuruhan salah satu tragedi sepakbola terbesar di dunia yang mengakibatkan 135 korban tewas, tragedi yang diakibatkan kekuatan berlebih yang dilakukan aparat kepolisian dengan menembakkan gas air mata ke tribune penonton sepakbola.

Selain tragedi Kanjuruhan, masih hangat dalam ingatan kita bagaimana pulau Rempang dan Dago Elos menjadi arena unjuk kekuatan aparat polisi dengan senjata dan kekuatan yang mereka miliki. Mungkin kita mengira selama ini aparat kepolisian hanya bertindak represi saat berhadapan dengan aksi-aksi yang digelar masyarakat di depan gedung-gedung pemerintahan. Dua tempat tadi menunjukkan polisi semakin beringas dan tak pandang bulu dalam melakukan kekerasan terutama pada masyarakat yang tertindas.

Penggunaan kekuatan berlebihan dan juga penyalahgunaan wewenang menjadi akar permasalahan tersendiri yang mengakibatkan aparat polisi hari ini dapat bertindak seperti iblis pencabut nyawa. Undang-undang Polri memberikan wewenang yang begitu untuk kepolisian sehingga mereka dapat berbuat sesuka hati, melakukan apa pun tanpa merasa bersalah.

Baca Juga: PAYUNG HITAM #31: Kota ini Mau Juara?
PAYUNG HITAM #32: Berkenalan dengan Konsep Keadilan Transisi, Dapatkah Menjadi Solusi?
PAYUNG HITAM #33: Hak Atas Kebenaran dan Upaya Memperolehnya Tanpa Bantuan Negara

Polisi Memang Tak Paham Aturan Mereka Sendiri!

Institusi kepolisian sebenarnya sudah memiliki banyak aturan di dalam tubuh mereka sendiri untuk menghindari penggunaan kekuatan berlebih dari para anggotanya. Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Polri adalah salah satu contoh aturan di dalam tubuh Polri yang dengan tegas melarang setiap anggotanya dalam menjalankan tugasnya untuk melakukan penangkapan sewenang-wenang, penyiksaan dan penganiayaan. Anggota Polri juga wajib menghormati hak asasi manusia (HAM).

Rentetan kekerasan yang dilakukan aparat polisi merupakan bukti nyata jika anggota polri sendiri sejatinya tak memahami aturan yang mereka buat dan terapkan untuk diri mereka sendiri. Bukti nyata dari kalimat “Banyak membaca jadi pintar, malas membaca jadi polisi!”

Tak perlu rasanya berharap akan ada perbaikan di tubuh Polri, kebusukan yang terus dirawat dan dijaga nyatanya tak ingin mereka sembuhkan. Setiap muncul kasus yang melibatkan institusi Polri, dengan cepat mereka selalu melempar kesalahan satu sama lain tanpa mencoba mencari jalan keluar permasalahan.

Bom Waktu yang Kau Tunggu!

Akhir bulan Juni 2024 kemarin kita dikejutkan dengan sebuah kabar meninggalnya seorang anak  berusia 13 tahun bernama Afif Maulana yang ditemukan di bawah jembatan Kuranji. Yang lebih mengejutkan temuan dari LBH Padang menyebutkan dugaan keterlibatan anggota Polri sebagai pembunuh anak tersebut.

Kasus dugaan alm. Afif tentu saja bukan kasus pertama yang melibatkan anggota Polri sebagai dalang kematian. Masyarakat sipil kerap menjadi target kekerasan dan kerap berujung pada kematian.

Kematian Afif menjadi sulut api kemarahan bagi masyarakat terutama melalui sosial media, postingan berisi kritikan dan juga tuntutan untuk segera mengungkapkan pelaku ramai disuarakan netizen.

Kemarahan masyarakat terhadap kinerja buruk dan busuk institusi Polri tentu saja imbas dari pola tingkah aparat kepolisian yang kerap bertindak sewenang-wenang dan berlaga bak raja.

Mungkin saja memang hari ini polisi menang dan bisa bertingkah seenak jidat mereka. Namun ingatlah hari ini mereka sedang memupuk kemarahan masyarakat menunggu bom waktu kemarahan masyarakat meledak dan pada akhirnya mereka merasakan akibatnya!

HIDUP KORBAN!

JANGAN DIAM!

LAWAN!

*Tulisan kolom PAYUNG HITAM merupakan bagian dari kolaborasi antara BandungBergerak.id dan Aksi Kamisan Bandung

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//