• Kampus
  • Salah Satu Tantangan Rektor Baru Unpad Adalah Uang Kuliah Tunggal

Salah Satu Tantangan Rektor Baru Unpad Adalah Uang Kuliah Tunggal

Arief S. Kartasasmita terpilih sebagai Rektor Unpad Periode 2024-2029. Tugas berat Arif di antaranya terkait Uang Kuliah Tunggal.

Universitas Padjadjaran (Unpad), Jalan Dipatiukur, Bandung, Juli 2022. Unpad merupakan salah satu perguruan tinggi negeri di Bandung. (Foto: Choirul Nurahman/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana5 Juli 2024


BandungBergerak.idArief S. Kartasasmita ditetapkan sebagai Rektor Terpilih Unpad Periode 2024-2029 melalui musyawarah dan mufakat pada Rapat Pleno Tertutup Majelis Wali Amanat Unpad yang digelar di Pullman Bandung Central Park, Bandung, Kamis, 4 Juli 2024. Salah satu tantangan yang dihadapi Unpad sebagaimana perguruan tinggi lainnya adalah masalah uang kuliah tunggal (UKT) yang sempat memicu kontroversi secara meluas.

“Syukur Alhamdulillah, atas kepemimpinan kuat dari MWA, Unpad tetap berkah, bukan karena terpilihnya saya tetapi proses demokrasinya yang bisa dipertanggungjawabkan secara akademis,” kata Arief, dalam acara Konferensi Pers Pengumuman Rektor Terpilih Unpad usai rapat pleno tertutup MWA, dikutip dari keterangan resmi

Arief S. Kartasasmita merupakan Guru Besar bidang Ilmu Kesehatan Mata dari Fakultas Kedokteran. Lahir di Bandung, 27 Juli 1970, Arief meraih gelar dokter di FK Unpad pada 1996, kemudian gelar Spesialis Kedokteran Mata FK Unpad pada 2007 dan Doktor bidang Genetic Ophthalmology di Juntendo University School of Medicine, Jepang pada 2011.

Mengawali karier sebagai dosen di FK Unpad pada 2002, Arief meraih gelar guru besarnya pada 2018. Selain berkarier sebagai akademisi, Arief juga pernah menduduki berbagai jabatan struktural, di antaranya Dekan FK Unpad 2015-2016, Wakil Rektor Bidang Keuangan dan Sumber Daya Unpad 2015-2020, dan Wakil Rektor BIdang Akademik dan Kemahasiswaan pada 2020 sampai saat ini.

Saat disinggung mengenai strategi dalam mencapai tiga target MWA, Prof. Arief mengatakan, strategi utama dalam mewujudkan tiga target tersebut adalah memperkuat proses digitalisasi di lingkungan Unpad.

“Digital saat ini menjadi disrupsi yang tidak bisa ditunda,” kata Arief.

Salah satu implementasi dari “Unpad Going Digital” adalah membuka kesempatan seluas-luasnya bagi masyarakat di luar mahasiswa Unpad untuk mengikuti pembelajaran di Unpad. Program ini merupakan lanjutan dari program pembelajaran daring MOOC Unpad yang sudah dijalankan selama masa kepemimpinan Rektor Rina Indiastuti.

“Sebetulnya sudah dijalankan oleh Prof. Rina bahwa hybrid university itu sudah ada di Unpad. Hanya, kami akan mencoba mengakselerasi,” jelasnya.

Dengan proses akselerasi ini, proses pembelajaran di Unpad tidak hanya diikuti oleh 36 ribu mahasiswa aktif Unpad, tetapi pemelajar di luar Unpad ikut dalam program pembelajaran. “Sehingga nanti masyarakat, di manapun dia berada bisa berkuliah di Unpad tanpa perlu datang ke kampus,” imbuhnya.

Selain itu, Unpad ke depan akan membuka program studi baru kekinian dan selama ini belum ada. Pembukaan prodi baru ini diharapkan dapat menjawab kebutuhan di masyarakat serta mampu memenuhi tuntutan kompetensi di dunia kerja.

“Kita sadar sekarang dunia kerja sudah tidak lagi memerlukan ijazah, tetapi kompetensi. Kami juga berharap mahasiswa sekarang itu punya kesadaran untuk menambah kompetensinya,” kata Arief.

Arief juga memastikan bahwa pendidikan di Unpad akan tetap terjangkau oleh masyarakat seperti yang sudah dilakukan oleh rektor sebelumnya. Diharapkan, mahasiswa akan tetap tenang untuk berkuliah tanpa perlu memikirkan biaya melalui beragamnya program beasiswa yang bisa diperoleh.

“Harapannya tidak akan ada kesan bahwa UKT di Unpad itu mahal,” tegasnya.

Arief memastikan untuk mencegah adanya kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) sehingga tetap akan terjangkau oleh masyarakat. Selanjutnya, pihaknya juga akan meningkatkan pemberdayaan aset yang sudah dijalankan saat ini.

“Mudah-mudahan itu bisa digunakan untuk meningkatkan pendapatan di samping kita juga akan bekerja sama dengan berbagai macam pihak untuk bisa memberikan beasiswa untuk mahasiswa kami,” pungkas Arief.

Baca Juga: UKT Batal Naik, Sekadar Omon-Omon Belaka?
Menaikkan Uang Kuliah Tunggal, Melupakan Amanat Undang-undang
Cerita Barista Paruh Waktu Mahasiswa Bandung, Mandi Keringat Demi Tambahan Uang Kuliah

Masalah Kenaikan UKT

Varencia Zahra Putri dari Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta dalam tulisannya yang dihimpun perpustakaan digital ResearchGate berjudul “Tantangan Kenaikan Harga UKT bagi Mahasiswa” menjelaskan, di era globalisasi dan persaingan yang semakin ketat, pendidikan tinggi menjadi salah satu faktor kunci dalam menentukan kesuksesan seseorang di masa depan. Namun, kenaikan harga UKT (Uang Kuliah Tunggal) bagi mahasiswa menjadi permasalahan yang seringkali menimbulkan kontroversi dan perdebatan di kalangan masyarakat.

Besaran UKT menimbulkan pertanyaan tentang aksesibilitas pendidikan tinggi bagi semua kalangan, terutama bagi mereka yang berasal dari keluarga kurang mampu. Mahasiswa dari keluarga dengan tingkat pendapatan rendah akan kesulitan untuk memenuhi biaya UKT yang semakin meningkat.

“Hal ini dapat mengakibatkan terbatasnya kesempatan bagi mereka untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, sehingga kesenjangan sosial dan ekonomi dapat semakin membesar. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi mendalam terhadap kebijakan kenaikan harga UKT agar tidak memberatkan bagi mahasiswa yang kurang mampu,” kata Varencia Zahra Putri, diakses Jumat, 5 Juli 2024.

Selain itu, Varencia menyatakan kenaikan UKT juga dapat memicu peningkatan beban finansial bagi mahasiswa yang sudah menempuh pendidikan tinggi. Mahasiswa yang sedang menjalani studi di perguruan tinggi mungkin akan merasa tertekan dengan tambahan biaya yang harus mereka keluarkan. Hal ini dapat berdampak negatif pada kesejahteraan mental dan emosional mahasiswa, sehingga kualitas pendidikan yang diterima pun dapat terpengaruh.

Selain aspek finansial, kenaikan harga UKT dapat memicu perdebatan tentang transparansi penggunaan dana pendidikan di perguruan tinggi. Mahasiswa dan masyarakat berhak untuk mengetahui secara jelas dan terbuka bagaimana dana yang terkumpul dari UKT digunakan oleh perguruan tinggi.

“Dalam konteks ini, penting untuk melakukan analisis kritis terhadap mekanisme pengelolaan dana pendidikan agar tidak terjadi penyalahgunaan atau pemborosan yang merugikan mahasiswa dan masyarakat,” lanjut Varencia.

Dari segi kualitas, kenaikan UKT juga akan memicu perdebatan. Dengan membayar biaya pendidikan yang semakin tinggi, mahasiswa tentu mengharapkan kualitas pendidikan yang sebanding dengan investasi yang mereka lakukan. Varencia berharap ada evaluasi terhadap standar pendidikan yang diberikan oleh perguruan tinggi untuk memastikan bahwa mahasiswa mendapatkan pengalaman belajar yang bermutu dan relevan dengan tuntutan pasar kerja.

Bagi Varencia, lembaga pendidikan dan pemerintah mesti mendengarkan suara mahasiswa dan masyarakat terkait kebijakan kenaikan harga UKT. Partisipasi aktif dari berbagai pihak dalam proses pengambilan keputusan akan membantu menciptakan kebijakan yang lebih berpihak kepada kepentingan mahasiswa dan masyarakat luas.

*Kawan-kawan dapat membaca tulisan-tulisan lain tentang Uang Kuliah Tunggal dalam tautan tersebut

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//